Antara abad ke-7 dan ke-15, ratusan
bangunan keagamaan didirikan dari batu bata dan batu di Jawa, Sumatera, dan
Bali. Bangunan itu dinamakan candi. Istilah ini juga dipakai untuk
bangunan-bangunan pra-Islam lainnya, termasuk gapura dan babkan tempat pemandian,
namun wujud utamanya adalah tempat pemujaan.
bangunan keagamaan didirikan dari batu bata dan batu di Jawa, Sumatera, dan
Bali. Bangunan itu dinamakan candi. Istilah ini juga dipakai untuk
bangunan-bangunan pra-Islam lainnya, termasuk gapura dan babkan tempat pemandian,
namun wujud utamanya adalah tempat pemujaan.
Fungsi Candi Kata “candi”
pada umumnya dianggap berasal dari kata candikagrha,
nama tempat tinggal Candika, Dewi Kematian dan permaisuri Siwa. Oleh
karenanya candi dihubungkan dengan kematian: candi seringkali dibangun untuk
menghormati raja atau ratu yang meninggal. Secara harfiah bisa ditafsirkan
bahwa candi adalah bangunan yang digunakan untuk keperluan pemakaman, atau
bahkan sebagai makam, tetapi kenyataannya candi dikaitkan dengan kematian dalam
cara yang berbeda sama sekali.
pada umumnya dianggap berasal dari kata candikagrha,
nama tempat tinggal Candika, Dewi Kematian dan permaisuri Siwa. Oleh
karenanya candi dihubungkan dengan kematian: candi seringkali dibangun untuk
menghormati raja atau ratu yang meninggal. Secara harfiah bisa ditafsirkan
bahwa candi adalah bangunan yang digunakan untuk keperluan pemakaman, atau
bahkan sebagai makam, tetapi kenyataannya candi dikaitkan dengan kematian dalam
cara yang berbeda sama sekali.
Candi dibangun sebagai
tempat pemujaan dan memuliakan raja yang sudah meninggal. Para raja dipercaya
sebagai titisan dewa tertentu, wakil para dewa di bumi, yang berkuasa atas
manusia untuk melindungi susunan jagad bagi para dewa. Ketika meninggal, raja bersatu kembali dengan dewa penitisnya
dan kemudian diabadikan sebagai arca yang melambangkan dewa tersebut. Ketika
ditempatkan dalam ruang tengah candi, arca tersebut menjadi sasaran pemujaan.
tempat pemujaan dan memuliakan raja yang sudah meninggal. Para raja dipercaya
sebagai titisan dewa tertentu, wakil para dewa di bumi, yang berkuasa atas
manusia untuk melindungi susunan jagad bagi para dewa. Ketika meninggal, raja bersatu kembali dengan dewa penitisnya
dan kemudian diabadikan sebagai arca yang melambangkan dewa tersebut. Ketika
ditempatkan dalam ruang tengah candi, arca tersebut menjadi sasaran pemujaan.
Salah satu fungsi utama candi ialah
untuk melindungi arca dari cuaca dan dari pandangan rakyat biasa. “Jiwa”
dewa tidak tinggal di dalam arca sepanjang waktu. Oleh karenanya sang dewa
harus diundang melalui upacara-upacara agar turun dan menghuni arca tersebut
untuk sementara waktu. Pada saat itu arca boleh dilihat oleh para pemuja,
tetapi hanya pendeta yang dibolehkan memasuki ruang pemujaan.
untuk melindungi arca dari cuaca dan dari pandangan rakyat biasa. “Jiwa”
dewa tidak tinggal di dalam arca sepanjang waktu. Oleh karenanya sang dewa
harus diundang melalui upacara-upacara agar turun dan menghuni arca tersebut
untuk sementara waktu. Pada saat itu arca boleh dilihat oleh para pemuja,
tetapi hanya pendeta yang dibolehkan memasuki ruang pemujaan.
Gunung Candi
Prasasti-prasasti Jawa kuna seringkali
menyebut candi sebagai gunung. Pemuliaan terhadap gunung dimulai sejak zaman
prasejarah, dan mitologi India pun mengandung unsur-unsur yang segera dikenali
oleh orang Jawa. Dalam mitologi Hindu-Buda, Gunung Meru adalah sebuah gunung di
pusat jagad yang berfungsi sebagai pusar bumi. Gunung tersebut muncul dari
dalam bumi dan mencapai tingkat tertinggi surga. Gunung juga merupakan tempat
tinggal para dewa. Oleh karenanya gunung kosmis merupakan lambang alam semesta.
Candi dan hiasan arsitekturnya dapat ditafsirkan berdasarkan perlambangan ini.
menyebut candi sebagai gunung. Pemuliaan terhadap gunung dimulai sejak zaman
prasejarah, dan mitologi India pun mengandung unsur-unsur yang segera dikenali
oleh orang Jawa. Dalam mitologi Hindu-Buda, Gunung Meru adalah sebuah gunung di
pusat jagad yang berfungsi sebagai pusar bumi. Gunung tersebut muncul dari
dalam bumi dan mencapai tingkat tertinggi surga. Gunung juga merupakan tempat
tinggal para dewa. Oleh karenanya gunung kosmis merupakan lambang alam semesta.
Candi dan hiasan arsitekturnya dapat ditafsirkan berdasarkan perlambangan ini.
Ketiga tingkat candi mewakili triloka,
yaitu tiga dunia yang kesatuannya merupakan alam semesta. Kaki candi mewakili
dunia manusia, dinamakan bhurloka. Tingkat di atasnya, badan candi, mewakili
bhuvarloka atau dunia untuk yang disucikan. Di sinilah seorang pemuja dapat
berhubungan dengan dewa dan sebaliknya sang dewa menerima pemujaan. Tingkat
tertinggi, atap candi, mewakili dunia dewa-dewa atau svarloka.
yaitu tiga dunia yang kesatuannya merupakan alam semesta. Kaki candi mewakili
dunia manusia, dinamakan bhurloka. Tingkat di atasnya, badan candi, mewakili
bhuvarloka atau dunia untuk yang disucikan. Di sinilah seorang pemuja dapat
berhubungan dengan dewa dan sebaliknya sang dewa menerima pemujaan. Tingkat
tertinggi, atap candi, mewakili dunia dewa-dewa atau svarloka.
Keistimewaan arsitektur candi
dirancang untuk menekankan makna perlambangnya sebagai tiruan Gunung Meru.
Dasar candi didominasi oleh rangkaian hiasan perbingkaian mendatar pada
permukaannya. Pahatan di sini kebanyakan berupa pola bangun berulang dan taru,
sedang dinding badan candi dipenuhi segala macam corak dan rancangan dengan
tujuan untuk menciptakan suasana “dunia lain”.
dirancang untuk menekankan makna perlambangnya sebagai tiruan Gunung Meru.
Dasar candi didominasi oleh rangkaian hiasan perbingkaian mendatar pada
permukaannya. Pahatan di sini kebanyakan berupa pola bangun berulang dan taru,
sedang dinding badan candi dipenuhi segala macam corak dan rancangan dengan
tujuan untuk menciptakan suasana “dunia lain”.
Unsur-unsur seperti kala-makara
menghiasi pintu masuk serta relung-relung candi. Menurut salah satu cerita,
Kala merupakan makhluk legenda yang diciptakan oleh Siwa untuk membunuh seorang
raksasa. Menurut versi lain, Kala merupakan wujud iblis bernama Rahu yang
mencuri air keabadian. Kepalanya dipenggal oleh dewa, tetapi karena sudah
meminum sebagian air, ia tak dapat mati. Karena itulah Kala dalam seni pahat
kuna dibuat tanpa rahang bawah, tetapi pada masa kemudian rahangnya ditampilkan
lagi. Muncul berbagai variasi seperti kaki depan atau hiasan mewah dengan satu
mata.
menghiasi pintu masuk serta relung-relung candi. Menurut salah satu cerita,
Kala merupakan makhluk legenda yang diciptakan oleh Siwa untuk membunuh seorang
raksasa. Menurut versi lain, Kala merupakan wujud iblis bernama Rahu yang
mencuri air keabadian. Kepalanya dipenggal oleh dewa, tetapi karena sudah
meminum sebagian air, ia tak dapat mati. Karena itulah Kala dalam seni pahat
kuna dibuat tanpa rahang bawah, tetapi pada masa kemudian rahangnya ditampilkan
lagi. Muncul berbagai variasi seperti kaki depan atau hiasan mewah dengan satu
mata.
Makara merupakan binatang mitologi
berbelalai gajah, surai singa, paruh burung nuri, dan ekor seperti ikan, yang
kesemuanya merupakan lambang air dan lambang birahi. Bendera yang melambangkan
Kamadewa, dewa cinta, dihias makara. Patung makara ditemukan pada gapura
sebagian besar candi klasik awal.
berbelalai gajah, surai singa, paruh burung nuri, dan ekor seperti ikan, yang
kesemuanya merupakan lambang air dan lambang birahi. Bendera yang melambangkan
Kamadewa, dewa cinta, dihias makara. Patung makara ditemukan pada gapura
sebagian besar candi klasik awal.
Makara jarang ditemukan
pada candi-candi klasik akhir di Jawa, tetapi di Sumatera terus digunakan di
tempattempat seperti Padang Lawas.
pada candi-candi klasik akhir di Jawa, tetapi di Sumatera terus digunakan di
tempattempat seperti Padang Lawas.
Adegan-adegan yang
menggambarkan gandharva, vidyadhara, dan makhluk-makhluk sorga yang
terbang melayang, sederetan naga menyangga seuntai teratai, ukiran mewah pada
panel dan antefix, serta banyak hiasan lain dimaksudkan untuk melukiskan
dunia fana. Tiga lapis atap candi serta bubungan yang disusun di sekeliling dan
di bawah puncak candi melambangkan puncak Gunung Meru.
menggambarkan gandharva, vidyadhara, dan makhluk-makhluk sorga yang
terbang melayang, sederetan naga menyangga seuntai teratai, ukiran mewah pada
panel dan antefix, serta banyak hiasan lain dimaksudkan untuk melukiskan
dunia fana. Tiga lapis atap candi serta bubungan yang disusun di sekeliling dan
di bawah puncak candi melambangkan puncak Gunung Meru.
Peripih
Struktur dasar sebuah
candi Siwa di Jawa memperlihatkan pembagian menjadi tiga bagian tegak.
Perhatikan juga perigi di bawah arca atau lingga tempat peripih akan
diletakkan.
candi Siwa di Jawa memperlihatkan pembagian menjadi tiga bagian tegak.
Perhatikan juga perigi di bawah arca atau lingga tempat peripih akan
diletakkan.
Peripih di bawah bagian
tengah candi ada perigi untuk peripih. Dahulu, peripih diduga wadah untuk
mengubur abu jenazah
seorang raja. Kenyataannya, peripih adalah wadah untuk menaruh unsur-unsur yang
melambangkan dunia materi: emas, perak, perunggu, batu akik, dan biji-bijian.
Peripih biasanya berupa peti batu yang dibagi dalam bagian-bagian yang diatur
dalam pola seperti mandala, sembilan atau 25 bilik. Angka sembilan penting
karena sesuai dengan empat mata angin, empat titik tengah, dan titik puncak.
Beberapa teks Tantris yang populer di Jawa masa lalu berisi aturan
upacara untuk membangun tempat suci dengan benda-benda upacara harus
dikuburkan. Barangkali inilah asal-mula kebiasaan membuat peripih.
tengah candi ada perigi untuk peripih. Dahulu, peripih diduga wadah untuk
mengubur abu jenazah
seorang raja. Kenyataannya, peripih adalah wadah untuk menaruh unsur-unsur yang
melambangkan dunia materi: emas, perak, perunggu, batu akik, dan biji-bijian.
Peripih biasanya berupa peti batu yang dibagi dalam bagian-bagian yang diatur
dalam pola seperti mandala, sembilan atau 25 bilik. Angka sembilan penting
karena sesuai dengan empat mata angin, empat titik tengah, dan titik puncak.
Beberapa teks Tantris yang populer di Jawa masa lalu berisi aturan
upacara untuk membangun tempat suci dengan benda-benda upacara harus
dikuburkan. Barangkali inilah asal-mula kebiasaan membuat peripih.
Arca dewa disemayamkan di
ruang dalam di atas peripih. Lubang kecil dibuat pada langit-langit
ruangan dan di atasnya terdapat relung kecil, tempat tinggal sementara sang
dewa. Selama upacara pranapratistha yang diadakan untuk menghidupkan
arca, dewa dipanggil dan diyakini oleh para pemujanya akan turun dari surga
untuk menempati tempat tinggalnya di atap candi. Dewa selanjutnya akan
turun lagi ke ruang bawah dan masuk ke dalam arca. Pada waktu yang sama,
unsur-unsur duniawi yang telah dimasukkan ke dalam perigi
“dihidupkan” setelah terkena air suci bekas penyucian arca. Air akan mengalir melalui
cerat alas arca dan kemudian melalui celah-celah lantai batu, masuk ke perigi,
dan akan mengenai peripih. Kini arca dianggap hidup dan mampu menerima
penghormatan atau pun berhubungan dengan para pemuja.
ruang dalam di atas peripih. Lubang kecil dibuat pada langit-langit
ruangan dan di atasnya terdapat relung kecil, tempat tinggal sementara sang
dewa. Selama upacara pranapratistha yang diadakan untuk menghidupkan
arca, dewa dipanggil dan diyakini oleh para pemujanya akan turun dari surga
untuk menempati tempat tinggalnya di atap candi. Dewa selanjutnya akan
turun lagi ke ruang bawah dan masuk ke dalam arca. Pada waktu yang sama,
unsur-unsur duniawi yang telah dimasukkan ke dalam perigi
“dihidupkan” setelah terkena air suci bekas penyucian arca. Air akan mengalir melalui
cerat alas arca dan kemudian melalui celah-celah lantai batu, masuk ke perigi,
dan akan mengenai peripih. Kini arca dianggap hidup dan mampu menerima
penghormatan atau pun berhubungan dengan para pemuja.
Terimakasih telah membaca di Piool.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.