Dalam banyak kesempatan, Warren Buffett (WB)
dan juga Lo Kheng Hong (LKH) sering menyebut bahwa mereka tidak membeli saham-saham
IPO, melainkan hanya membeli saham yang diperdagangkan di pasar saja. Khusus
untuk LKH, sebenarnya beliau pernah satu kali ikut beli saham IPO pada awal
kariernya sebagai investor di tahun 1990-an, tapi hasilnya rugi dan setelah itu
ia tidak pernah ikut IPO lagi.
***
Ebook
Market Planning edisi Agustus 2023 yang berisi analisis IHSG, rekomendasi saham, info
jual beli saham, dan update strategi investasi bulanan sudah terbit. Anda
bisa memperolehnya disini, gratis info jual beli saham,
dan tanya jawab saham/konsultasi portofolio untuk member.
***
Dan penulis sendiri sebagai value investor
juga sama: Kami di Avere Investama tidak pernah beli saham IPO, bahkan meski
ditawari oleh pihak sekuritas (jika sekuritas anda menjadi penjamin emisi
sebuah IPO, maka anda sebagai nasabahnya biasanya akan ditawari untuk ikut beli). Lalu apa
alasannya? Nah, jika anda baca-baca konten/tulisan di internet, maka WB dan LKH
punya alasan mereka masing-masing, yang boleh dibilang simpang siur karena
biasanya kontennya dibuat oleh pihak ketiga, bukan oleh mereka sendiri. Jadi
biar penulis sampaikan alasan versi penulis: Dalam value investing, seperti
yang sudah sering saya sampaikan, kita hanya membeli saham yang memenuhi tiga
kriteria berikut, yakni 1. Kinerja fundamentalnya bagus, 2. Prospek kedepannya
cerah, 3. Valuasinya murah. Jadi jika ada saham yang hanya memenuhi satu
atau dua dari tiga kriteria tersebut, atau lebih buruk lagi tidak memenuhi
satupun kriteria di atas, maka kami tidak akan membelinya. Dan demikian pula jika
saham yang kami pegang suatu hari nanti tidak lagi memenuhi salah satu atau semua kriteria
di atas, misalnya karena harganya naik tinggi hingga valuasinya tidak lagi
murah, maka saat itulah kita akan menjualnya.
Nah, kembali ke saham IPO: Sebenarnya, tidak
semua saham IPO itu berkinerja fundamental buruk seperti misalnya Goto
Gojek Tokopedia (GOTO) yang perusahaannya rugi terus menerus, melainkan ada
juga yang fundamentalnya bagus/perusahaannya untung besar seperti Cat
Avian (AVIA), dan demikian pula prospek kedepannya cerah. Namun entah itu
kinerjanya bagus atau jelek, atau prospek kedepannya cerah atau suram, tapi
saham IPO hampir selalu dijual pada valuasi tinggi/harga mahal, paling
mudah bisa dilihat dari PBV-nya yang mencapai 2 – 3 kali, atau lebih tinggi
lagi. Sedangkan seperti disebut di atas, dalam value investing, kinerja bagus
dan prospek cerah saja tidak cukup, melainkan valuasi sahamnya juga harus
murah.
Ini saham bagus sebenarnya, tapi toh turun juga. |
Lalu kenapa kok harga saham IPO rata-rata
mahal? Ya sekarang coba posisikan anda sebagai pemilik perusahaan: Dengan melantainya
perusahaan anda di bursa sebagai perusahaan Tbk, maka anda kedepannya harus
rutin merilis laporan keuangan, laporan tahunan, menggelar rapat umum pemegang saham (RUPS), public expose dll yang sebelumnya
tidak perlu anda kerjakan. Sehingga,
kecuali jika anda bisa untung sebesar-besarnya dari IPO, yakni dengan cara melepas
sesedikit mungkin saham ke investor publik (menurut peraturan bursa, minimalnya
boleh hanya 7.5% saja dari total saham beredar) tapi pada
harga jual yang setinggi-tingginya, maka anda tentu tidak akan mau melakukan
itu semua bukan?
Karena itulah, dalam proses IPO terdapat
pihak ketiga yang disebut penjamin emisi, yang memastikan bahwa pihak
pemilik perusahaan akan menerima dana sekian dari investor publik. Penjamin emisi
inilah yang kemudian mengerjakan hitung-hitungan terkait seberapa besar nilai
maksimal IPO-nya, dimana jika ketemu angkanya misalnya sekian triliun Rupiah,
dan si pemilik perusahaan setuju dengan angka tersebut, maka barulah
perusahaannya akan IPO. Kata kuncinya adalah, ketika pemilik perusahaan bisa
memperoleh keuntungan maksimal dengan cara menjual sahamnya pada harga/valuasi
setinggi mungkin, tak peduli investor publik yang ikut IPO-nya akan ikut untung
atau tidak (jika sahamnya naik maka investor publik untung, tapi jika turun
maka investor publik rugi), maka barulah perusahaannya akan IPO.
Pada praktiknya, karena sekarang ini sangat
mudah bagi perusahaan apapun untuk IPO, maka ada banyak pemilik perusahaan yang
sengaja meng-IPO-kan perusahaannya, lalu terima duit sekian, tapi setelah itu
perusahaannya diterlantarkan begitu saja (gak merilis laporan keuangan, gak menggelar
RUPS, dst), hingga akhirnya sahamnya disuspen dan akhirnya delisting/dikeluarkan
dari bursa. Contohnya PT Envy Technologies (ENVY) yang baru IPO tahun
2019 lalu, tapi pada tahun 2020-nya perusahaannya sudah bermasalah (terlambat rilis laporan
keuangan) dan alhasil sahamnya disuspen, dan akhirnya delisting. Dalam hal ini
yang dirugikan tidak hanya investor yang beli IPO-nya, tapi juga yang
beli saham ENVY di pasar. Dan ini belum termasuk saham-saham IPO yang tidak
sampai disuspen, tapi harganya tanpa ampun anjlok ke Rp50/gocap, sehingga
lagi-lagi merugikan investor. Contohnya ZATA, BEBS, IPPE, WMUU, KBAG, REAL, dan masih banyak
lagi.
Okay Pak Teguh. Tapi jika benar saham-saham
IPO itu mahal/tidak layak investasi dari sudut pandang value investing, lalu
kenapa ketika ada perusahaan IPO, apalagi jika nilai IPO-nya besar/sekian
triliun Rupiah, maka beritanya ramai dimana-mana dan sahamnya direkomendasikan
oleh banyak orang? Contohnya dulu ramai IPO Bukalapak
(BUKA), GOTO, Pertamina
Geothermal (PGEO), Mitratel
(MTEL), Trimegah Bangun Persada (NCKL), Merdeka Battery Minerals (MBMA),
hingga Amman Mineral International (AMMN)? Well, alasannya sangat sederhana:
Ketika perusahaan IPO, maka pemilik perusahaan bersama-sama dengan penjamin
emisi akan berusaha menjual sekian miliar lembar saham baru yang diterbitkan ke
investor publik. Dan namanya orang jualan, normalnya mereka akan promosi bukan?
Atau kalau sekarang istilahnya pompom,
biasanya memang melalui tulisan-tulisan berita di media (yang bercerita bahwa
prospek sahamnya cerah bla bla bla), atau bekerjasama dengan analis serta
influencer media sosial. Dan dari pihak perusahaan biasanya memang sudah
menganggarkan dana untuk keperluan promosi tersebut, dimana semakin besar nilai IPO-nya maka semakin besar pula anggaran promosinya, dan itulah kenapa saham dengan nilai IPO jumbo biasanya dipompom habis-habisan di medsos dan grup-grup. Contohnya, tahukah
anda bahwa ketika Bukalapak terima dana Rp21.9 triliun dari investor publik
dari hajatan IPO-nya di tahun 2021 lalu, maka biaya IPO-nya itu sendiri
termasuk untuk ‘promosi’ itu tadi mencapai lebih dari Rp500 miliar? Dengan anggaran sebesar itu maka tentu saja IPO Bukalapak dulu viral dibicarakan dimana-mana, karena
memang promosinya sangat massive sekali.
Dan masalahnya investor publik sangat mudah untuk ‘digiring’
seperti itu, karena mereka mayoritas gak bisa (atau gak mau/malas) baca laporan
keuangan, atau baca prospektus, termasuk tidak mengerti cara menghitung valuasi saham (sehingga tidak
tahu sebuah saham mahal atau tidak, padahal sebenarnya cara
menghitungnya sangat sederhana). Jadi ketika sebuah saham IPO ramai dibicarakan, maka mereka penasaran lalu beli sahamnya. Dan ketika
beberapa waktu kemudian sahamnya turun, maka mereka kemudian rugi berjamaah.
Baik Pak Teguh, jadi apakah saham-saham IPO
ini tidak ada yang layak investasi, sama sekali? Nah, seperti disebut di atas,
tidak semua saham IPO itu jelek melainkan ada juga yang fundamentalnya bagus,
tapi biasanya valuasinya mahal. Maka di Avere
Investama, inilah yang kami lakukan: Kami tidak pernah ikut IPO tidak
peduli se-viral apapun sahamnya dibicarakan di internet, dan tidak peduli meski semua analis/influencer merekomendasikan sahamnya. Namun ketika sebuah
perusahaan sudah IPO dan sahamnya juga sudah diperdagangkan di publik,
maka baru kita lihat lagi perkembangannya. Jika pada satu waktu saham yang
sudah IPO tersebut: 1. Membukukan kinerja laporan keuangan yang bagus/labanya
besar, 2. Prospek kedepannya cerah, 3. Valuasi sahamnya murah, maka mungkin kami sendiri akan beli. Contohnya? PT Kencana
Energi Lestari (KEEN) yang IPO pada tahun 2019 lalu, namun barulah pada
tahun 2023 ini penulis menilai sahamnya bagus dan layak investasi. Anda bisa
baca lagi ulasannya
disini. Dan anda juga bisa lihat bahwa tidak semua saham IPO ujung-ujungnya turun/mati di gocap, tapi ada juga yang naik dan memberikan keuntungan bagi investor publik.
Sehingga kami para value investor bukannya
tidak beli saham IPO sama sekali, tapi biasanya kami belinya di pasar setelah sahamnya
itu sendiri diperdagangkan di bursa, jadi bukan ikut pas proses IPO-nya. Dan
Alhamdulillah selama ini hasil profit
penulis sendiri so far so good, termasuk anda sendiri tentu sudah
mendengar berita bahwa Pak Lo
Kheng Hong cuan dari saham ini dan itu, yang semuanya bukan saham IPO. Nah,
jadi apakah anda sekarang masih penasaran dengan saham-saham IPO yang ramai
dibicarakan itu?
Untuk artikel minggu depan kita akan bahas prospek PT Pertamina Hulu Energi, banyak yang request soalnya.
***
Ebook
Market Planning edisi Agustus 2023 yang berisi analisis IHSG, rekomendasi saham, info
jual beli saham, dan update strategi investasi bulanan sudah terbit. Anda
bisa memperolehnya disini, gratis info jual beli saham,
dan tanya jawab saham/konsultasi portofolio untuk member.
Dapatkan postingan terbaru dari blog ini via email. Masukkan alamat email anda di kotak dibawah ini, lalu klik subscribe
Terimakasih telah membaca di Piool.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.