Pada ulasan
minggu lalu, kita sudah membahas tentang prospek saham-saham di sektor
properti secara umum, dimana saya mengatakan bahwa beberapa saham di sektor ini
berpeluang menghasilkan profit multibagger, alias naik 100% atau lebih dalam
beberapa waktu kedepan. Pertanyaannya, saham apa saja? Dan salah satu yang
masuk radar adalah saham PT Bekasi Fajar Industrial Estate, Tbk (BEST),
dan berikut ulasan lengkapnya.
***
Ebook
Market Planning edisi Juli 2022 yang berisi analisis IHSG, rekomendasi saham, info jual
beli saham, dan update strategi investasi bulanan sudah terbit. Anda bisa memperolehnya disini, gratis info jual beli saham,
dan tanya jawab saham/konsultasi portofolio untuk member.
***
BEST adalah perusahaan properti jenis kawasan
industri, dimana perusahaan menjual kavling siap bangun (ke perusahaan yang
hendak membangun pabrik dll), lengkap dengan infrastruktur pendukung seperti
jalan raya, gedung perkantoran, apartemen, hotel, restoran, hingga pasar
swalayan, dalam satu lokasi terintegrasi. BEST selama ini memiliki dan
mengelola satu kawasan industri yang diberi nama MM2100 Industrial Town,
berlokasi persis di pinggir jalan Tol Jakarta – Cikampek tepatnya di Cikarang
Barat, Bekasi, Jawa Barat, dan bisa diakses melalui pintu tol Cibitung. BEST
merupakan bagian dari Grup Argo Manunggal, yang juga merupakan pemilik dari
beberapa perusahaan properti lainnya seperti PT Alam Sutera Realty, Tbk (ASRI),
dan PT Mega Manunggal Property, Tbk (MMLP). Jadi dari sini kita bisa melihat
Grup Argo memiliki unit bisnis properti yang lengkap: BEST di kawasan industri,
ASRI di properti residensial, dan MMLP di pergudangan. ‘Pembagian tugas’ ini
menyebabkan ketiga perusahaan mampu untuk fokus pada bidangnya masing-masing,
dan itu bagus. Untuk BEST sendiri sejak berdirinya pada tahun 1989, maka
perusahaan fokus di bidang kawasan industri saja, dan hanya mengelola MM2100
saja, ketika itu bekerjasama dengan Marubeni Corp. asal Jepang, tapi di kemudian
hari perusahaan mampu jalan sendiri secara mandiri.
Kemudian tentang bisnis kawasan industri itu
sendiri, maka bisnis ini menawarkan profit margin yang besar, karena harga jual
kavling-nya mencapai Rp2.7 – 3.5 juta per meter persegi. Sedangkan nilai
persediaan tanah kavling milik BEST pada akhir tahun 2021 tercatat Rp4.8
triliun, dimana karena luas persediaan kavling-nya pada periode yang sama
adalah 700 hektar bersih, maka biaya modalnya hanya sekitar Rp700 ribu per
meter persegi. Maka tak heran pada tahun 2019 lalu, yakni tahun terakhir dimana
kinerja perusahaan masih normal dan belum terdampak resesi pandemi, maka dari
pendapatan Rp951 miliar, diperoleh laba bersih Rp380 miliar, sehingga marginnya
mencapai 40%.
Problemnya, jualan kavling industri jauh
lebih sulit dibanding jualan kavling perumahan, karena tentunya tidak setiap
hari ada perusahaan butuh tanah seluas 5,000 – 30,000 meter persegi untuk
bangun pabrik. Sehingga jika prospek usaha properti residensial terbilang sangat
dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, maka properti kawasan industri lebih rentan
lagi terhadap naik turunnya perekonomian di dalam negeri. Karena itulah, meski
tadi disebutkan bahwa BEST terakhir masih punya cadangan tanah kavling seluas
total 700 hektar, namun dalam lima tahun terakhir maka volume penjualan terbaik
perusahaan hanya 42 hektar pada tahun 2017 lalu, dan setelah itu angkanya terus
turun menjadi 35 hektar di tahun 2018, 16 hektar di tahun 2019, hingga
puncaknya adalah ketika sama sekali tidak ada penjualan di tahun 2020, sebagai
akibat dari kondisi resesi ketika itu (BEST tetap mencatat pendapatan Rp242
miliar di tahun 2020, tapi itu lebih banyak dari penjualan jasa dan sewa).
Beruntung memasuki tahun 2021 sudah ada penjualan lagi meski hanya 4 hektar.
Kemudian inilah yang menarik: Berdasarkan
informasi dari public expose-nya, maka per Q1 2022, BEST sudah mencatatkan marketing
sales sebesar 8 hektar dari beberapa pelanggan di sektor otomotif dan
F&B. Lalu dengan average selling price (ASP) Rp3.3 juta per meter,
maka itu artinya BEST mencatat pendapatan Rp264 miliar. Namun demikian pada
laporan keuangannya per Q1 2022, volume penjualan yang sudah memenuhi syarat
untuk secara akuntansi diakui sebagai pendapatan baru 1 hektar saja, sehingga
BEST hanya mencatat pendapatan Rp36 miliar (dari penjualan kavling
industrinya). Tapi dari sini maka hampir bisa dipastikan bahwa pada Q2 dan Q3 nanti,
pendapatan serta laba BEST akan melompat. Dari manajemen sendiri mentargetkan
penjualan kavling seluas 20 hektar untuk tahun 2022 ini, atau sudah lebih besar
dibanding tahun 2019 lalu yang hanya 16 hektar, dimana jika target tersebut
terpenuhi, maka manajemen mengklaim bahwa BEST akan menghasilkan pendapatan Rp600 – 700
miliar, dengan laba bersih Rp150 – 200 miliar. Namun pada prakteknya penulis kira
laba perusahaan bisa jauh lebih besar dari itu. Karena seperti disebut di atas,
margin laba BEST mencapai 40%, dan ASP tanah kavling milik BEST sekarang ini
mencapai Rp3.3 juta per meter, lebih tinggi dibanding ASP di tahun 2019
yang hanya Rp2.9 juta per meter.
Nah, jadi anda mengerti jalan pikiran penulis
bukan? Sekarang kita lihat lagi kinerja BEST pada tahun-tahun sebelum pandemi,
yakni tahun 2016, 2017, dan 2019. Pada periode tersebut, perusahaan mencatat
laba bersih antara Rp380 – 483 miliar setiap tahunnya. Pada tahun 2020 tidak
ada penjualan kavling dan alhasil BEST merugi, dan pada tahun 2021-nya BEST
juga masih merugi meski sudah ada penjualan kavling lagi, yakni karena adanya
beban bunga utang, albeit ruginya sudah berkurang dibanding tahun 2020. Lalu
terakhir pada Q1 2022 barusan, BEST akhirnya kembali membukukan laba meski
hanya Rp13 miliar, tapi sekarang kita tahu bahwa sampai akhir tahun nanti laba
tersebut akan naik signifikan, mungkin tidak akan langsung sama besarnya
seperti tahun-tahun sebelum pandemi, tapi target laba Rp150 – 200 miliar atau lebih dari itu terbilang realistis.
Jadi sekarang kita ke sahamnya. Pada
sepanjang tahun 2019 lalu, saham BEST berada di kisaran 250 – 300, yang
mencerminkan PBV 0.5 – 0.6 kali berdasarkan nilai ekuitasnya ketika itu, alias
cukup murah. Namun karena labanya yang Rp380 miliar itu hanya mencerminkan ROE
kurang dari 10% (berbanding ekuitasnya Rp4.5 triliun), dan angka laba Rp380
miliar itu juga turun dibanding tahun 2018 dan 2017, maka jadilah saham BEST
tidak naik lebih tinggi, selain karena manajemen ketika itu juga bersikap
realistis dengan tidak mentargetkan volume penjualan kavling industri yang
lebih besar lagi. Faktanya memasuki bulan Agustus 2019, saham BEST cenderung
bergerak turun, hingga akhirnya ditutup di posisi 216 pada akhir tahun 2019.
Lalu pada bulan Maret 2020, wabah Covid-19 yang setelah sebelumnya hanya menyebar di China, untuk pertama kalinya menyebar ke seluruh dunia termasuk Indonesia, dan imbasnya pasar saham Indonesia crash dimana IHSG
jeblok dari 6,300 s/d 3,900-an, dan saham BEST juga ikut ARB berjilid-jilid
sampai mentok di 90 – 100. Unfortunately, karena bisnis perusahaan
termasuk yang terdampak oleh pandemi dimana seperti disebut diatas, BEST merugi pada tahun 2020 dan 2021, maka meski selepas crash di bulan
Maret 2020 tersebut IHSG naik lagi, dan demikian pula saham-saham lain secara
umum naik semua, BEST tetap anteng di 100-an. Namun
demikian BEST tidak turun lebih rendah lagi katakanlah sampai mati di gocap,
karena perusahaan hanya merugi saja, tapi tidak sampai pailit atau PKPU seperti
yang sempat dialami beberapa perusahaan lain. Yup, seperti perusahaan properti
lain pada umumnya, BEST juga punya utang yang lumayan, dimana per Q1 2022,
nilai kewajibannya tercatat Rp1.9 triliun, berbanding ekuitas Rp4.3 triliun.
Tapi meski sempat mengalami masa-masa sulit pada tahun 2020 – 2021 lalu,
perusahaan tetap bisa membayar cicilan utang-utangnya dengan lancar.
Beruntung memasuki tahun 2022 ini, perusahaan
sudah mulai recover dan berpeluang menghasilkan laba yang cukup besar seperti
sebelum pandemi. Sehingga jika semuanya lancar, maka BEST berpeluang untuk naik
dan balik lagi ke posisi 250 – 300 seperti tahun 2019 lalu, atau minimal 200
deh. Memang, jika berharap BEST naik lebih tinggi lagi maka mungkin itu tidak
realistis, karena bahkan pada catatan kinerja terbaiknya di masa lalu, ROE BEST
tetap dibawah 10%. Tapi dengan sekarang perusahaan kembali membukukan laba,
prospek kedepannya cerah seiring pemulihan ekonomi, dan perusahaannya sama
sekali tidak ada masalah baik secara operasional maupun keuangan, maka penulis
juga tidak melihat skenario sahamnya akan terus dihargai hanya pada PBV 0.2
– 0.3 kali seperti sekarang. It just doesn’t make sense. Jadi pada
akhirnya dia akan naik, entah itu karena IHSG bullish lagi (sekarang ini
IHSG sedang bearish) atau karena sahamnya naik sendiri seiring perkembangan
kinerja laporan keuangan perusahaan.
Terakhir sebelum anda memutuskan untuk masuk,
adalah terkait faktor risiko. Pertama, pencapaian laba BEST untuk tahun 2022 seperti yang disebut di atas baru sebatas target, dan yang namanya target itu bisa tercapai, tapi bisa
juga tidak. Kemudian kedua, BEST ada utang dalam mata uang Dollar senilai $84
juta atau setara Rp1.2 triliun, sehingga jika Rupiah melemah terhadap Dollar
maka BEST akan menderita rugi kurs. Dalam lima tahun terakhir nilai rugi kurs
ini tidak terlalu besar, paling tinggi hanya di kisaran puluhan miliar Rupiah,
sehingga asalkan perusahaan banyak jual kavling maka laba bersihnya akan tetap
besar. Namun dalam skenario target di atas tidak tercapai, maka kemungkinan
terburuknya adalah laba BEST akan tetap kecil, atau bahkan rugi lagi seperti
tahun 2020 dan 2021 lalu. Penulis menganggap bahwa kecil kemungkinan BEST akan
merugi lagi, tapi itu bukan tidak mungkin sama sekali. Dan jika itu yang
terjadi maka BEST akan batal naik meski disisi lain sahamnya juga tidak akan jeblok
sampai ke gocap, misalnya, melainkan akan tetap di 100 – 110. Karena kemarin
pun waktu perusahaan merugi di tahun 2020 dan 2021, maka posisi terendah yang
dicapai adalah 100 – 110 tersebut (posisi 91 yang dicapai BEST pada bulan Maret
2020 tidak dihitung karena kondisinya ketika itu sedang terjadi market crash).
Jadi dalam hal ini penulis anggap risiko di BEST ini
relatif rendah, berbanding potensi profitnya yang mencapai 50%, 100%, atau
lebih tinggi lagi. Nevertheless, dengan mempertimbangkan faktor
risikonya tersebut maka maka sebaiknya kita nyicil saja dulu, dan baru nanti
tambah lagi kalau kinerja perusahaan sudah confirm bagus, tentunya
dengan asumsi ketika itu harga sahamnya belum naik duluan.
***
Ebook
Market Planning edisi Juli 2022 yang berisi analisis IHSG, rekomendasi saham, info jual
beli saham, dan update strategi investasi bulanan sudah terbit. Anda bisa memperolehnya disini, gratis info jual beli saham,
dan tanya jawab saham/konsultasi portofolio untuk member.
Dapatkan postingan terbaru dari blog ini via email
Terimakasih telah membaca di Piool.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.