Topik

Intiland Development (DILD): Saham Properti Calon Multibagger?


Pada 10 Agustus 2022 kemarin, Lo Kheng Hong (LKH), investor individual
paling terkenal di Indonesia, diketahui membeli saham sebuah perusahaan
properti, PT Intiland Development, Tbk (DILD), pada harga rata-rata Rp147 per
saham. Sehingga beliau memegang total sebanyak 651 juta lembar saham DILD, atau
setara 6.3% jumlah saham beredar perusahaan, senilai Rp67 miliar (nilai
modalnya saja, belum termasuk floating profit/loss). Pada hari yang
sama, saham DILD di market langsung terbang dari 149 ke 195, alias melejit 30%
hanya dalam sehari! Sehingga tentu saja membuat investor penasaran, terutama
karena belum lama sebelumnya,
saham LKH lainnya yakni BMTR, juga terbang. Nah, jadi apakah DILD ini
memang bagus? Bagaimana prospeknya?

***

Ebook
Market Planning
 edisi September 2022 yang berisi analisis IHSG, rekomendasi saham, info
jual beli saham, dan update strategi investasi bulanan sudah terbit, dan Anda bisa 
memperolehnya disini. Gratis info jual beli saham, dan
tanya jawab saham/konsultasi portofolio untuk member.

***

Sejarah DILD dimulai ketika pendiri perusahaan, Hendro Santoso
Gondokusumo, memulai kariernya sebagai pengusaha properti dengan membangun dua
kompleks perumahan yakni Cilandak Garden Housing di Jakarta Selatan, dan
Satelit Darmo di Surabaya, pada tahun 1970-an. Dua perumahan itu sukses besar
hingga pada tahun 1983, Tuan Hendro mendirikan PT Wisma Dharmala Sakti sebagai
wadah usaha propertinya, dan setelah itu perusahaan tidak lagi hanya
mengembangkan perumahan, tapi juga membangun gedung apartemen dan perkantoran,
termasuk Intiland Tower di Jalan Sudirman, Jakarta Pusat. Pada tahun 1991,
perusahaan berganti nama menjadi PT Dharmaland Intiland, Tbk (DILD) lalu
kemudian IPO, dan setelah itu perusahaan terus berkembang pesat dengan
membangun banyak proyek perumahan, apartemen, gedung perkantoran, kondominium,
dan hotel, terutama di Jakarta dan Surabaya.

Hingga pada tahun 1998, terjadi krisis moneter dan perusahaan hampir
saja bangkrut karena memiliki utang yang besar yang tidak bisa dibayar. Jadi
memasuki dekade 2000-an, manajemen DILD lebih fokus pada upaya restrukturisasi utang-utangnya
ketimbang mengerjakan proyek properti baru. Upaya tersebut akhirnya tuntas pada
tahun 2007, bersamaan dengan kembali berubahnya nama perusahaan menjadi PT
Intiland Development, Tbk. Jadi memasuki tahun 2008, DILD mulai kembali
mengerjakan banyak proyek-proyek properti, termasuk meluncurkan Intiwhiz
International, yang memiliki dan mengelola jaringan Hotel Whiz dan Grand Whiz.

Hingga pada hari ini, DILD memiliki empat segmen usaha properti yakni mixed
use and highrise building,
perumahan, kawasan industri (termasuk di Batang
Industrial Park, Jawa Tengah), dan properti investasi untuk disewakan termasuk
jaringan hotel. Sepanjang sejarahnya, DILD dikenal sebagai developer properti
kelas premium, seperti perumahan Pantai Mutiara plus Apartemen Regatta di
Jakarta Utara, yang dikenal sebagai salah satu kawasan residensial paling elit
di Indonesia. DILD juga saat ini tengah membangun 57 Promenade, sebuah kompleks
apartemen dan kondominium diatas tanah seluas 3.2 hektar di Kebon Melati,
Jakarta Pusat, tidak jauh dari Bundaran HI, dan South Quarter, sebuah kompleks
kondominium diatas tanah seluas 7.2 hektar di TB Simatupang, Jakarta Selatan.
Dan masih banyak lagi. Yang terbaru, pada tanggal 8 Agustus 2022 kemarin, DILD
melalui anak usahanya PT Sinar Puspa Persada (SPP), bersama dengan Mitsubishi
Corporation melalui anak usahanya Mitbana Urban Development Fund (MUDF),
mendirikan perusahaan patungan dengan nama PT Inti Mitbana Development (IMD),
dengan porsi saham 70% MUDF, dan 30% SPP. IMD selanjutnya akan menginvestasikan
Rp1.1 triliun untuk mengembangkan Perumahan Talaga Bestari, Tangerang, Banten,
yang digadang-gadang bakal sukses besar karena lokasinya sangat strategis, yakni
bisa diakses langsung melalui exit Tol Balaraja Timur.

Sehingga, dengan asumsi progress pembangunannya semua berjalan lancar,
dan sektor properti itu sendiri kedepannya pulih sehingga apartemen, rumah dll milik
DILD laris manis terjual, maka prospeknya terbilang cerah. Nah, jadi apakah
sahamnya bisa langsung kita serok saja dari sekarang? Memang pada laporan
keuangan terbarunya di Q1 2022, DILD masih merugi. Tapi dengan PBV sangat
rendah hanya 0.4 kali, maka kalau kedepannya perusahaan sukses turnaround dan
membukukan laba, maka sahamnya bisa multibagger bukan?

Jadi sekarang mari kita analisa, seberapa besar peluang DILD untuk
turnaround dari sebelumnya rugi menjadi laba, pertama dari sisi kinerja
historis. Pada tahun 2011 – 2014 lalu, Indonesia mengalami booming properti
dimana para emiten properti di BEI panen laba, dan sahamnya juga banyak yang
terbang. Dan DILD juga termasuk yang menikmati booming tersebut, dimana
pada tahun 2011, 2012, 2013, dan 2014, labanya tercatat Rp140, 181, 324, dan 429
miliar, alias konsisten bertumbuh sebelum kemudian baru mulai turun pada tahun
2015, yakni seiring meredanya booming properti itu sendiri. Nah, namun pada
periode 2011 – 2014 tersebut, maka profitabilitas tertinggi yang pernah dicapai
DILD adalah ROE 10.0% saja, yakni pada tahun 2014, dan itu kalah jauh dibanding
beberapa developer properti lainnya seperti Alam Sutera Realty (ASRI), Lippo
Cikarang (LPCK), dan Modernland Development (MDLN), yang pada periode yang sama
menikmati profit lebih besar, dan alhasil harga sahamnya terbang menggapai langit.

Dan kedua, jenis properti yang dijual. Jika anda pelajari lagi, maka jenis
properti itu ada berbeda-beda, dan menghasilkan cuan yang berbeda pula. Yup,
jenis properti yang menghasilkan margin laba terbesar adalah 1. Perumahan
tapak, 2. Kawasan industri, dan 3. Sewa mall dan ruko. Khusus untuk rumah
tapak, maka tidak hanya margin labanya besar, tapi omzet penjualannya juga bisa
sangat besar jika pasarnya ditujukan untuk konsumen mid and low end, dimana
itu tentu saja sangat logis, karena jauh lebih mudah menjual rumah seharga
Rp500 juta daripada Rp5 miliar per unit. Inilah yang menjelaskan kenapa ASRI,
LPCK, dan MDLN pernah cuan besar pada booming properti lalu, karena
mereka banyak menjual rumah tapak dalam komplek cluster atau kawasan township.
Sedangkan untuk kawasan industri, maka meski margin labanya besar karena
developer bisa ‘menyulap’ tanah rawa-rawa seharga Rp100,000 saja per meter
perseginya menjadi tanah kavling berfasilitas lengkap seharga Rp3.5 juta per
meter, namun tidak gampang mencari perusahaan yang hendak bangun pabrik diatas
lahan seluas paling tidak 5,000 meter. Namun jika ada perusahaan yang mampu
melakukan itu, maka mereka akan menghasilkan profit jumbo. Contohnya PT Bekasi
Fajar Industrial Estate, Tbk (BEST)
, yang pada tahun 2012 – 2013 lalu
sukses menghasilkan laba sangat besar setelah kavling industrinya laris manis
Terakhir untuk sewa mall dan ruko, maka ini juga bukan bisnis yang mudah,
karena anda bisa lihat sendiri di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan
Surabaya, ada banyak mall yang sepi pengunjung. Dan alhasil tenant juga
ogah ketika ditawari menyewa toko disitu, mana mahal pula, mending jualan
online. Nah, tapi jika ada perusahaan yang mampu memaksimalkan aset properti
mall miliknya, maka mereka akan cuan besar dan konsisten. Contohnya? PT Pakuwon
Djati, Tbk (PWON), yang sukses membangun mall-mall populer seperti Gandaria
City dan Kota Kasablanka, yang selalu ramai pengunjung sampai sekarang.

Sedangkan jenis properti yang margin labanya kecil adalah 1. High
rise building
termasuk apartemen, kondominium, dan gedung perkantoran, 3.
Penjualan ruko dan ruangan toko di pusat perbelanjaan (penjualan, bukan sewa),
dan 3. Hotel. Untuk high rise building, maka sudah biaya konstruksinya
sangat mahal, jualannya juga susah, karena jelas tidak setiap hari ada orang
beli ruang perkantoran seharga Rp35 miliar (itu adalah harga satu lantai kantor
di APL Tower di Superblock Central Park, di Jakarta Barat). Untuk penjualan ruangan
toko di mall, maka seperti disebut diatas, untuk menyewakannya saja sudah
susah, apalagi menjualnya. Sedangkan hotel? Well, saya pernah menonton video
Eka Tjandranegara, konglomerat pemilik Grup Mulia yang bergerak di bidang
properti, kaca, dan keramik, dimana ia bilang bahwa ketika perusahaannya
membangun Hotel Mulia di Senayan, Jakarta, maka ia tidak cuan dari hotel
bintang lima-nya tersebut, malah justru tekor. Dan anda bisa lihat kinerja dari
emiten-emiten perhotelan di BEI seperti HRME, BUVA, EAST, HOME, HOTL, MAMI, dan
CLAY (saya sebut kodenya saja karena ada banyak). Perhatikan bahwa dari dulu tidak
ada satupun dari mereka yang memiliki kinerja bagus dalam jangka panjang, dan
ketika terjadi pandemi seperti di tahun 2020 – 2021 kemarin, maka kinerja
mereka jadi lebih buruk lagi.

Oke sekarang kita kembali ke DILD. Seperti disebut diatas, DILD bermain
di hampir semua jenis properti termasuk hotel. Namun jika kita telaah lagi,
maka perusahaan lebih fokus ke mixed use and highrise building ketimbang
jenis properti lainnya. Dan untuk rumah tapak, maka pasarnya juga bukan
menengah kebawah melainkan lebih banyak rumah super mewah dengan harga hingga belasan
miliar Rupiah per unitnya seperti di Pantai Mutiara itu tadi, yang tentu saja jualannya
udah kek orang puasa Senin Kamis. Penulis kira ini alasan kenapa DILD tidak
memiliki sejarah profit besar di masa lalu, karena jenis properti yang dijual
memang kurang menguntungkan, dan sayangnya sampai sekarang model bisnis
perusahaan masih seperti itu. Memang perusahaan pada tahun ini mulai mengembangkan
Perumahan Talaga Bestari di Tangerang untuk konsumen mid-end, tapi
biasanya pengembangan seperti itu akan butuh waktu lama untuk akhirnya menghasilkan,
sama seperti ASRI yang juga sudah sejak tahun kapan mengembangkan Township
Suvarna Sutra di Pasar Kemis, Tangerang (yang kebetulan berlokasi persis di
sebelah Talaga Bestari), tapi sampai sekarang itu komplek masih gitu-gitu aja,
dan perusahaan masih harus mengandalkan penjualan rumah-rumah di township Alam
Sutera-nya yang di Serpong.

Kesimpulannya, well, penulis tidak mengatakan
bahwa DILD tidak bisa menghasilkan laba bersih yang besar suatu hari nanti,
tapi jujur saja, peluangnya terbilang kecil. Kemudian diatas penulis katakan
bahwa DILD lebih banyak bermain di properti premium/rumah mewah yang margin
labanya tipis (karena biaya pembangunannya mahal), dan itu bisa dilihat dari
laporan keuangan terbarunya (Q1 2022), dimana dari penjualan unit-unit rumah, high
rise,
dan kawasan industri total Rp393 miliar, maka beban pokoknya mencapai
Rp243 miliar. Sebagai perbandinga, pada Q2 2022, MDLN mencatat penjualan Rp406
miliar, dan beban pokoknya hanya Rp148 miliar. Sehingga kembali bisa
disimpulkan bahwa jenis properti yang biasa-biasa saja dengan harga terjangkau (MDLN
banyak jualan rumah seharga dibawah Rp1 miliar per unit) itu tidak hanya lebih
gampang terjual, tapi juga margin labanya lebih besar dibanding properti jenis premium.

Okay Pak Teguh, jadi kenapa LKH beli DILD ini?
Well, beliau hanya beli sahamnya senilai Rp67 miliar, yang tentu saja cuma
receh dibanding total asetnya yang triliunan. Jadi sebenarnya Pak LKH juga
tidak sepercaya diri itu terhadap DILD, dan mungkin beliau sebenarnya ada beli
saham-saham properti lainnya juga, tapi kita belum mengetahuinya karena baru di
DILD ini saja kepemilikan beliau mencapai lebih dari 5% saham beredar. Disisi
lain, analisa penulis diatas juga tentunya bisa berubah jika ternyata DILD kedepannya
sukses men-deliver kinerja yang lebih baik dibanding perkiraan.
Sehingga, meski untuk saat ini penulis sendiri belum tertarik untuk juga masuk
ke DILD ini, tapi mari kita tunggu dan lihat perkembangan laporan keuangan perusahaan. Kalau memang hasilnya bagus, maka tulisan ini akan di-update.

***

Ebook
Market Planning
 edisi September 2022 yang berisi analisis IHSG, rekomendasi saham, info
jual beli saham, dan update strategi investasi bulanan sudah terbit, dan Anda bisa 
memperolehnya disini. Gratis info jual beli saham, dan
tanya jawab saham/konsultasi portofolio untuk member.

Dapatkan postingan terbaru dari blog ini via email

Terimakasih telah membaca di Piool.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.


Comments

Paling Populer

To Top