Beberapa waktu ini saya sempat mengamati profil
sosmed rekan-rekan sejawat yang berpraktik di dunia arsitektur. Rata-rata mereka
menyantumkan profil sebagai ‘architectural designer’ dan ada juga yang
menambahkan profesi ‘arsitek’.
sosmed rekan-rekan sejawat yang berpraktik di dunia arsitektur. Rata-rata mereka
menyantumkan profil sebagai ‘architectural designer’ dan ada juga yang
menambahkan profesi ‘arsitek’.
Sepengetahuan saya secara umum architectural
designer dan arsitek itu berbeda dari sisi status profesinya. Architectural
designer sifatnya ‘lepas’ tidak terikat, sementara arsitek adalah profesi resmi
yang terikat dengan lembaga atau asosiasi. Ini mengandung maksud orang tidak
boleh menyebut atau disebut dirinya sebagai arsitek tanpa dirinya diakui oleh
asosiasi profesinya. Kalau kita cek status profil di sosmed – sebutlah
instagram, tidak tersedia pilihan arsitek/architect tapi hanya ‘architectural
designer’.
designer dan arsitek itu berbeda dari sisi status profesinya. Architectural
designer sifatnya ‘lepas’ tidak terikat, sementara arsitek adalah profesi resmi
yang terikat dengan lembaga atau asosiasi. Ini mengandung maksud orang tidak
boleh menyebut atau disebut dirinya sebagai arsitek tanpa dirinya diakui oleh
asosiasi profesinya. Kalau kita cek status profil di sosmed – sebutlah
instagram, tidak tersedia pilihan arsitek/architect tapi hanya ‘architectural
designer’.
Menurut saya ini alasan kenapa rekan sejawat
yang sebenarnya sah oleh IAI disebut arsitek tetap memilih option architectural
designer (lalu menambahkan ‘arsitek’ sendiri), karena mungkin instagram pun berhati-hati
agar penggunanya tidak terjebak oleh klaim profesi yang dilindungi asosiasi
tertentu.
yang sebenarnya sah oleh IAI disebut arsitek tetap memilih option architectural
designer (lalu menambahkan ‘arsitek’ sendiri), karena mungkin instagram pun berhati-hati
agar penggunanya tidak terjebak oleh klaim profesi yang dilindungi asosiasi
tertentu.
John Pawson is NOT an architect, what a heck!
Berbicara tentang kehati-hatian (yang bagi saya
agak merisaukan), saya teringat artikel di situs majalah online Dezeen tahun
2013 yang memberitakan kalau mereka telah ditegur – dalam artikelnya sendiri disebut
‘diultimatum’ – oleh badan registrasi arsitek Inggris (ARB). Teguran berupa
surat itu ditujukan ke Dezeen karena artikelnya yang berjudul ‘St Moritz Church by John Pawson’, menyebutkan Pawson sebagai ‘british architect’. Surat itu
menekankan bahwa Pawson meskipun telah dikenal secara internasional dengan
arsitektur minimalisnya, ia bukan arsitek terdaftar dan karena itu tidak dibolehkan
menggunakan titel (architect) tersebut.
agak merisaukan), saya teringat artikel di situs majalah online Dezeen tahun
2013 yang memberitakan kalau mereka telah ditegur – dalam artikelnya sendiri disebut
‘diultimatum’ – oleh badan registrasi arsitek Inggris (ARB). Teguran berupa
surat itu ditujukan ke Dezeen karena artikelnya yang berjudul ‘St Moritz Church by John Pawson’, menyebutkan Pawson sebagai ‘british architect’. Surat itu
menekankan bahwa Pawson meskipun telah dikenal secara internasional dengan
arsitektur minimalisnya, ia bukan arsitek terdaftar dan karena itu tidak dibolehkan
menggunakan titel (architect) tersebut.
Pihak ARB meminta Dezeen untuk menarik
penulisan ‘architect’ yang disematkan pada Pawson. Karena titel ‘architect’ dilindungi
dalam statuta ARB untuk kepentingan bisnis atau praktis. Sementara derivasi
dari ‘architect’ seperti ‘architectural’ dan ‘architecture’ tidak dilindungi
dalam statuta sehingga dapat menjadi alternatif. Menurut ARB pemakaian titel
arsitek di ranah publik hanya boleh untuk arsitek yang terdaftar resmi. Maka
dari itu mereka menyurati Dezeen karena artikelnya dibaca oleh ke publik.
penulisan ‘architect’ yang disematkan pada Pawson. Karena titel ‘architect’ dilindungi
dalam statuta ARB untuk kepentingan bisnis atau praktis. Sementara derivasi
dari ‘architect’ seperti ‘architectural’ dan ‘architecture’ tidak dilindungi
dalam statuta sehingga dapat menjadi alternatif. Menurut ARB pemakaian titel
arsitek di ranah publik hanya boleh untuk arsitek yang terdaftar resmi. Maka
dari itu mereka menyurati Dezeen karena artikelnya dibaca oleh ke publik.
Pawson sendiri sampai sekarang tidak pernah
mendaftarkan dirinya sebagai arsitek di ARB, meskipun berpraktik di dunia
arsitektur sebagai arsitek. Bingungi ya? Salah satu sebabnya karena Pawson
tidak menyelesaikan tahun-tahun pendidikan arsitekturnya di Architectural
Association (AA) London. Sepertinya ini salah satu syarat dalam statuta ARB
untuk menjadi arsitek terdaftar (yang tampaknya syarat ini diikuti juga oleh
IAI). Tapi bagaimanapun semua orang di luar menyebutnya sebagai arsitek, tidak
perduli ia arsitek terdaftar atau tidak. Coba saja tanya kliennya.
mendaftarkan dirinya sebagai arsitek di ARB, meskipun berpraktik di dunia
arsitektur sebagai arsitek. Bingungi ya? Salah satu sebabnya karena Pawson
tidak menyelesaikan tahun-tahun pendidikan arsitekturnya di Architectural
Association (AA) London. Sepertinya ini salah satu syarat dalam statuta ARB
untuk menjadi arsitek terdaftar (yang tampaknya syarat ini diikuti juga oleh
IAI). Tapi bagaimanapun semua orang di luar menyebutnya sebagai arsitek, tidak
perduli ia arsitek terdaftar atau tidak. Coba saja tanya kliennya.
Dalam konteks ini selama Pawson maupun
publikasi berita yang menceritakan dirinya dan proyeknya tidak menyebut Pawson
sebagai arsitek, maka tidak ada masalah. Dalam wawancara Dezeen, ARB memberikan
alternatif penyebutan semisal ‘architectural consultant’ atau tambahan kata ‘architects’
(jamak) selama minimal ada satu orang arsitek yang bekerja di kantor Pawson
yang terdaftar di ARB. Ini menunjukkan Pawson tidak bekerja sendiri dengan mengatasnamakan
diri sebagai arsitek melainkan ada arsitek lain yang ikut membantunya di
kantor.
publikasi berita yang menceritakan dirinya dan proyeknya tidak menyebut Pawson
sebagai arsitek, maka tidak ada masalah. Dalam wawancara Dezeen, ARB memberikan
alternatif penyebutan semisal ‘architectural consultant’ atau tambahan kata ‘architects’
(jamak) selama minimal ada satu orang arsitek yang bekerja di kantor Pawson
yang terdaftar di ARB. Ini menunjukkan Pawson tidak bekerja sendiri dengan mengatasnamakan
diri sebagai arsitek melainkan ada arsitek lain yang ikut membantunya di
kantor.
Pathetic!
Dalam situs resminya, johnpawson.com, kita tidak
melihat ada kata ‘architect’ – yang mana tidak mungkin – ataupun kata ‘architects’
yang disematkan. Nama dari John Pawson adalah jiwa dan brand arsitektur itu sendiri.
Di Wikipedia Pawson disebut sebagai desainer. Sementara David Chiperfield
disebut arsitek. Ini menunjukkan dampak dari pernyataan statuta tersebut. Meskipun
perihal boleh tidaknya seorang disebut/menyebut dirinya sebagai arsitek, di
kepala sebagian orang terdengar mengherankan, menyebalkan dan terkesan
menggertak.
melihat ada kata ‘architect’ – yang mana tidak mungkin – ataupun kata ‘architects’
yang disematkan. Nama dari John Pawson adalah jiwa dan brand arsitektur itu sendiri.
Di Wikipedia Pawson disebut sebagai desainer. Sementara David Chiperfield
disebut arsitek. Ini menunjukkan dampak dari pernyataan statuta tersebut. Meskipun
perihal boleh tidaknya seorang disebut/menyebut dirinya sebagai arsitek, di
kepala sebagian orang terdengar mengherankan, menyebalkan dan terkesan
menggertak.
Tujuan dari asosiasi ini sebenarnya baik; untuk
melindungi praktik arsitektur dari orang-orang yang mengklaim sebagai arsitek
secara sepihak namun melakukan pekerjaan yang tidak jujur. Tapi ironinya
arsitek terdaftar itu pun hanya termotivasi untuk mendapatkan nilai proyek yang
lebih tinggi tapi belum tentu memiliki kemampuan untuk mengerjakannya. Yang
mengerjakannya justru ‘arsitek’ tidak
terdaftar yang tidak ‘diakui’ tapi memiliki kemampuan dari arsitek
terdaftar. Ini menyedihkan.
melindungi praktik arsitektur dari orang-orang yang mengklaim sebagai arsitek
secara sepihak namun melakukan pekerjaan yang tidak jujur. Tapi ironinya
arsitek terdaftar itu pun hanya termotivasi untuk mendapatkan nilai proyek yang
lebih tinggi tapi belum tentu memiliki kemampuan untuk mengerjakannya. Yang
mengerjakannya justru ‘arsitek’ tidak
terdaftar yang tidak ‘diakui’ tapi memiliki kemampuan dari arsitek
terdaftar. Ini menyedihkan.
Saya kira sebuah lembaga atau asosiasi tidak dapat
serta merta mencegah orang untuk mencari penghidupan, dalam hal ini arsitektur.
Selama dilakukan dengan cara yang benar dan jujur. Pada kenyataannya ‘arsitek’ yang
tidak terdaftar itu pun tetap menggunakan standar-standar yang digunakan
asosiasi profesi (setidaknya untuk melihat standar fee), atau peraturan pemerintah
yang berwenang atau standar bangunan yang diakui internasional dalam berpraktik.
Lembaga ini seperti cerita Pawson di atas hanya mengklaim nama profesi tersebut
– setidaknya hanya titel tertulis – tapi tidak menghalangi pekerjaan yang
dilakukan.
serta merta mencegah orang untuk mencari penghidupan, dalam hal ini arsitektur.
Selama dilakukan dengan cara yang benar dan jujur. Pada kenyataannya ‘arsitek’ yang
tidak terdaftar itu pun tetap menggunakan standar-standar yang digunakan
asosiasi profesi (setidaknya untuk melihat standar fee), atau peraturan pemerintah
yang berwenang atau standar bangunan yang diakui internasional dalam berpraktik.
Lembaga ini seperti cerita Pawson di atas hanya mengklaim nama profesi tersebut
– setidaknya hanya titel tertulis – tapi tidak menghalangi pekerjaan yang
dilakukan.
Adanya Asosiasi untuk Merangkul Atau
Memisahkan?
Memisahkan?
Selain Pawson masih banyak contoh arsitek yang
berada di luar asosiasi, sebutlah Frank Lloyd Wright, Le Corbusier, Tadao Ando.
Mereka semua tidak pernah sekolah formal di jurusan arsitektur, mereka belajar
mandiri sebagai arsitek (self-taught architect). Metode belajar mereka, rasa
ingin tahu mereka, berpikir kritis mereka, rekam catatan mereka seharusnya diadopsi dan digali secara yakin ke sekolah-sekolah arsitektur – tidak hanya tur-turnya
saja.
berada di luar asosiasi, sebutlah Frank Lloyd Wright, Le Corbusier, Tadao Ando.
Mereka semua tidak pernah sekolah formal di jurusan arsitektur, mereka belajar
mandiri sebagai arsitek (self-taught architect). Metode belajar mereka, rasa
ingin tahu mereka, berpikir kritis mereka, rekam catatan mereka seharusnya diadopsi dan digali secara yakin ke sekolah-sekolah arsitektur – tidak hanya tur-turnya
saja.
Menurut saya arsitek adalah cara pikir atau
cara pandang, dan sikap, bukan lalu direduksi hanya sebatas titel profesi. Peran
asosiasi ketimbang hanya mengurusi orang yang tidak berhak memakai titel arsitek,
lebih baik mengurusi studio/konsultan yang kurang adil menggaji pengawainya, studio
yang sembrono dalam mendesain, tidak mendongkrak kemajuan arsitektur, atau individu
yang hanya mengambil keuntungan meminjamkan surat keahliannya untuk suatu proyek
tapi tidak ikut terlibat!
cara pandang, dan sikap, bukan lalu direduksi hanya sebatas titel profesi. Peran
asosiasi ketimbang hanya mengurusi orang yang tidak berhak memakai titel arsitek,
lebih baik mengurusi studio/konsultan yang kurang adil menggaji pengawainya, studio
yang sembrono dalam mendesain, tidak mendongkrak kemajuan arsitektur, atau individu
yang hanya mengambil keuntungan meminjamkan surat keahliannya untuk suatu proyek
tapi tidak ikut terlibat!
Kita mungkin bisa membandingkan bidang arsitektur
dengan bidang musik atau akting (karena biasanya arsitek lebih mencondongkan dirinya
ke seni ketimbang teknik). Di musik apakah ada peraturan yang membedakan musisi
sekolahan dengan musisi non sekolahan? Bahkan seperti akting, mereka hanya
mengambil kursus ketimbang sekolah formal. Tapi apakah ada asosisasinya
mengatur hal-hal seperti: ‘anda tidak pernah sekolah musik karena itu tidak
boleh menyadang titel musisi/aktor’, ‘anda tidak selesai sekolah formal maka tidak
boleh membawa titel musisi/aktor.’ Sepertinya menjadi tidak masuk akal. Orang atau
media tentu lebih melihat karya nyata musisi atua aktor itu dan menyebutnya
musisi tanpa mempersoalkan dia berpendidikan formal atau tidak. Terkadang latar
belakang pendidikan non formal itu membuat orang lain terpicu untuk maju.
dengan bidang musik atau akting (karena biasanya arsitek lebih mencondongkan dirinya
ke seni ketimbang teknik). Di musik apakah ada peraturan yang membedakan musisi
sekolahan dengan musisi non sekolahan? Bahkan seperti akting, mereka hanya
mengambil kursus ketimbang sekolah formal. Tapi apakah ada asosisasinya
mengatur hal-hal seperti: ‘anda tidak pernah sekolah musik karena itu tidak
boleh menyadang titel musisi/aktor’, ‘anda tidak selesai sekolah formal maka tidak
boleh membawa titel musisi/aktor.’ Sepertinya menjadi tidak masuk akal. Orang atau
media tentu lebih melihat karya nyata musisi atua aktor itu dan menyebutnya
musisi tanpa mempersoalkan dia berpendidikan formal atau tidak. Terkadang latar
belakang pendidikan non formal itu membuat orang lain terpicu untuk maju.
Menurut saya asosiasi arsitektur itu hanya
perlu membuat kriteria desain yang baik (tidak hanya sebatas standar peraturan)
lalu menjadikannya tolak ukur penilaian obyektif kepada karya-karya arsitektur
yang bagus. Dan orang yang memiliki gagasan dan kemampuan mewujudkan dari karya
tersebut layak disebut arsitek! Terlepas dia berpendidikan formal atau tidak. Bukankah
ini akan memperkuat profesi arsitek itu sendiri, yang dampaknya akan dicontoh oleh
arsitek lainnya? Mengapa sebuah asosiasi membuat batasan yang membuat individu merasa
‘terasing’ atau ‘tidak diakui’ meskipun mempunyai kualitas arsitektural yang
tinggi. Bahkan dari cerita Ando sendiri, ia sempat minder di awal karirnya. Klien-kliennya
tidak percaya kemampuan Ando hanya karena ia tidak pernah berpendidikan formal
di sekolah arsitektur.
perlu membuat kriteria desain yang baik (tidak hanya sebatas standar peraturan)
lalu menjadikannya tolak ukur penilaian obyektif kepada karya-karya arsitektur
yang bagus. Dan orang yang memiliki gagasan dan kemampuan mewujudkan dari karya
tersebut layak disebut arsitek! Terlepas dia berpendidikan formal atau tidak. Bukankah
ini akan memperkuat profesi arsitek itu sendiri, yang dampaknya akan dicontoh oleh
arsitek lainnya? Mengapa sebuah asosiasi membuat batasan yang membuat individu merasa
‘terasing’ atau ‘tidak diakui’ meskipun mempunyai kualitas arsitektural yang
tinggi. Bahkan dari cerita Ando sendiri, ia sempat minder di awal karirnya. Klien-kliennya
tidak percaya kemampuan Ando hanya karena ia tidak pernah berpendidikan formal
di sekolah arsitektur.
Bukannya (naifnya saya) tujuan akhir semua ini semata untuk mewujudkan
arsitektur yang baik? Sementara profesi arsitek hanya semata sebagai media
lahirnya arsitektur itu.
arsitektur yang baik? Sementara profesi arsitek hanya semata sebagai media
lahirnya arsitektur itu.
Titel ‘Ar’ – Gue ini arsitek lo – Tetap Tak Sama dengan Dokter
Ini secara pribadi saya saja, mungkin orang
lain bisa berlawanan. Saya kadang merasa titel Ar atau kependekan dari gelar
‘Arsitek’ yang di tempatkan di depan nama si arsitek sebagai sesuatu yang
(maaf) masih terlihat lucu. Suatu saat saya melihat nama-nama populer yang
dulunya tanpa titel di depan namanya, berbondong-bondong ‘tercantumi’ tambahan titel
Ar. Entah ini dari keinginan pribadi, entah dari penggelar event, atau karena euforia
undang-undang yang mengatur titel itu harus dicantumkan, saya tidak tahu. Karyanya yang mana pun saya juga tidak tahu (ups)! Saya
hanya membatin ‘it seemed like a joke.’
lain bisa berlawanan. Saya kadang merasa titel Ar atau kependekan dari gelar
‘Arsitek’ yang di tempatkan di depan nama si arsitek sebagai sesuatu yang
(maaf) masih terlihat lucu. Suatu saat saya melihat nama-nama populer yang
dulunya tanpa titel di depan namanya, berbondong-bondong ‘tercantumi’ tambahan titel
Ar. Entah ini dari keinginan pribadi, entah dari penggelar event, atau karena euforia
undang-undang yang mengatur titel itu harus dicantumkan, saya tidak tahu. Karyanya yang mana pun saya juga tidak tahu (ups)! Saya
hanya membatin ‘it seemed like a joke.’
Tidak hanya terlihat lucu tapi juga karena
titel ini terdengar janggal kalau disebut secara lisan. Hal yang janggal tidak
terasa jika kita memanggil gelar dokter ke seseorang, misalnya, “dokter Budi,
anda ditunggu di ruang operasi” atau “terima kasih kepada dokter Budi,
spesialis jantung, yang telah berkenan hadir dalam seminar”. Coba bandingkan
dengan, “arsitek Ali, anda ditunggu di lokasi proyek”. Apa gerangan ia
dipanggil dengan gelarnya sekaligus! Apalagi jika titel itu disebut di depan
podium dengan singkatannya saja, malah terdengar kaku.
titel ini terdengar janggal kalau disebut secara lisan. Hal yang janggal tidak
terasa jika kita memanggil gelar dokter ke seseorang, misalnya, “dokter Budi,
anda ditunggu di ruang operasi” atau “terima kasih kepada dokter Budi,
spesialis jantung, yang telah berkenan hadir dalam seminar”. Coba bandingkan
dengan, “arsitek Ali, anda ditunggu di lokasi proyek”. Apa gerangan ia
dipanggil dengan gelarnya sekaligus! Apalagi jika titel itu disebut di depan
podium dengan singkatannya saja, malah terdengar kaku.
Pencatuman titel Ar bagi saya ibarat orang
Indonesia yang pulang haji namanya ditambahi dengan titel Haji atau Hajah. Semacam
budaya karena ada rasa bangga atau terasa lebih afdol atau lebih sah saja
kalau ditambahi titel ‘Haji’. Meskipun sebenarnya tidak perlu-perlu benar
bahkan tidak wajib. Gelar Haji / Hajah Hanya ada di Indonesia dan mungkin
Malaysia.
Indonesia yang pulang haji namanya ditambahi dengan titel Haji atau Hajah. Semacam
budaya karena ada rasa bangga atau terasa lebih afdol atau lebih sah saja
kalau ditambahi titel ‘Haji’. Meskipun sebenarnya tidak perlu-perlu benar
bahkan tidak wajib. Gelar Haji / Hajah Hanya ada di Indonesia dan mungkin
Malaysia.
Jangan-jangan, negara yang arsiteknya memakai titel di depan hanya di Indonesia (?)
Ada narasi yang mengiginkan status profesi arsitek
ini seperti halnya dokter. Dengan pertimbangan sama-sama berpraktik, sama-sama
bertanggung jawab jika sesuatu terjadi pada pasien atau kliennya, dan mungkin juga
kuliah yang sama sulit dan mahalnya. Ini baik, tapi tidak mesti berujung juga pada
pemberian gelar Ar. di depan nama seperti dr. untuk dokter. Belum ada pengakuan
sebagai ‘arsitek’ kepada individu yang tidak menyelesaikan studinya sudah cukup
membuat rasa eksklusifitas yang tidak nyaman antar sesama praktisi arsitektur.
ini seperti halnya dokter. Dengan pertimbangan sama-sama berpraktik, sama-sama
bertanggung jawab jika sesuatu terjadi pada pasien atau kliennya, dan mungkin juga
kuliah yang sama sulit dan mahalnya. Ini baik, tapi tidak mesti berujung juga pada
pemberian gelar Ar. di depan nama seperti dr. untuk dokter. Belum ada pengakuan
sebagai ‘arsitek’ kepada individu yang tidak menyelesaikan studinya sudah cukup
membuat rasa eksklusifitas yang tidak nyaman antar sesama praktisi arsitektur.
Arsitektur ini bidang yang banyak maunya. Ketika
bidang sains maju arsitektur pun ingin seperti bidang-bidang lain dalam sains. namun ketika
digolongkan dalam rumpun ilmu teknik, cepat-cepat lebih mengelak ke seni
ketimbang ke teknik. Lalu sekarang membandingkan profesinya dengan profesi dokter. Bagi saya
bagaimanapun dokter itu memiliki tanggung jawab harian pada pasien yang tidak
sama dengan profesi arsitek yang kadang setahun hanya satu klien, atau bahkan gak
ada?
bidang sains maju arsitektur pun ingin seperti bidang-bidang lain dalam sains. namun ketika
digolongkan dalam rumpun ilmu teknik, cepat-cepat lebih mengelak ke seni
ketimbang ke teknik. Lalu sekarang membandingkan profesinya dengan profesi dokter. Bagi saya
bagaimanapun dokter itu memiliki tanggung jawab harian pada pasien yang tidak
sama dengan profesi arsitek yang kadang setahun hanya satu klien, atau bahkan gak
ada?
Seberapa sering orang berkonsultasi ke arsitek dibanding ke dokter? Dokter punya tanggungjawab (yang mungkin disebut dalam sumpahnya)
untuk menyehatkan masyarakat tanpa memandang status sosial dan ekonominya. Arsitek??
Woow. . . status sosial dan ekonomi klien itu penting supaya proyeknya jalan, mereka
dibayar tinggi dan mendapatkan proyek lain. Secara watak arsitek itu beda dengan
dokter. Contoh lah di saat pandemik seperti saat ini. Berapa dokter dan juga
perawat yang karena tanggung jawab profesi harus berhadapan dengan maut setiap
hari di rumah sakit? Sementara arsitek dalam suasana khawatir juga sibuk berdiskusi
webinar ‘bagaimana berpraktik (baca: tetap berpenghasilan, tidak bangkrut) di saat pandemik’.
untuk menyehatkan masyarakat tanpa memandang status sosial dan ekonominya. Arsitek??
Woow. . . status sosial dan ekonomi klien itu penting supaya proyeknya jalan, mereka
dibayar tinggi dan mendapatkan proyek lain. Secara watak arsitek itu beda dengan
dokter. Contoh lah di saat pandemik seperti saat ini. Berapa dokter dan juga
perawat yang karena tanggung jawab profesi harus berhadapan dengan maut setiap
hari di rumah sakit? Sementara arsitek dalam suasana khawatir juga sibuk berdiskusi
webinar ‘bagaimana berpraktik (baca: tetap berpenghasilan, tidak bangkrut) di saat pandemik’.
Gambar depan: Friedrich Silaban
Terimakasih telah membaca di Piool.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.