Narasumber: Sugiarti, S.Si
(Pengarang dan Pegiat Literasi yang memiliki nama pena Nafi’ah al-Ma’rab)
Pertanyaan:
Bagaimana seharusnya peran komunitas untuk menggerakkan literasi di era sekarang ini?
Jawab:
Komunitas merupakan bagian dari Gerakan Literasi Masyarakat (GLM) yang hadir sebagai patner pemerintah untuk mewujudkan kehidupan berliterasi yang lebih baik di masyarakat. Komunitas itu terus bergerak dengan segala cara dan suasana.
Ia bergerak menyentuh berbagai lapisan dan kalangan di masyarakat, termasuk keluarga.
Gerak literasi yang dilakukan oleh komunitas juga mengacu pada kecakapan abad 21 (Comunication, Collaboratif, Critical of Thingking dan Creative).
Komunitas harus bergerak dengan itu semua. Peran kolaboratif dengan pemerintah dan swasta harus dimainkan. Demikian juga iklim kehidupan yang kritis dan kreatif ditunjukkan dengan pemahaman literasi yang baik.
Pertanyaan:
Bila dihubungkan dengan perkembangan revolusi industri 4.0, bagaimana seharusnya literasi ini digiatkan di Riau?
Jawab:
Tidak bisa kita pungkiri, pengaruh perkembangan teknologi memang berdampak serius bagi pegiat literasi.
Artinya kita harus peka dengan perkembangan zaman. Di masa dulu trend mengirim karya ke media cetak misalnya, itu masih sangat populer, tetapi saat ini sudah sedikit sekali kita lihat di Riau.
Apalagi yang memberikan apresiasi pada penulis. Bahkan bagaiman cara kita mengkampanyekan literasi di Riau ini juga sudah mengalami perubahan. Di tahun 2000-an dulu, kita di kampus sangat sering ya mengadakan diskusi di bawah pohon, forum-forum bedah buku yang ramai pengunjungnya.
Tetapi cara itu sekarang sudah tidak diminati anak milineal. Mereka lebih senang menikmati literasi dari gadgetnya, menulis di wattpad dan sejenisnya.
Jadi sebagai pegiat kita juga harus ikut perkembangan ini. Kita perlu menguasai literasi digital yang memang menjadi zamannya generasi milenial, z dan alfa. Jadi pegiat literasi tidak boleh gaptek.
Pertanyaan:
Anda berasal dari Forum Lingkar Pena, apa dan seperti apa kiprah komunitas Anda untuk literasi di Riau?
Jawab:
Forum Lingkar Pena itu memiliki kepengurusan hampir di seluruh provinsi di Indonesia bahkan di negara-negara luar seperti Jepang, Turki, Mesir, Hongkong, Malaysia, Singapura, Arab Saudi, Amerika dan Yaman dan sebagainya. Forum ini berusaha membangun jaringan yang kuat untuk mendukung gerakan literasi yang digalakkan pemerintah.
FLP ini sudah lama berdiri sejak tahun 1997, sebelum GLN digaungkan. Dan kita di Riau itu sudah ada sejak tahun 2005.
FLP fokus geraknya pada literasi baca tulis. Selain kita mengkader penulis, kita juga membangun tradisi literasi di lingkungan kita.
Di kepengurusan FLP Riau kita banyak program. Ada Rumah Prosa, semacam Taman Baca masyarakat yang aktif membina literasi anak-anak di Pekanbaru, ada sekolah menulis semacam pelatihan untuk kalangan umum, siswa dan guru.
Ada juga program Hitam Putih Karya Indonesia. Ini semacam tradisi diskusi buku, karya dan sejenisnya yang rutin kita adakan setiap pekan.
Jadi kita banyak program untuk kaderisasi penulis dan pegiat literasi.
Seperti pelatihan, upgrading, pembinaan karya dan sejenisnya.
FLP Riau juga berkolaborasi dengan instansi pemerintah seperti Dinas Perpustakaan Kota dan Provinsi, kita ada program pelatihan rutin untuk siswa.
Selain itu kita juga bekerja sama dengan lembaga-lembaga sosial seperti Inisiasi Zakat Indonesia, Rumah Zakat dan Swadaya Ummah untuk program-program literasi. Sebelum ini kita juga punya program kerjasama pembinaan liteasi untuk tahanan di Lapas 2B Pekanbaru.
Termasuk juga Balai Bahasa menjadi pihak yang sangat serius mendukung geliat program komunitas.
Kerjasama lain kita dengan beberapa sekolah. Kerjasama pembinaan Gerakan Literasi sedang kami lakukan sekarang di SMK Labor Pekanbaru. Dan sebelum ini juga di beberapa sekolah swasta di Pekanbaru.
Pertanyaan:
Selain Literasi Baca Tulis, literasi apalagi yang sudah dilakukan di FLP?
Jawab:
Anggota FLP itu hampir 80% generasi milenial, jadi selain literasi baca tulis kita juga masuk ke ranah Literasi Digital.
Di FLP kita punya namanya divisi karya digital. Teman-teman yang mengisi divisi ini bukan cuma cakap dalam menulis karya tertulis tetapi juga sudah menggarap film-film dari hasil transformasi karya tulis.
Teman-teman sudah membuat berbagai video pendek tentang literasi, film pendek yang diangkat dari cerita pendek anggota FLP. Jadi semuanya dikerjakan di FLP, mulai dari menulis cerpennya, scriptnya, sampai sutradara dan artisnya. Kita punya tim yang siap untuk itu.
Desain grafis juga ya, bagaimana membuat konten-konten literasi digital yang menarik kalangan milenial. Bahkan penulis kita sudah ada yang menjadi penulis skenario untuk tayangan anak di MNC TV.
Selain itu kita juga ada blogger. Blogger FLP ini kepengurusannya dari tingkat pusat hingga provinsi.
Bedanya blogger di FLP itu kita tidak hanya menekankan pada hal-hal yang sifatnya deal-deal keuntungan bisnis ya, kalau itu sifatnya pribadi. Tetapi blogger FLP ini diharapkan menjadi buzzer sosial untuk mendukung program FLP dan gerakan literasi secara umum.
Pertanyaan:
Sebagai pegiat literasi apa sih tantangan terberatnya menggerakkan literasi di Riau?
Jawab:
Saya katakan tantangan terbesar kita bergerak itu motivasi dan pengetahuan. Barangkali orang sering bilang kalau masalah klasik komunitas itu soal dana.
Ya, itu memang masalah kalau kita jadikan masalah. Tapi kalau kita punya motivasi dan pengetahuan yang memadai untuk bergerak, semua insya Allah ada jalan.
Kita di komunitas misalnya kalau mau buat acara, itu semuanya dari kita.
Dana dari kita, yang mengerjakan kita dan kadang-kadang pesertanya itu hanya kita. Dari ketiga masalah ini yang paling menyedihkan itu kalau pesertanya hanya kita. Artinya respon orang untuk menyambut ajakan tradisi literasi ini sangat minim.
Saya katakan, dunia literasi itu sebelum pemerintah heboh-heboh dengan GLN dan GLS, itu dunia yang sepi. Sekarang ini kita sudah merasa agak ramai karena ada patner seperti Balai Bahasa dan dinas-dinas lain. Hal yang membuat saya gelisah selama ini dalam menggiatkan literasi di Riau adalah begini:
Kecenderungan orang untuk menyambut literasi ini sebagai trend itu lebih tinggi dibandingkan dengan menjadikannya sebagai tradisi. Contohnya begini: kita bikin kegiatan seleksi penulisan karya untuk dibukukan, atau pelatihan penulisan naskah misalnya, itu pesertanya banyak dan antusias. Tetapi ketika kita mengadakan kegiatan diskusi buku, kajian dan sejenisnya ini hanya itu-itu saja yang datang.
Jadi saya khawatir orang ketika ngomongin literasi misalnya, itu pikirannya cuma bagaimana biar bisa jadi penulis, bagaimana terkenal dan sejenis itulah. Sementara tradisi literasi itu sendiri yang dibangun dari budaya membaca, diskusi dan kritis ini dilupakan.
Terimakasih telah membaca di Piool.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.