“Islam tidak menghendaki seorang mukmin baik hanya untuk dirinya sendiri, sementara ia tidak berupaya untuk memperbaiki saudara mukmin lainnya”
Amar Ma’ruf Nahi Munkar ~ Inilah kewajiban atau syi’ar yang merupakan baju pelindung bagi syi’ar-syi’ar lainnya. Barangkali akan membuat terkejut bagi sebagian orang jika kewajiban Amar Ma’ruf Nahi Munkar ini termasuk kewajiban-kewajiban yang azasi (mendasar) dalam Islam, mungkinkah karena selama ini perihal yang satu ini ‘kurang terkenal‘ dari kewajiban-kewajiban lainnya.
Bagaimanapun, bagi siapa saja yang mau mempelajari Al Qur’an dan As-Sunnah, maka dia akan menemukan bahwa mengenai Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar ini, lebih jelas dan terang dari terangnya sinar matahari.
Amar Ma’ruf Nahi Munkar Adalah Keistimewaan Ummat Islam
Di dalam Al Qur’an telah dinyatakan, amar ma’ruf dan nahi munkar sebagai keistimewaan yang dimiliki oleh ummat ini (ummat Nabi Muhammad S.a.w) sehingga disebut sebagai yang terbaik, mengungguli ummat-ummat lainnya. Allah S.w.t berfirman:
“Kamu adalah ummat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS Ali Imran: 110).
Dalam ayat ini penyebutan amar ma’ruf dan nahi munkar lebih didahulukan daripada penyebutan iman, padahal iman merupakan azas. Hal ini karena iman kepada Allah itu merupakan ketentuan yang bersifat umum (yang mana juga dimiliki) antara umat-umat Ahlul Kitab semuanya, sedangkan Amar ma’ruf Nahi munkar merupakan kemuliaan ummat ini, suatu sifat khas yang hanya dimiliki ummat Rasulullah S.a.w.
Seperti tumbuh-tumbuhan padang pasir, Allah-lah yang mengeluarkannya, dan dia tidak dikeluarkan agar hidup untuk dirinya saja, tetapi dikeluarkan untuk (kemaslahatan) ummat manusia seluruhnya. Ummat ini adalah ummat Dakwah dan Risalah, tugasnya menyebarkan yang ma’ruf dan memperkuatnya dan mencegah yang munkar serta menghancurkannya.
Sebelum Ayat di atas disebutkan, dalam beberapa ayat sebelumnya Allah S.w.t berfirman:
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan ummat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS Ali Imran: 104).
Ayat di atas memiliki dua makna; yang pertama kalimat “min” berarti lit-tajrid, dengan demikian artinya ‘hendaklah kamu menjadi ummat yang selalu mengajak kepada kebajikan’. Dan pula yang memperkuat makna ini adalah pembatasan keberuntungan kepada mereka, bukan kepada yang lain, seperti yang ada pada kalimat “wa ulauika humul muflihuun“.
Adapun makna tafsirnya: “Hendaklah seluruh ummat Islam menjadi penyeru kebaikan, memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah kemunkaran, masing-masing sesuai dengan kedudukan dan kemampuannya, sehingga termasuk berhak memperoleh keberuntungan”.
Makna yang kedua, kata “min” berarti lit-tab’idh -sebagaimana ini terkenal- artinya: hendaklah di dalam masyarakat Islam itu, ada sekelompok kaum Muslimin yang memiliki ‘spesialisasi’, memiliki kemampuan dan memiliki persiapan yang sesuai, untuk mengemban kewajiban.berdakwah dan beramar ma’ruf nahi munkar.
Yang dimaksud “thaifah” di sini adalah mewuludkan Jama’atul Muslimin secara umum dan Ulil Amri secara khusus. Maka wajib bagi mereka mempersiapkan sebab-sebab (sarana) untuk terwujudnya thaifah tersebut dan mendukungnya baik secara moril maupun materil agar dapat tertegak risalah-Nya. Selagi ummat atau thaifah yang dicita-citakan ini belum terwujud maka dosanya akan ditanggung oleh seluruh kaum muslimin sebagai fardhu kifayah yang ditinggalkan dan diabaikan.
Al Qur’an menghendaki adanya ummat yang berdakwah ke arah kebaikan, dimana satu-satunya pintu kebaikan yang haq dan diridhai-Nya ialah Syariat Nabi Muhammad S.a.w, yakni Agama Islam. Hendaknya ummat itu mampu memerintah dan melarang, karena hal itu adalah perkara yang lebih khusus dan lebih besar daripada sekedar mau ‘izhah dan tadzkir (nasehat dan peringatan). Setiap orang yang mempunyai lidah, ia bisa memberi nasehat dan peringatan, tetapi tidak selamanya bisa memerintah dan melarang. Dan yang dituntut oleh ayat tersebut adalah mewujudkan ummat yang mampu berdakwah, memerintah dan melarang.
Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar Merupakan Khas Ummat Islam
Dalam menjelaskan ciri-ciri secara umum bagi masyarakat mukmin yang berbeda dengan masyarakat orang-orang kafir dan munafik, maka Amar ma’ruf dan Nahi Munkar merupakan ciri utama bagi masyarakat Islam dan bagi individu anggota masyarakat tersebut.
Islam tidak menghendaki mereka baik hanya untuk diri sendiri. sementara mereka tidak berupaya untuk memperbaiki orang lain. Dalam hal ini, Allah S.w.t menjelaskan dalam Surat Al Ashr:
“Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya mentaati kesabaran.” (QS Al Ashr: 1-3).
Maka tidak cukup hanya dengan iman dan beramal shalih untuk memperoleh keselamatan dari kerugian dan kehancuran, sehingga mereka mau melaksanakan saling berwasiat dalam melakukan kebenaran dan saling mewasiati untuk tetap bersabar. Dengan kata lain, sehingga mereka mau memperbaiki orang lain dan menyebarkan makna saling menasehati dan dakwah di masyarakat untuk berpegang kepada kebenaran dan tetap dalam kesabaran. Dan hal itu termasuk pilar kekuatan masyarakat setelah iman dan amal shalih.
Di dalam surat At-Taubah juga terdapat penjelasan tentang sifat-sifat orang yang beriman, yang mana Allah telah membeli (menukar) diri dan harta mereka dengan surga, demikian itu tersebut dalam Firman Allah S.w.t:
“Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, yang beribadat, yang memuji (Allah), yang melawat, yang ruku’, yang menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah berbuat munkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah. Dan gembirakanlah orang-orang mukmin itu.” (QS At-Taubah: 112)
Dalam Surat Al Hajj, Al Qur’an menjelaskan kewajiban yang terpenting ketika ummat Islam diberi kesempatan oleh Allah S.w.t di bumi ini untuk memiliki kedaulatan dan kekuasaan, Allah berfirman:
“Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong-(agama)Nya, sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Perkasa. (Yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di maka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang munkar, dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” (QS Al Hajj: 40-41).
Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar setelah shalat dan zakat adalah faktor terpenting yang menjadi kewajiban dalam masyarakat Islam, bahkan mereka tidak berhak memperoleh pertolongan Allah kecuali dengan melaksanakan tugas itu, sebagaimana diterangkan dalam dua ayat tersebut. Inilah kewajiban amar ma’ruf dan nahi munkar dalam Al Qur’an. Sesungguhnya ia merupakan lambang atas wajibnya takaful (saling memikul beban) secara moral di antara kaum Muslimin, sebagaimana zakat merupakan lambang atas wajibnya takaful materi di antara mereka.
Sayyidina Rasulullah Nabi Muhammad S.a.w bersabda: “Sesungguhnya manusia itu apabila melihat orang yang zhalim, lalu mereka tidak memegang kedua tangannya (mencegahnya) maka Allah akan meratakan siksa dari sisi-Nya.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasa’i).
Yang penting adalah memperkuat pelaksanaan kewajiban yang besar ini dan menghidupkannya kembali, serta menghidupkan aktifitas dakwah, yang dengannya akan sanggup melaksanakan syiar ini dalam kehidupan yang nyata. Dan para Da’i (Alim, Ulama, Kyai, Ustadz) dalam hal ini memiliki peran yang sangat penting dalam masyarakat Islam.
Kewajiban ber-amar ma’ruf dan nahi munkar adalah sarana terbaik untuk membentuk ummat yang bersandar pada akhlak Islami (yakni Akhlaknya Rasulullah S.a.w), tata susila yang paling benar, paling adil, paling kekal dan paling kuat, karena standar itu diambil dari Al Haq yang ‘azli dan abadi, yaitu Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Mengenal Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Berdakwah atau Mengajak Kepada Kebaikan dengan Lemah-lembut
“Amar ma’ruf nahi munkar harus dilakukan dengan sikap bijak, lembut dan bertahap” ~ (Sayyid Muhammad bin Alawy Al Maliki).
Ber-amar ma’ruf nahi munkar-lah dengan penuh hikmah dan kearifan, ajaklah mereka ke jalan Allah dengan budi pekerti dan akhlak mulia Rasulullah S.a.w, dan semoga hidayah Allah dicurahkan dengan mengikuti jejak para Sahabat mulia, Salafus shaleh, para Imam Mujtahid, Wali-wali-Nya, Auliya wa Shalihin.
Firman Allah S.w.t: “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru menuju Allah, mengerjakan amal yang shalih dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”. (QS Fushshilat: 33).
Islam mengajarkan umatnya agar bersikap lemah-lembut dalam berdakwah atau mengajak kepada kebaikan. Rasulullah S.a.w dikenal kelemah-lembutannya dalam mengemban Risalah Islam. Karena sikap lemah-lembut Beliau itu pula Islam memiliki daya tarik sangat kuat, sebagaimana diabadikan dalam Al Qur’an:
“Maka disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka, sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.”. (QS Ali Imran: 159).
Rasulullah S.a.w bersabda: “Sesungguhnya tidaklah kelemah-lembutan itu ada pada sesuatu melainkan ia akan memperindahnya dan tidaklah kelemah-lembutan itu dicabut dari sesuatu melainkan akan memperburuknya.”. (HR Muslim).
Demikianlah, Islam mengajarkan kelembutan, cara-cara yang damai, sopan santun, etis, penuh kesejukan dan menyenangkan. Islam tidak mengajarkan kekerasan, sikap kasar, atau pun menyakiti orang lain. Islam hanya menegakkan kekerasan dalam dua hal; perang dan penegakan hukum (yakni ketika hak Allah dilanggar).
Allah S.w.t berfirman:
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantalah mereka dengan cara yang lebih baik.”. (QS an-Nahl: 125).
Bekerja atas dorongan cinta dan disertai keikhlasan maka akan terasa senang tiada jemu dan rasa lelah. Sesungguhnya hati memiliki keinginan, kepedulian, dan keengganan, maka datangilah ia dari arah kesenangan dan kepeduliannya, sebab jika hati itu dipaksakan, ia akan buta. Berdakwalah dengan Ikhlas dan penuh semangat, bukan karena seseorang atau pujian makhluk. Ketika hal tersebut sudah terpantri di dalam hati tidak ada satu pun makhluk yang mampu menghentikan langkah kaki ini. Wallahul Musta’aan. ~ Nasihat Al Habib Hud Alatas.
Hadist-hadist yang Berkenaan Dengan Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar
~ Assalamu Alaikum wa Rahmatullahi wa Barakatuh ~
Terimakasih telah membaca di Piool.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.