Oleh : Syamsul Azwar (Syams Diaga Udo)
Prakata
Pada saat menulis catatan esai ini, saya, Anda dan
kita semua berada di tengah hiruk pikuk budaya modern. Era dimana terjadi
degradasi moral dikalangan remaja dan generasi muda bangsa. Telah terjadi
pergeseran nilai-nilai luhur budaya serta lunturnya jati diri yang menjadi ciri
khas suatu daerah yang terbentang dari ujung Aceh hingga ujung Merauke.
Generasi muda milenial dan Gen Z saat ini dihadapkan pada
tantangan budaya modern. Zaman digitalisasi, serba komputerisasi. Bak dua mata
pisau yang rawan dan berpotensi untuk melukai generasi emas kita.
Tantangan kita sebagai anak bangsa dituntut ikut ambil
bagian dan berperan, paling tidak mengenalkan jejak-jejak sejarah, history
budaya, adat istiadat, pembentukan karakter kepada anak-anak kita, keluarga
terdekat, kerabat dan orang-orang disekitar kita agar mampu mengenal jati diri
dan tidak terperosok ke dalam lobang degradasi moral yang semakin menganga.
Kita patut bersyukur dengan kehadiran cerpen ziarah ini. Mendengar
kata ziarah berarti mengunjungi tempat yang dianggap sakral dan suci. Ziarah
disebut juga sebagai lawatan seseorang ataupun kelompok ke tempat yang dianggap
keramat yang memiliki makna moral yang penting. Bernostalgia kembali ke tempat yang pernah kita tempati setelah
dalam rentang waktu yang lama kita meninggalkannya dan tempat itu kita anggap
memiliki nilai sejarah yang melekat dengan kita, itu juga bisa disebut dengan
ziarah.
Melakukan ritual ziarah, kunjungan, dan lawatan yang dilakukan
individu maupun kelompok memiliki tujuan untuk mengingat kembali, meneguhkan
iman, keyakinan dan intropeksi diri. Saya memberikan apresiasi kepada penulis cerpen ziarah ini. Dengan
kepiawaian berpikir beliau mampu meramu dan melahirkan ide menjadi sebuah karya
yang memberi inspirasi dan motivasi bagi pembacanya.
Dengan hadirnya karya cerpen ziarah ini pula saya ingat sebuah
ungkapan seperti ‘mambangkik batang tarandam, manjapuik kisah nan lamo, disilau
riwayat nan ala mulai dilupokan. Ungkapan itu bermakna mencari jejak-jejak
kenangan yang pernah terpendam di masa lalu dan merenungi, memetik makna yang
tersirat dari sepenggal kisah itu.
Siapapun yang pernah membaca cerpen ziarah ini, saya kira kita
perlu memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya terhadap pesan moral yang
terselip di setiap untaian kata, frasa, diksi dan narasi yang terasa begitu
mengalir.
Di tangan sang penulis, beliau mampu membawa pembaca berpetualang
merenangi lautan makna dan hikmah kehidupan yang dikolaborasikan antara
seni, budaya, kearifan lokal, spiritual, pembentukan karakter tokoh Suli
Aban di masa kecil yang beranjak remaja sampai dewasa. Cerpen ziarah kaya akan pesan moral. Narasi yang disuguhkan terasa
lebih hidup dan berwarna ketika penulis membungkus dengan kisah asmara dua
sejoli anak Betawi.
***
Mari kita layangkan sejenak pikiran dan hati kita untuk menghayati
hikmah dan memetik pesan moral dibalik kisah yang dituangkan penulis dalam
secangkir kisah ziarah.
Kehidupan yang kita jalani hingga fase dimana kita berpijak
sekarang penuh dengan lika-liku. Hidup yang kita lewati sepanjang jantung masih
berdetak penuh dengan perjuangan. Kisah yang pernah kita lewati dalam rantai
kehidupan syarat dengan pengorbanan. Sedih, haru, canda tawa, bahagia, kadang terluka, ada kalanya
gembira, ada masanya berduka, kadang tak jarang pula meneteskan air mata.
Rasa kehilangan kadang tak bisa kita elakkan. Itulah ‘garis tangan’ yang mesti
dijalani setiap insan. Tuhan Maha Kuasa atas makhluknya.
Seorang Suli Aban dalam usianya di ujung senja, disisa kegagahan dengan
penampakan wajah tirusnya ia masih terlihat kuat dan garang. Suli Aban masih
bisa melakukan ritual ziarah mengenang kembali kisah puluhan tahun yang
lalu.
Jelang usia enam puluh itu, ingatannya masih terang mengenang
kembali tempat dimana ia berlatih di padepokan Silat Cingkrik itu. Dulu ia
berlatih sangat keras dan penuh konsentrasi sebagaimana yang diajarkan sang
Maha Gurunya Kong Pi’il.
“Bila pikiranmu tak menyatu dengan tubuh jangan kau harap kau
bisa menjadi pesilat yang menguasai Cingkrik!” ancaman Kong Pi’il
membuatnya berusaha mati-matian agar terlihat berharga.
Pembaca setelah menyelesaikan membaca paragraf di bagian awal
cerita akan dapat point sebuah rasa yang bisa dipetik. Ramuan dalam penulisan
cerpen ini akan menggiring pembaca menggali nilai-nilai dan pesan moral yang
terdapat pada paragraf-paragraf berikutnya.
Nilai yang bisa dipetik dari paragraf awal
- Usia boleh tua, namun si tokoh utama dalam cerita ini
masih awet dan jauh dari penyakit. (kita diingatkan untuk menjaga
kesehatan dan berinteraksi dengan alam) seperti yang dilakukan tokoh Suli
Aban yang selalu bermesraan dengan suasana aura keindahan laut. - Dalam berlatih apapun dibutuhkan konsentrasi dan fokus.
Sebagaimana yang diajarkan Kong Pi’il guru silatnya Suli Aban.
Mari kita bergeser sedikit saja beranjak ke paragraf
berikutnya.
Si tokoh Suli Aban menemukan tempat yang ia cari. Padepokan tempat
ia berlatih dulu telah menjadi lahan kosong dan dibiarkan begitu saja. Dan
penulis akan mendapat pengetahuan baru bahwa lahan kosong itu sengaja dibiarkan
begitu saja dengan semak belukarnya untuk mengembalikan kekuatan tanah.
Selanjutnya kita akan mengikuti kisah kehidupan masa lalu Suli
Aban yang kini sudah berusia hampir enam puluh tahun.
BAGIAN 1
Babe selalu membangunkan Suli Aban sebelum Subuh.
“Lelaki yang tak beradab adalah yang tidur larut malam dan
baru bangun ketika siang.”
Point penting yang harus menjadi catatan kita adalah bagaimana
ketegasan seorang Babe (Ayah) membentuk karakter anaknya agar tidak loyo dan
mengajarkan bagaimana memanfaatkan waktu dengan bijak dan disiplin.
Pesan Babe dari tokoh utama Suli Aban puluhan tahun silam lalu,
saya kira ini menjadi narasi penting yang perlu di viralkan karena masih sangat
relevan dengan kondisi saat ini.
Kita melihat dan menyayangkan generasi millenial, banyak diantara
mereka telah menggeser jadwal tidurnya. Menghabiskan waktu di warung-warung
internet (warnet) yang menyediakan fasilitas game online. Pemandangan itu tak
hanya di kota-kota besar, gelombang tsunami kecanduan game itu telah menghantam
anak-anak muda hingga pelosok desa.
PERJUANGAN
Pembaca yang budiman
Yuk, kita lanjutkan perjalanan kita, menikmati setiap alur dalam
cerita ziarah Suli Aban ini agar kita mampu memetik nilai-perjuangan Suli Aban
di masa kecilnya hingga remaja.
Sebelum Azan Subuh berkumandang, Suli Aban telah memulai lakon
hidupnya membantu Nyak dan Babe. Suli kecil sudah harus memompa air untuk mandi
dan mengisi jerigen untuk keperluan Nyak berjualan di warteg. Begitu fajar
merekah, Babe akan segera menarik becak. Didikan yang telah mengakar membuat
pertumbuhan Suli Aban semakin kokoh dengan nilai dan prinsip hidupnya.
Paragraf diatas dapat saya simpulkan, titik poin nya adalah
pembentukan karakter seorang anak oleh kedua orangtua. Kemudian adanya
kekompakan dan kebersamaan yang terjalin antar penghuni rumah. Hidupnya system
kolaborasi dan sinergi di organisasi terkecil dalam rumah tangga. Saling
bekerjasama, saling mendukung dan saling melengkapi dalam sebuah sistem
itu.
Dua nilai moral yang bisa dibawa pulang oleh pembaca
- Perjuangan Suli Aban membantu orangtua
- Karakter pantang menyerah, tak ada kata berpangku
tangan - Sifat memberi manfaat kepada orang tua dan orang lain
- Didikan yang telah mengakar dalam diri Suli Aban kecil
- Sinergitas, Kolaborasi, dan sama-sama bergerak sesuai
dengan porsi dan kapasitas masing-masing anggota keluarga.
Pembaca yang saya banggakan
Rute perjuangan dari seorang Suli Aban kecil telah dimulai. Suli
Aban semakin bertumbuh, akar-akarnya makin kokoh. Usianya dari remaja beranjak
dewasa. Ia semakin tekun mendalami Silat Cingkrik dibawah bimbingan Kong Pi’il.
Ketika masih anak-anak, Babe sering mengajak Suli Aban ke
Padepokan melihat orang-orang belajar Silat Cingkrik. Saat remaja Suli Aban
benar-benar tertarik mengikuti Silat Cingkrik.
Dari kalimat-kalimat yang mengalir tersebut kita dapat menarik
kesimpulan bahwa untuk mendorong minat dan bakat anak-anak dimulai sejak usia
dini. Sehingga ketika remaja Suli Abe terbiasa melihat hal yang positif dan
berminat mengikuti apa yang pernah ia saksikan dan tonton ketika ia masih
anak-anak itu.
Generasi millenial saat ini mesti didorong untuk mengikuti
kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler untuk mengimbangi pengaruh smartphone yang
berisi virus game online yang telah menyebar di kalangan anak muda.
Pembaca yang masih setia menemani
Kita lanjutkan pelayaran mengarungi alur berikutnya
“Kenapa Babe tidak menjadi guru Cangkrik seperti Kong
Pi’il?” tanya Suli suatu hari pada Babe.
“Kau tentu paham bahwa jalan hidup setiap manusia itu
berbeda, Pi’il memang sudah jalan hidupnya disana. Setiap manusia memiliki seni
yang mengalir dalam tubuhnya”.
Penggalan jawaban seorang Babe terhadap pertanyaan Suli Aban dapat
kita ambil pelajaran. Setiap kita sudah memiliki porsi masing-masing yang harus
kita lakoni. Karena setiap manusia memiliki karakter dan keunikan tersendiri.
Menjadi diri sendiri dan mengenali jati diri itulah poin penting dari petikan
nasehat Babe kepada Suli Aban.
Kemudian penulis memberikan pemahaman kepada pembaca bahwa
Cingkrik adalah Seni kearifan lokal masyarakat Betawi. Keseimbangan,
keselarasan dan kesesuaian gerak seluruh anggota tubuh. Esensi dari Cingkrik
adalah sebagai pagar diri.
“Berlatihlah dengan sebaik-baiknya. Cingkrik bagaikan sebuah
alunan nada yang seirama. Cingkrik adalah ilmu jiwa. Dia berasal dari jiwa dan
akan kembali ke jiwa.”
Suli Aban bertekad menekuni Cingkrik. Ia bercita-cita
mengembangkan dan melestarikan seni khas Betawi sebagai kearifan lokal
daerahnya.
Penulis dengan cerdas mengemas nilai-nilai yang bisa menularkan
inspirasi kepada pembaca. Penulis bukan hanya sekedar menghidangkan kisah masa
lalu, namun cerita ini dikombinasikan dengan kondisi kekinian.
Yuk kita intip inspirasi yang bisa memancing motivasi kita.
Terutama generasi muda sebagaimana semangat yang Suli Aban yang membara.
- Seni budaya sebagai kearifan lokal harus dilestarikan
dan dirawat agar tak punah ditelan zaman - Kita harus mendorong generasi muda untuk aktif dan
kreatif mengembangkan seni budaya sebagai kekayaan nusantara - Cerpen ziarah ini bisa dijadikan rujukan oleh
pemerintah dan para pegiat dan komunitas seni budaya untuk mengambil
kebijakan - Menjalankan kegiatan dan diklat-diklat seni budaya agar
tetap lestari membendung seni budaya asing
BAGIAN 2
KISAH ASMARA
SULI ABAN DI PADEPOKAN
Suli Aban diam-diam menaruh hati pada imim yang juga murid
padepokan. Sebagai lelaki normal, wajar kalau Suli Aban tertarik pada seorang
wanita. Imim jadi jatuh cinta.
Imim wanita cantik yang mempesona. Siapapun pria yang melihat Imim
akan bergetar jiwanya.
Pihak ketiga hadir menyalip di tikungan. Persaingan semakin ketat.
Kampanye hitam suam berhasil membuat Imim berpaling muka dari Suli Aban.
Kasihan Suli Aban, perjalanan cintanya dibegal suam ditengah jalan.
Suli Aban gundah dan galau. Ia tertekan. Bukan hanya bibit cinta
yang dimatikan Suam, Karir Suli Aban di padepokan pun bakal tergulung. Suam
adalah murid terbaik. Kong pi’il mengangkatnya jadi guru andalan. Suam pun
akhirnya mempersunting Imim. Dua kosong untuk Suli Aban dalam perkara cinta dan
karir.
Permusuhan pun tak bisa di elakkan. Suli Aban mengalah. Ia menjauh
dan bertandang ke Pangandaran dan hengkang dari padepokan. Ia patah arang. Ia
melupakan cintanya yang penuh kemelut itu.
Lalu, Suam datang mencari Suli Aban karena sakit hati ketika nama
Ebam disebut Imim. Suam terbakar api cemburu. Perdebatan pun terjadi di tepi
laut Pangandaran.
Pembaca diajak menghayati dua orang yang bersaing. Pembaca bisa
mendalami karakter yang melekat pada diri Suli Aban dan Suam.
- Suli Aban memiliki sifat sabar, santun dan punya
etika moral yang kuat - Suli Aban seorang yang gentelman mengungkap cintanya
- Suam seorang sahabat dengan type toxic
- Suam memiliki sifat emosional dan gegabah
- Tidak punya attitude yang baik, karena menyalip di
tikungan merebut kekasih Suli Aban - Suam seorang yang memiliki sifat dendam
Disisi lain makna tersirat di bagian kedua cerita ini adalah
sebuah persaingan cinta dan karir. Hal ini sering juga dialami oleh kebanyakan
orang saat ini. Bahwa untuk mendapatkan jabatan, ketenaran orang akan
melakukan apa saja untuk meraihnya.
Demikian juga dengan sebuah persoalan cinta seperti halnya yang
dialami Suli Aban dengan mudahnya cinta itu berpindah ke lain hati.
Hati-hati dengan hati.
Waspada dengan persaingan hidup yang semakin ketat.
BAGIAN 3
PERTENGKARAN
Suli Aban diserang musuh. Meskipun Suli Aban berusaha menghindari
permusuhan namun, musuh itu tetap saja datang menghampiri.
“Saya teringat sebuah pribahasa ataupun nasehat lara tetua
yang pernah saya dengar. Musuh jangan dicari, kalau musuh datang engkau
jangan lari.” Barangkali ungkapan itu yang membuat Suli Aban melayani
serangan Suam.
Cingkrik seharusnya hanya sebagai sebuah seni pertunjukan dan
untuk pelestarian budaya, kini Cingkrik berubah menjadi itikad membunuh
nyawa.
Pada paragraf tersebut, penulis menggiring pembaca untuk
mengeksplor pengetahuan tentang Seni Beladiri Silat Cingkrik lebih mendalam dan
detil.
Pertengkaran antara Suam dan Suli Aban menghadirkan suasana adu
jurus yang ada dalam Silat Cingkrik.
- Jurus Keset Bacok
- Keset Gedor
- Cingkrik
- Langkah Tiga
- Langkah Empat
- Buka Satu
- Saup
- Macan
- Tiktuk
- Singa
- Lokbe
- Longok
Tentunya cerpen ini menambah pengetahuan dan pundi-pundi ilmu kita
tentang sebuah Seni Budaya Nusantara yang berasal dari Betawi.
Suli Aban dalam pertengkarannya dengan Suam tetap bersikap tenang
dan menenang nasehat Babenya. Itulah yang membuat Suli Aban menang dalam
perkelahian itu.
Pesan moralnya adalah sesulit apapun kondisi yang dihadapi,
kita harus tetap tenang. Tidak gegabah dan selalu mengenang pituah dan pesan
orangtua. Seperti halnya yang dilakukan tokoh dalam cerpen ini. Pesan dari Babe
itu terasa sangat sakral dan masuk ke dalam jiwa Suli Aban.
Dan dalam cerpen ini, penulis pun merangkainya dengan memasukkan
nilai-nilai spiritual (tasawuf/ilmu tauhid) untuk menambah rasa cerpen ziarah
ini. Bahwa unsur-unsur keselamatan dalam kehidupan itu ada delapan
perkara.
- Tanah
- Air
- Api
- Udara
- Bulan
- Matahari
- Kayu
- Batu
Suli Aban mengajarkan kita akan sebuah nilai dalam menjalani
kehidupan.
Pertengkaran Suam dan Suli Aban. tak dapat dibendung.
PENUTUP
Penulis cerpen ini berhasil mengaduk-aduk hati pembacanya. Penulis
mampu menyajikan setiap paragraf dengan untaian makna dan hikmah yang bisa
dipetik dan diaplikasikan dalam kehidupan pembacanya.
Kombinasi Nilai-nilai Seni Budaya, Spiritual, Emosional,
Intelektual, Pembentukan Karakter, Keharmonisan Keluarga, Persaingan yang
berujung permusuhan membuat cerita ini benar-benar hidup dan terasa
berwarna.
Banyak pesan moral yang bisa diambil dari setiap
paragrafnya.
Secangkir cerita, sejuta manfaat.
Cerpen ziarah ini ternyata tidak hanya sekedar tulisan yang bisa
melepaskan rasa dahaga dan saja. Dari narasi yang dibaca dari hati itu
ternyata memiliki khasiat bagi kesehatan untuk akal pikiran, pengetahuan dan
wawasan kita. Menambah pundi-pundi ilmu dan melancarkan aliran darah yang
membeku. Tulisan ini mampu merangsang otak menggali makna yang tersirat dalam
cerita ziarah Suli Aban.
Terima Kasih
Bangkinang, Jumat 8 Juli 2022
Syamsul. Azwar
Terimakasih telah membaca di Piool.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.