DATA BUKU KUMPULAN PUISI
Judul : Izinkan Aku Menjelujur Kata
Penulis : Hafney Maulana
Cetakan I : April 2020
Tebal : 90 hlm; A5
Penerbit : CV Kanaka Media
ISBN : 978-623-258-135-7
Beberapa pilihan Puisi Hafney Maulana dalam Izinkan Aku Menjelujur Kata
RUMAH
KITA KEBANJIRAN
“Rumah kita
kebanjiran,” katamu sambil menadah hujan yang telah menenggelamkan keindahan mimpi-mimpi hari. Huruf-huruf yang
kau gantung di pohon-pohon telah hanyut di ombak yang beriak, mungkin kini
telah jadi sajak
Kau lemah direnta
tubuh yang lunglai, air begitu deras menghadang hari. Ranting terhempas
menghanyut sampah. Entah sembunyi ke mana dikau, hanya terpaku dalam kelu
“Rumah kita tergenang,” katamu lagi sambil menghitung
tarikan napas yang berlari mendekap tangis, seperti karnaval kematian dalam
cerita purba
Rumah tempat kau
singgah pun tinggal kenangan dalam hening bisu, dalam sepi rindu, dalam duka
sedu sedan yang mengantarkan airmata ke pelaminan yang rebah
2018
WAKTU YANG MELELEH
PADA JAM
— the persistence of memory: salvador dali
jam di
kanvas meleleh
menggeser dan menantang angin
bagai retina embrionya yang manis
siang memburu malam. lalu siang lagi
aroma
hujan tiba-tiba menguap
suara saksofon menyelinap di telinga tua dan
pohon-pohon tua basah bagai rambut
penuh uban
mesin
waktu berkedip-kedip
di pertengahan bulan september
nun jauh antara tiang penyangga berdebu
seorang ibu menangkap takdir
kelahiranku
pinggir
ranjang mulai berkarat
terbatuk-batuk
menatap ke luar jendela
gerimis semakin sunyi
jam berdenting nyaring
agar tak lupa, katamu
2017
PERJALANAN WAKTU
aku
menyusuri setiap liku
di mihrab mengutip-ngutip waktu
aku
masuki setiap ruang
di liang zikir membilang waktu
aku
menyisir setiap tepi
di sisi waktu tunduk menunaikan sebuah janji
aku
mendulang setiap rindu
fana tubuhku, jika waktu pulang pada-Mu
2018
IMAJI TERATAI DI
KANVAS
— lukisan teratai: claude monet
[
IMAJI TERATAI ]
:
setangkai teratai berdenting
bunganya
mengapung
di telaga air mata yang tumpah
sunyi
tersisa
hanya detak jantungku
memukul langit
[ DI
KANVAS ]
Teratai
sunyi
tumbuh dan jatuh bergantian
2017/2018
SEPENGGAL USIA YANG TERTINGGAL
[SEPENGGAL
USIA]
“Simpan mimpimu di sini” katamu
Kenapa mesti cinta dan rindu
Membuat lupa
Seperti purba Adam dan Hawa
Mematuk sepi mengamuk sunyi
Jatuh dari pohon qoldi
Maka
biarkanlah
Perjalanan ini membesarkan
Ikan-ikan sunyi dalam rabuku
Ketika usia tinggal sayap
Di ranjang mimpi
Sebuah rumah sunyi
“Selamat tinggal”
Di otakku
[YANG
TERTINGGAL]
Hanya napasmu
Menggeliat menyentuh jantungku
Terkapar di jala waktu
2017/2019
TELAH KUSERU
Telah kuseru hatiku di
pohon hayat
memukau segala punca batu dan debu
Aku tubuh yang membasuh
waktu
luluh karena isak terisak
kembara purba Habil dan Qabil
Telah kubaca al-ma’un
cintaku tenggelam memecah gelombang
menyisir sunyi yang fana
Air mata mencari sunyi
sebelum air diam
di pelupuk bunga
Semua kembali lindap bila
ayat-ayat
berdegup memukul jantungku
begitu utuh begitu gemuruh
Air mata menganak pinak
mencari muara
menangis pilu
mungkin bebal, mungkin bengal, mungkin kesal
memuji tak pandai,
bersyukur tak pandai
tangan menadah tak sampai
menepis tak gapai
Telah
kubaca al-‘asr
menjelang senja
bayang-bayangku menggelepar
di stasiun waktu merindu dekap
doa purba dalam makna bercinta
2018
INGIN SENDIRI DALAM HUJAN
ingin sendiri dalam hujan
mencumbu luka
tertusuk duri mawarmu
ingin sendiri dalam hujan
mencecah gigil
dingin air cintamu
ingin sendiri dalam hujan sembunyi
di cindai
pelangimu
2020
ZIARAH
Ceritakan lagi
padaku, ibu. Tentang tanah kelahiran dalam ribuan babak yang mendedah
kehancuran dari pekatnya pedih yang harus bertarung dalam sekepal rindu. Bukan
lagi sejarah yang kau baca dari bau amis yang melekat di hidungmu, tempat kau berjanji
di gurun lumpur dan puing-puing berserakan yang meminta dilabuhkan
Duhai, tangisan
telah ditabalkan oleh sang waktu. Memutuskan genggaman sapa oleh hempasan tubuh
yang pecah berkecai tersadai di pantai, hingga pada setiap pertemuan terucap
kata: selamat tinggal
Apa lagi yang hendak
kita lakonkan, kita telah memulai ritual kematian pada hempasan tanah serta
mengecup airmata sunyi disetiap luka yang membelah malam sepi penuh tanda
tanya. Mengapa badai mengisyaratkan amuknya
Ceritakan lagi
padaku, ibu. Duka yang datang tiba-tiba, mendekap i’tikaf bisu dan menggali
ribuan kubur tanpa talkin dan batu nisan di taman arwah.
Oh, ibu. Aku datang
berziarah ke hatimu. Ya, ke hatimu
2018
MENUJU
SURGA
gaunmu
tersangkut ranting
berkibar ke surga
berkali-kali
bulan membelai
gincumu yang memekarkan mawar rindu
sejenak
saja pada epitaf batu
tanganku memainkan warna pada sudut matamu
diam
karena fitrah perempuanku
jadi air atau angin, sehabis bercinta
mari
membangun surga, katamu
angin yang basah membawa salju ke mataku
seekor
kupu-kupu tersulam di sudut gaunmu
dekat dengan hempasan napasku
2019
BACALAH
Nota:
1
:
Baca
Membaca dibaca
Balik membalik kitab
Al-qalam seluruh rahasia
Tertulis segala makna
Iqra’ alam semesta
Langit dibentang
Bumi terhampar
Segala nyata
Tujuh lapis
Berlapis-lapis
Gunung-gunung memaku bumi
Akar-akar erat memegang
Daun melambai-lambai
Burung segala burung
Ada tersirat dan
Tersurat
Nota:
2
:
Baca
Membaca dibaca
Balik membalik kitab
Penuntun jalan ke mihrab
Al-qalam tuntun menuntun
Risalah riwayat para Nabi
Rasul pilihan. Insan kamil
Angka genab angka ganjil
Patut diturut
Baca Baca Bacalah
Dengan nama Tuhanmu
Ada tersirat
Ada tersurat
Kitab Maha Kitab
Risalah
Hidup dan matimu
Nota:
3
:
Baca
Membaca dibaca
Penghulu segala kitab
Alif Lam Miim
Segala manusia tunduk ke bumi
Kuasa Allah
Assalamualaikum
Yang halus imbang
Yang gemerincing nyaring
Kembali ke asal muasal
Setetes air jadi darah jadi daging
Bacalah. Bacalah. Bacalah
Pintu terdedah, angin mendesah
Menyambung usia
Pohon berdiri, gunung berdiri
Hu Allah tetap terbuka
Nota:
4
:
Baca
Membaca dibaca
Ringan lidah untuk bicara
Isa anak Maryam Rasul pilihan
Untuk Tuhan, alam dan insan
Nur Muhammad akhirul zaman
Singkap tabir patut dipatuti
Basahkan bibir oleh zikir
Al-qalam sekebun Alif Lam Ra
Jejak risalah sejuk ke kalbu
Al-fatihah dirahmati Allah
Jalan lurus ke sungai tafsir
Ibadah dan tafakur
Hilangkan
Takabur
Nota:
5
:
Baca
Membaca dibaca
Yaasiin
Al-Quran penuh hikmah
Di jalan yang lurus
Langit dan bumi
Kun faya kun
Jadilah
Diriku rohku
Bernama manusia
Pada satu janji
Iktikaf
Ke padang cinta
Ke bunga hayat
Yang bernama tanah
Segumpal cairan
Nutfah – alaqah – mudgah
Dalam kesempurnaan-Nya
Nota:
6
:
Baca
Membaca dibaca
Tujuh lapis langit
Tujuh lapis bumi
Demi buah tin dan zaitun
Demi waktu
Sesungguhnya manusia itu merugi
Jika sesat di laut lepas
Hilang kompas
Timbul tenggelam
Di pantai insaf
Kemana diri
Sebagai hamba?
Segala amanat
Segala wasiat
Ke ujung hayat
Nota:
7
:
Baca
Membaca dibaca
Malam seribu bulan
Orang-orang mengaji
Kadang al-fatihah pun jadi
2018
TENTANG HAFNEY MAULANA
Hafney Maulana, lahir di Sungai Luar, Kab. Indragiri
Hilir, Riau. Karya puisinya telah dimuat
diberbagai media massa daerah maupun nasional dan berbagai antologi antara
lain: Antologi Puisi Penyair Abad 21
(Balai Pustaka, Jakarta 1996), Antologi Puisi Indonesia 1997 (KSI dan Angkasa
Bandung, 1997), Amsal sebuah Patung (Yayasan Gunungan, Yogyakarta, 1997),
Antologi Puisi Makam (pusat Pengkajian Bahasa dan Kebudayaan Melayu,Universitas
Riau, Pekanbaru 1999), Antologi Puisi Jazirah Luka (Unri Pres, Pekanbaru 1999),
Air Mata 1824 (Yayasan Pusaka Riau, Pekanbaru 2000), Resonansi Indonesia –
Puisi dua bahasa Indonesia dan Mandarin (KSI, Jakarta 2000), Asia Throug Asian
Eyes (CD-ROOM, Currikulum Corporation, Australia 2001), Dari Raja Ali Haji Ke
Indragiri ( Panggung Melayu, Jakarta
2008 ), Melautkan Aksara Dalam Perahu Kata (Dinas Kebudayaan Kesenian dan
Pariwisata Propensi Riau, 2005), Menjaring Cakrawala (Komunikasi Puitik Dunia
Maya: Penerbit Wahana Jaya Abadi, Bandung 2010), Akulah Musi (Antologi Puisi
Pertemuan Penyair Nusantara. V, Palembang, 2011), Antologi Serumpun ( Dinas Kebudayaan Kesenian
dan Pariwisata Propensi Riau, 2012), Sauk Seloko (Bunga Rampai Puisi Pertemuan
Penyair Nusantara VI) Jambi 2012, Antologi Puisi Dua Bahasa enam Negara
“Secangkir Kopi” (The Gayo Institute
Aceh, 2013), Antologi Puisi “Serumpun” bersama penyair Brunai
Darussalam, Malaysia, Indonesia, Singapura (Yayasan Panggung Melayu, 2015),
Antologi Sonian Tiga Negara “Ombak Biru Semenanjung” (Kosa Kata Kita, Jakarta,
2016) The Universe Haiku Semesta (Pustaka Haikuku, 2016), 1000 Haiku Indonesia
(Kosa Kata Kita, 2017), Antologi Puisi “Ayah Bangsa” (Rose Book, 2017),
Antologi Puisi “Api” (Majalah Sastra Maya, 2017), Antologi Puisi Keempat
“Kultur” (Sahabat Rose Book, 2018), Antologi Puisi Kebangsaan “Celoteh di Bawah
Bendera” (Perkumpulan Rumah Seni Asnur, 2018), 1000 Haiku Indonesia Musim ke-4
(Kosa Kata Kita, 2018), Antologi Puisi 101 Penyair Nusantara “Marhaban Ya
Ramadhan” (Perkumpulan Rumah Seni Asnur, 2018), 999 Sehimpun Puisi Penyair Riau
(Sagang, 2018), Antologi Puisi Guru / Gerakan Akbar 1000 Guru Asean Menulis
Puisi (Rumah Seni Asnur, 2018) dan puluhan antologi puisi lainnya.
Kumpulan Puisi tunggalnya terkumpul dalam:
Ijab Kabul Pengantin ( 2012), 100 Sonian “Hujan Dini Hari” ( 2016),
Nikah Hari (2016), “Memetik Cahaya” (2017)
Menerima Anugerah Pemangku Seni Tradisional bidang Sastra dari Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Riau, tahun 2014.
Pemenang Puisi Terbaik dalam Antologi 1000 Puisi Guru Asean, 2018.
Sekarang menetap di Tembilahan, Riau sebagai Pengawas Madrasah di lingkungan
Kementerian Agama Kab. Indragiri Hilir, Riau.
CATATAN LAIN
Dalam kata pengantarnya Hafney Maulana menulis: Bismillahirrahmanirrahim, aku
hanyalah seorang penjelujur kata yang menyambungnya dengan gapaiku. Kadang
meminjam kicau murai, kadang semedi dengan cahaya, gelut bergelut dengan rasa. Aku
menyapa, menjerit dan tiba-tiba diam.
Halaman kulit belakang tertulis Endorsement:
“Hafney Maulana, penyair yang menjadikan
“diam” sebagai media perenungan – dan “diam” sebagai ungkapan yang memerlukan
perenungan – diamnya; “diam-diam memendam pendam yang tak bisa diredam” –
mengidam ungkapan kalam menterjemah alam menjadikan perihal kelam temaram
mengundang dan mengandung faham.
Kembara batin pengilhaman dari ruang waktu
masa lalu menjadikan kenang tetap segar untuk diperbincang bagi pemerhati di
jalan sepi lalu pembaca dibawa berjalan seiring menjelajah simbol makna dari
untaian kata yang terkesan singkat, hemat; namun cermat. Tetapi di petak kotak
yang lainnya pula; “aku lyrik” terpantau sebagai pelakon “atlas” yang mengusung
dunianya sendiri dan kita ada di dalamnya bercengkrama tentang harapan sebagai
para pencinta.”
(SPN.
G.P. Ade Darmawi, Budayawan, Tokoh
Teater, Riau)
Terimakasih telah membaca di Piool.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.