Pada hari Minggu, 3 Juli 2022, saya posting
di Instagram pernyataan sebagai berikut: ‘Cash is Trash! Inflasi di dalam
negeri sekarang sudah 4%, dan nilai tukar Rupiah juga terus melemah. Jadi kalau
kamu pegang cash, sebaiknya segera diinvestasikan. Penurunan harga saham itu
cuma sementara, tapi inflasi itu permanen.’ Ketika itu IHSG sedang anjlok dari
posisi 7,200-an hingga ke 6,700-an dimana ada banyak saham-saham yang turunnya
lebih rendah lagi, dan pasar juga dalam kondisi panik karena banyak sekali
berita Amerika resesi karena kenaikan Fed Rate bla bla bla.
***
Ebook
Market Planning edisi Oktober 2022 yang berisi analisis IHSG, rekomendasi saham, info
jual beli saham, dan update strategi investasi bulanan sudah terbit. Anda
bisa memperolehnya disini, gratis info jual beli saham, dan
tanya jawab saham/konsultasi portofolio untuk member.
***
Sehingga postingan di atas terdengar ‘bodoh’
bagi orang kebanyakan, karena bagaimana mungkin kita belanja justru ketika
kondisi harga-harga saham sedang turun terus seperti itu? Jadi seperti yang sudah saya duga sebelumnya, postingan tersebut memicu banyak komentar miring, yang
menyebut bahwa saya sesat dan seterusnya. Apalagi setelah pada hari Seninnya (4
Juli), IHSG anjlok sekali lagi ke posisi 6,600-an, maka semakin banyak lagi
komentar bernada miring tersebut.
Postingan saya di instagram pada tanggal 3 Juli 2022, beserta komentar-komentarnya. Klik gambar untuk memperbesar |
Namun demikian, saya tetap pada pendirian bahwa
saat itu adalah waktu terbaik untuk belanja. Dan saya tidak hanya sekedar berbicara,
melainkan pada hari Senin 4 Juli, saya benar-benar menggunakan cash yang kami
miliki untuk belanja sejumlah saham, dalam hal ini buy ABMM di 2,140,
dan PTBA di 3,720. Gambar dibawah ini adalah screenshot channel
Telegram EMP, dimana saya menginfokan kepada para member bahwa kami akan
menghabiskan seluruh cash yang kami pegang untuk membeli saham-saham tertentu. Perhatikan
bahwa ketika itu harga-harga saham yang kami pegang masih berada di harga
bawah, misalnya ITMG yang masih di 30,250 (kotak ‘last price’), pada tanggal 4
Juli 2022.
Dan di kemudian hari, keputusan ‘bodoh’
dimana saya belanja justru ketika orang lain panik dan menyarankan untuk jual
semua saham, ternyata terbukti tepat, dimana kami menghasilkan banyak sekali
keuntungan ketika saham-saham yang kami beli (atau tetap hold) pada
tanggal 4 Juli tersebut naik signifikan, hanya dalam waktu beberapa bulan
berikutnya. Bisa dibilang bahwa kinerja
Avere Investama yang sangat baik di tahun 2022 sejauh ini, salah satunya
adalah karena kami sukses memanfaatkan moment-moment koreksi pasar seperti ini
secara maksimal.
Nah, terkait hal ini maka ada yang bertanya, ‘Pak Teguh, mohon bagi tipsnya
untuk jadi investor kontrarian Pak. Saya sudah di market 2.5 tahun, namun
saat market koreksi karena berita yang begitu buruknya (seperti saat Juni – Juli
kemarin), saya malah kelamaan wait and see, padahal saya sudah menyiapkan cash sebanyak 20% porto. Kemudian ketika IHSG mulai naik kembali, saya baru berani belanja
karena merasa market sudah stabil, sehingga profitnya jadi tidak maksimal. Saya
juga sudah ikut mengamati strategi Bapak di EMP, contohnya ketika Bapak
menambah PTBA di 3,700, saya sudah tahu PTBA best buynya disana dan Bapak sudah
membuktikan membelinya, hanya saja ketika Bapak membeli, saya tidak ikut. Jadi
adakah saran yang tepat buat saya Pak agar bisa memanfaatkan momen koreksi untuk
berani membeli?’
Dan penulis jawab sebagai berikut. Pertama, sebenarnya tidak semua
keputusan beli (atau jual) saham yang kami lakukan itu terbukti tepat.
Terkadang kami beli saham-saham yang sedang turun dan ternyata harganya masih
lanjut turun, atau sebaliknya kami jual saham dan harganya masih lanjut naik,
dan untuk kedepannya kami akan terus membuat kesalahan-kesalahan seperti itu.
Namun memang sejak tahun 2015 lalu sampai hari ini, maka kami lebih
banyak membuat keputusan buy and sell yang tepat ketimbang yang keliru. Pada
beberapa kesempatan, saya sudah pernah menceritakan bahwa pada tahun 2015
tersebut kami jualan pada bulan April ketika IHSG berada di posisi 5,400-an,
dan belanja lagi di bulan Agustusnya ketika IHSG sudah jeblok ke posisi
4,500-an. Sehingga meski IHSG untuk tahun 2015 tersebut secara keseluruhan tumbuh
minus alias turun -12.1%, tapi kami tetap profit signifikan. Dan yang menarik
adalah, ketika kami jualan pada bulan April maka pasar ketika itu tidak dalam
kondisi panik atau apapun, jadi banyak orang yang heran atau tidak setuju
dengan keputusan kami untuk jualan. Pada artikel ini yang saya posting tanggal 15 Maret 2015, saya sudah kasih warning bahwa kondisi ekonomi sedang tidak baik-baik saja, dan IHSG mungkin akan turun. Tapi banyak komentar yang tidak setuju.
Kemudian sebaliknya, ketika kami belanja lagi pada bulan Agustusnya,
maka pasar ketika itu sedang panik-paniknya (karena memang saham-saham
kelihatannya turun terus), sehingga lagi-lagi orang tidak setuju ketika kami ‘nekad’
belanja. Pada ulasan
berikut ini yang ditulis pada awal September 2015, saya katakan bahwa pelemahan
Rupiah (yang menjadi isu utama pemicu koreksi pasar ketika itu) tidak akan
sampai membuat Indonesia jatuh ke lembah krisis moneter seperti tahun 1998.
Jadi kita gak usah khawatir, justru sekarang waktunya buat belanja. Tapi, anda
bisa baca sendiri komentar-komentarnya: Mayoritas tidak setuju dengan apa yang
saya katakan.
Sehingga, ketika pada tanggal 3 Juli 2022 kemarin saya posting ‘It’s
time to buy!’ di Instagram, dan ternyata orang-orang (termasuk juga influencer
saham) malah bilang saya sesat, maka itu bukan kali pertama saya dibegitukan
karena kami sudah mengalaminya sejak setidaknya tahun 2015, dan komentar-komentar
itu tidak membuat saya berubah pikiran/kami tetap berani belanja. Malahan
berdasarkan pengalaman di tahun 2015 tersebut, dan juga pengalaman-pengalaman berikutnya
pada koreksi pasar tahun 2018, market crash 2020 dan seterusnya, maka saya
sudah hafal bahwa ketika ada banyak orang yang tidak setuju dengan tindakan buy
and sell yang kita lakukan, maka justru itu artinya kita akan profit besar.
Kemudian kedua, apa sih yang membuat kami sukses profit pada koreksi pasar
tahun 2015 lalu, dan juga pada koreksi-koreksi selanjutnya? Jawabannya adalah
karena kami belajar dari pengalaman pada koreksi pasar di tahun 2013.
Dalam banyak kesempatan, penulis sudah bercerita bahwa saya pertama kali
membeli saham pada bulan Februari 2010. Sehingga ketika IHSG anjlok dari posisi
5,250 hingga mentok di 3,967 pada tahun 2013, maka itu merupakan pengalaman
pertama saya menghadapi market crash. And guess what? Hasilnya porto
kami hancur lebur karena kami telat jualan, dan juga sebaliknya telat belanja.
Karena apa yang penulis rasakan ketika itu sama saja seperti yang dialami investor/trader
saham lain pada umumnya: Ketika IHSG masih di 5,250-an, saya masih
tenang-tenang saja dan gak jualan, meskipun ketika itu sudah
ada banyak pertanda bahwa pasar memang harus turun. Dan ketika IHSG sudah
sangat rendah beberapa bulan kemudian, maka saya juga tidak berani belanja
karena panik (meski untungnya juga gak jualan, jadi saham-saham yang ketika itu
dipegang tetap di-hold, meskipun nyangkut parah). Sehingga ketika IHSG
naik lagi hingga +22.3% di tahun 2014-nya, maka kami memang sukses kembali profit,
tapi profitnya harusnya bisa lebih besar andaikata kami bisa memanfaatkan
koreksi pasar di tahun 2013-nya secara optimal. Beruntung ketika IHSG kembali longsor
di tahun 2015-nya, maka kami ketika itu sudah belajar dari pengalaman di tahun 2013-nya, sehingga kami bisa memanfaatkan momen koreksi tahun 2015 tersebut dengan sangat baik.
Nah, jadi kembali ke pertanyaan di atas, adakah saran/tips yang tepat
buat saya Pak agar bisa memanfaatkan momen koreksi untuk berani membeli?
Jawabannya adalah, bapak hanya harus menambah jam terbang saja, karena
2 – 3 tahun di market itu hitungannya masih baru/pemula. Saya sendiri jika baru punya
pengalaman segitu, maka belum tentu pada Juni – Juli kemarin saya berani untuk
belanja, karena ketika itu berita tentang resesi Amerika, kenaikan Fed Rate dst
sangat massive sekali, sehingga sangat sulit untuk greedy sendiri
ketika semua orang panik. Menurut saya pada kesempatan koreksi pasar
berikutnya nanti, bapak akan bisa memanfaatkannya dengan lebih baik (baca:
belanja saham-saham pada harga rendah), karena pada saat itu pengalaman bapak
sudah lebih banyak.
Dan memang setiap kali pasar terkoreksi, maka isunya juga beda-beda, misalnya kemarin itu tentang resesi Amerika, tapi intinya selalu sama yakni tentang resesi, krisis, pelemahan Rupiah dan seterusnya, yang
kemudian membuat orang-orang panik. Jadi tips dari Warren Buffett sebenarnya
sudah sangat jelas: Be greedy when others are fearful. Tapi tentu, tidak
semudah itu untuk greedy ketika pasar panik, atau sebaliknya untuk fearful
ketika pasar serakah, karena kan kita sebagai investor merupakan bagian dari pasar juga? Jadi pada kondisi inilah seorang investor memerlukan pengalaman, dimana adalah wajar jika dia
salah total (beli ketika harus jual, dan jual ketika harus beli) ketika
menghadapi koreksi pasar untuk pertama kalinya. Tapi jika pada koreksi
berikutnya dia sudah mampu untuk berani belanja ketika harga-harga saham sedang rendah-rendahnya, termasuk mampu untuk bertahan
ketika semua orang tidak setuju dengan ia yang anda lakukan, maka dalam jangka
panjang, hasilnya akan luar biasa.
Anyway, kamu juga pernah beli saham-saham persis
ketika pasar sedang panik? Saham apa saja itu? Untuk minggu depan kita akan bahas prospek PT ABM Investama, Tbk (ABMM) setelah mengakuisisi 30% saham PT Golden Energy Mines, Tbk (GEMS).
***
Ebook
Market Planning edisi Oktober 2022 yang berisi analisis IHSG, rekomendasi saham, info
jual beli saham, dan update strategi investasi bulanan sudah terbit. Anda
bisa memperolehnya disini, gratis info jual beli saham, dan
tanya jawab saham/konsultasi portofolio untuk member.
Dapatkan postingan terbaru dari blog ini via email
Terimakasih telah membaca di Piool.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.