Setelah menerbitkan buku pertamanya Pias: Kumpulan Tulisan Seni
dan Budaya pada 2017 silam, di bulan Maret 2020 ini penulis, etnomusikolog,
dan musikus Aris Setyawan menerbitkan buku keduanya bertajuk Wonderland:
Memoar Dari Selatan Yogyakarta. Buku kedua Aris ini diterbitkan oleh
Elevation Books, penerbit buku independen yang juga satu grup dengan label
musik independen dengan nama Elevation Records.
dan Budaya pada 2017 silam, di bulan Maret 2020 ini penulis, etnomusikolog,
dan musikus Aris Setyawan menerbitkan buku keduanya bertajuk Wonderland:
Memoar Dari Selatan Yogyakarta. Buku kedua Aris ini diterbitkan oleh
Elevation Books, penerbit buku independen yang juga satu grup dengan label
musik independen dengan nama Elevation Records.
Wonderland:
Memoar Dari Selatan Yogyakarta merupakan buku kedua dari seri C-45 yang
diterbitkan oleh Elevation Books. Diambil dari nama salah satu jenis kaset pita
magnetik, Seri C-45 merupakan terbitan Elevation Books yang fokus membahas
sebuah album musik penuh (LP) secara komprehensif. Terbitan pertama seri C-45
ini adalah buku Demi Masa, Kapsul Waktu dan Nostalgia Radikal karya
Fajar Nugraha. Di buku itu Fajar mengupas tuntas album Demi Masa milik
rapper kawakan Herry “Ucok” Sutresna alias Morgue Vanguard dan Doyz.
Memoar Dari Selatan Yogyakarta merupakan buku kedua dari seri C-45 yang
diterbitkan oleh Elevation Books. Diambil dari nama salah satu jenis kaset pita
magnetik, Seri C-45 merupakan terbitan Elevation Books yang fokus membahas
sebuah album musik penuh (LP) secara komprehensif. Terbitan pertama seri C-45
ini adalah buku Demi Masa, Kapsul Waktu dan Nostalgia Radikal karya
Fajar Nugraha. Di buku itu Fajar mengupas tuntas album Demi Masa milik
rapper kawakan Herry “Ucok” Sutresna alias Morgue Vanguard dan Doyz.
Ada hal yang
berbeda dari buku Fajar dan Aris. Jika Fajar meletakkan dirinya berjarak antara
seorang pengulas musik dan album musik yang diulas sehingga menghasilkan buku
ulasan musik yang objektif, maka Aris menempatkan dirinya sebagai “orang dalam”
dari album yang ia ulas. Hal ini karena album yang Aris bahas di seri kedua
C-45 ini merupakan album Self Titled dari Auretté and The Polska Seeking
Carnival (AATPSC). Band di mana Aris menjadi penabuh drum dan penulis lirik.
berbeda dari buku Fajar dan Aris. Jika Fajar meletakkan dirinya berjarak antara
seorang pengulas musik dan album musik yang diulas sehingga menghasilkan buku
ulasan musik yang objektif, maka Aris menempatkan dirinya sebagai “orang dalam”
dari album yang ia ulas. Hal ini karena album yang Aris bahas di seri kedua
C-45 ini merupakan album Self Titled dari Auretté and The Polska Seeking
Carnival (AATPSC). Band di mana Aris menjadi penabuh drum dan penulis lirik.
Alih-alih menulis
sebuah ulasan kritis yang objektif, di Wonderland:
Memoar Dari Selatan Yogyakarta Aris menulis sebuah memoar proses kreatif
pembuatan album perdana AATPSC tersebut. Secara runut dan lengkap Aris
menjabarkan mulai dari sejarah terbentuknya band asal Yogyakarta ini, hingga
proses kreatif yang terjadi saat menciptakan album pertama AATPSC.
sebuah ulasan kritis yang objektif, di Wonderland:
Memoar Dari Selatan Yogyakarta Aris menulis sebuah memoar proses kreatif
pembuatan album perdana AATPSC tersebut. Secara runut dan lengkap Aris
menjabarkan mulai dari sejarah terbentuknya band asal Yogyakarta ini, hingga
proses kreatif yang terjadi saat menciptakan album pertama AATPSC.
Ada beberapa hal
menakjubkan dari album pertama Auretté and The Polska Seeking Carnival ini.
Untuk sebuah band dari Bantul, AATPSC terdengar sangat kosmopolitan; vokalis
Dhima Christian Datu malah lebih fasih bernyanyi dalam Bahasa Perancis
ketimbang dalam cengkok Bahasa Inggris, komposisi musiknya jauh lebih ramai
dari dua ensemble jazz yang bermain di satu kafe di pojokan kota Copenhagen dan
kualitas amatir produk rekaman studio mereka justru jauh lebih mumpuni dari
hasil kerja para profesional. Namun,
lepas dari subjektivitas semua pihak yang terlibat di buku ini, seri kedua buku
C-45 ini berkisah soal proses kreatif album perdana Auretté and The Polska
Seeking Carnival. Buku ini berkisah tentang suasana, waktu dan sebuah tempat,
tentang pemberontakan anak-anak sekolah seni yang bosan dengan kejumudan dan
kemapanan dan kemudian berhasil mendobrak sekat-sekat usang yang memisahkan
seni di awal dekade lalu. Ini adalah sebuah dokumen kaya soal bagaimana
individu-individu mencoba berkesenian pada sebuah tempat dan sebuah masa.
menakjubkan dari album pertama Auretté and The Polska Seeking Carnival ini.
Untuk sebuah band dari Bantul, AATPSC terdengar sangat kosmopolitan; vokalis
Dhima Christian Datu malah lebih fasih bernyanyi dalam Bahasa Perancis
ketimbang dalam cengkok Bahasa Inggris, komposisi musiknya jauh lebih ramai
dari dua ensemble jazz yang bermain di satu kafe di pojokan kota Copenhagen dan
kualitas amatir produk rekaman studio mereka justru jauh lebih mumpuni dari
hasil kerja para profesional. Namun,
lepas dari subjektivitas semua pihak yang terlibat di buku ini, seri kedua buku
C-45 ini berkisah soal proses kreatif album perdana Auretté and The Polska
Seeking Carnival. Buku ini berkisah tentang suasana, waktu dan sebuah tempat,
tentang pemberontakan anak-anak sekolah seni yang bosan dengan kejumudan dan
kemapanan dan kemudian berhasil mendobrak sekat-sekat usang yang memisahkan
seni di awal dekade lalu. Ini adalah sebuah dokumen kaya soal bagaimana
individu-individu mencoba berkesenian pada sebuah tempat dan sebuah masa.
Album Self
Titled AATPSC dirilis pada 2013 silam alam berbagai format (CD, kaset pita,
vinyl, dan digital mp3). Ulasan-ulasan dari berbagai media tentang album debut
AATPSC ini juga terbilang bagus. Puja-puji tentang album ini selalu muncul di
media. The Jakarta Post menyebut AATPSC sebagai “…unassuming young men and
women who carved their own niche by playing music that is not only unique but
also a breakthrough in a scene…” BBC Indonesia menyatakan “AATPSC
disambut baik oleh pendengar musik indie tanah air, terima kasih kepada
kemampuan mereka membawakan melodi-melodi yang utopis.” South East Asia
Indie (SEA Indie) mengulas AATPSC “all the musical creativities have been
crytalized into one precious gem; a whimsical melodic and rhythmic style of
European music.” Sementara situs pemerhati musik indie Asia Tenggara The
Wknd menyebut musik AATPSC “sounds very français but very nusantara at the
same time, surprisingly.”
Titled AATPSC dirilis pada 2013 silam alam berbagai format (CD, kaset pita,
vinyl, dan digital mp3). Ulasan-ulasan dari berbagai media tentang album debut
AATPSC ini juga terbilang bagus. Puja-puji tentang album ini selalu muncul di
media. The Jakarta Post menyebut AATPSC sebagai “…unassuming young men and
women who carved their own niche by playing music that is not only unique but
also a breakthrough in a scene…” BBC Indonesia menyatakan “AATPSC
disambut baik oleh pendengar musik indie tanah air, terima kasih kepada
kemampuan mereka membawakan melodi-melodi yang utopis.” South East Asia
Indie (SEA Indie) mengulas AATPSC “all the musical creativities have been
crytalized into one precious gem; a whimsical melodic and rhythmic style of
European music.” Sementara situs pemerhati musik indie Asia Tenggara The
Wknd menyebut musik AATPSC “sounds very français but very nusantara at the
same time, surprisingly.”
Elevation Books
merasa bahwa album Self Titled ini merupakan sebuah karya yang bagus.
Maka, atas dasar itulah Elevation Books kemudian menantang Aris Setyawan,
drummer band tersebut untuk menuliskan sebuah buku memoar proses kreatif.
Karena album ini layak didokumentasikan, diarsipkan, diabadikan dalam barisan
kata-kata dalam sebuah buku. Jadilah tantangan yang disambut Aris itu menjadi Wonderland:
Memoar Dari Selatan Yogyakarta.
merasa bahwa album Self Titled ini merupakan sebuah karya yang bagus.
Maka, atas dasar itulah Elevation Books kemudian menantang Aris Setyawan,
drummer band tersebut untuk menuliskan sebuah buku memoar proses kreatif.
Karena album ini layak didokumentasikan, diarsipkan, diabadikan dalam barisan
kata-kata dalam sebuah buku. Jadilah tantangan yang disambut Aris itu menjadi Wonderland:
Memoar Dari Selatan Yogyakarta.
Saat press
release ini ditulis, buku seri kedua C-45 tersebut telah tuntas melewati
proses percetakan. Saat ini siapapun yang mau memesan buku ini dapat
menghubungi surel info@elevationgroup.co atau WhatsApp di
081908480616.
release ini ditulis, buku seri kedua C-45 tersebut telah tuntas melewati
proses percetakan. Saat ini siapapun yang mau memesan buku ini dapat
menghubungi surel info@elevationgroup.co atau WhatsApp di
081908480616.
—————————————————————————————
Judul
Buku: Wonderland: Memoar Dari Selatan Yogyakarta
Buku: Wonderland: Memoar Dari Selatan Yogyakarta
Penulis: Aris Setyawan
Penerbit: Elevation Books
Waktu Terbit: Maret
2020
2020
Tentang Penulis
Aris Setyawan. Kelahiran Karanganyar,
Surakarta. Lulusan Jurusan Etnomusikologi Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
Selain bekerja sebagai etnomusikolog, ia bermain drum dan menulis lirik di
Auretté and The Polska Seeking Carnival. Ia juga merupakan Co-founder dan
editor serunai.co.
Aris telah menerbitkan buku pertamanya dengan tajuk Pias: Kumpulan Tulisan
Seni dan Budaya (Cetakan pertama 2017. Cetakan kedua 2020). Aris dapat
dihubungi di surel arisgrungies@gmail.com, instagram
setyawanaris, twitter arissetyawan. Kerap bercerita di arissetyawan.net
Surakarta. Lulusan Jurusan Etnomusikologi Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
Selain bekerja sebagai etnomusikolog, ia bermain drum dan menulis lirik di
Auretté and The Polska Seeking Carnival. Ia juga merupakan Co-founder dan
editor serunai.co.
Aris telah menerbitkan buku pertamanya dengan tajuk Pias: Kumpulan Tulisan
Seni dan Budaya (Cetakan pertama 2017. Cetakan kedua 2020). Aris dapat
dihubungi di surel arisgrungies@gmail.com, instagram
setyawanaris, twitter arissetyawan. Kerap bercerita di arissetyawan.net
Terimakasih telah membaca di Piool.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.