changer

Leading Change: Why Transformation Efforts Fail?




Dalam dekade terakhir, lebih dari 100
perusahaan mencoba untuk meningkatkan daya saingnya. Perusahaan-perusahaan ini
termasuk perusahaan besar (Ford) dan perusahaan kecil (Landmark
Communications), perusahaan yang berasal dari Amerika (General Motors) dan
Inggris (British Airways), Perusahaan yang kurang secara finansial (Eastern
Airlines), dan perusahaan yang finansialnya bagus (Bristol-Myers Squibb). Usaha
transformasi ini telah dijalankan untuk berbagai fokus: TQM (Total Quality
Management), BPR (Rekayasa ulang proses bisnis), Right Sizing (mengoptimalkan
SDM untuk meningkatkan efisiensi), Restructuring (perubahan struktur),
perubahan budaya, dan Turnaround (putar halauan). Tapi di semua case, tujuanya
sama yaitu untuk perubahan di bisnis untuk bertahan di linkungan bisnis yang
penuh dengan masalah dan tantangan. Beberapa perusahaan ini sukses dalam
perubahan sedangkan beberapa tidak, banyak gagal di fase pertengahan dengan
realisasi, jika ada kesalahan di salah satu fase, dampaknya tidak akan maksimal.
Transformasi bisnis adalah seluruh proses
perubahan yang diperlukan oleh suatu Perusahaan untuk memposisikan diri di
pasar agar lebih baik dalam menjawab tantangan-tantangan bisnis baru. Perubahan
dilakukan secara menyeluruh dan berkesinambungan terhadap pola pikir, pola
pandang dan pola tindak perusahaan, strategi bisnis, budaya perusahaan maupun
perilaku dan kemampuan organisasi. Berikut adalah kesalahan-kesalahan yang
dilakukan oleh perusahaan-perusahaan saat melakukan transformasi bisnis yang
menghasilkan kegagalan:
Error
#1: Not Establishing a Great Enough Sense of Urgency (Tidak Menciptakan
Urgensi untuk Berubah)


Menciptakan urgensi menurut Kotter sangat
penting karena pada kenyataannya banyak organisasi yang telah merasa puas
dengan kondisinya saat ini. Effort Perubahan yang sukses biasa dimulai dengan
seorang atau suatu grup menganalisis situasi persaingan, market position, tren
teknologi dan kinerja finansial.  Step
pertama ini sangat krusial untuk memulai program transformasi, perlu juga
kooperasi banyak orang di perusahaan itu. Tanpa motivasi, orang tidak akan
bantu dan usaha itu akan sia-sia. Dibanding dengan step-step lain di proses
perubahan, step pertama bisa terdengar sangat mudah tapi waktu melakukannya,
50% perusahaan tidak berhasil dalam step ini. Apa sebenenarnya alasan kegagalan
itu? Mereka harus mengerti susahnya mengeluarkan orang dari ‘comfort zone’ atau
rutin mereka sehari-hari.
Tujuan menciptakan urgensi untuk berubah
adalah: mengkaji kondisi pasar dan kenyataan-kenyaan yang dijumpai di
persaingan; identifikasi krisis atau kemungkinan krisis yang dihadapi dan
peluang-peluang yang ada.


Error
#2: Not Creating a Powerful Enough Guiding Coalition
(Tidak
Membangun Koalisi Yang Kokoh)


Yang dimaksud dengan koalisi disini adalah
semangat positif untuk menuju perubahan yang diinginkan. Koalisi diperlukan
karena diperlukan keterlibatan dari individu yang terdampak perubahan ini. Kata
kuncinya disini adalah keterlibatan, karena individu yang merasa terlibatkan
akan berkomitmen untuk menindaklanjuti rencana perubahan sesuai rencana yang
disepakati. Beberapa kondisi dimana orang merasa tidak dilibatkan dalam proses
perencanaan perubahan sehingga saat menjalankan proses perubahan, orang merasa
menjadi korban dan akan resisten terhadap perubahan itu.


Error
#3: Lacking a vision (Mengembangkan Visi dan Strategi Perubahan)


Meski banyak yang mengatakan bahwa visi
seringkali menjadi sejenis mimpi yang tak kan pernah tercapai, namun dengan
artikulasi yang baik akan dapat dicapai pemahaman terhadap gambaran masa depan
suatu organisasi. Pada saat Jack Welch masih memimpin GE (General Electric)
mengartikulasikan visi yang mudah dipahami: selalu nomer satu atau dua di pasar
pada setiap bisnis yang diterjuni. Bila mereka tidak menjadi nomer satu atau
nomer dua maka usaha tersebut harus diperbaiki dengan cepat (fix), jika tidak
juga dalam waktu dua atau tiga tahun akan dijual (sell) atau ditutup (close).
Rumus sederhana ini mudah sekali dipahami oleh manager dan karyawan- karyawan
yang berkerja di GE di seluruh dunia sehingga mereka akan menyesuaikan bila
bisnisnya tak mendapatkan posisi nomer satu atau dua, mereka akan melakukan
kerja keras untuk fix, sell atau close.
Visi di konteks ini mencakup hal terkait
dengan ‘apa’ yang ingin/akan dicapai atau dirubah, belum mencakup cara atau
prosedur untuk meraihnya. Untuk itu perlu disusun strategi termasuk bagaimana
menyusun strategi perubahan untuk menuju kondisi yang diinginkan. Dalam situasi
GE, Jack Welch atau Manager harus tahu secara pasti bagaimana cara meraih
target yang diinginkan supaya bisnisnya mencapai posisi nomor satu atau dua di
pasar. Strategi perubahan mencakup empat komponen yang harus dipertimbangkan:
       Sasaran yang ingin dicapai, Realiti yang dihadapi,pilihan-pilihan yang ada,step tindak lanjut.

Untuk memudahkan penyusunan rencana
perubahan dapat digunakan GROW model, yang merupakan singkatan dari Goals – Realities – Options – Way forward:


Goals merupakan uraian tentang sasaran
perubahan yang ingin dicapai, contohnya, peningkatan penjualan menjadi tiga
kali lipat ataupun menjadi pemimpin pasar nomer satu atau dua, dll.
Realities menguraikan secara komprehensif
kenyataan yang dihadapi yang bisa menjadi kendala atau bahkan mempermudah dalam
pencapaian sasaran yang disepakati. Kendala bisa mencakup keterbatasan jalur
distribui, kompetensi SDM yang belum memadai, dan sebagainya. Sedangkan faktor
kekuatan yang mempermudah pencapaian sasaran adalah kekuatan merek (brand
image), kualitas produk dan layanan, harga yang bersaing, dan lainnya.
Options menguraikan alternatif strategi
yang tersedia untuk dipilih oleh perusahaan atau organisasi yang bersangkutan.
Dalam mengembangkan alternatif ini sebenarnya di sinilah kunci strategi
sebenarnya dalam perencanaan.
Way Forward pada dasarnya merupakan
tindakan konkrete yang diperlukan setelah pilihan di atas telah diputuskan. Hal
yang harus dipikirkan disini adalah cara menindaklanjuti. Contohnya seperti
infrastruktur apa yang dibutuhkan, berapa biayanya, bagaimana sumber pendanaan
diperoleh, dan seterusnya.

Error
#4: Under-communicating the Vision (Tidak mengkomunikasikan visi perubahan
dengan jelas)


Begitu pentingnya visi perubahan sehingga
kegiatan mengkomunikasikannya menjadi prinsip ke empat yang tujuannya untuk
memastikan bahwa semua karyawan mendapatkan pemahaman yang sama dan memotivasi
mereka untuk bekerjasama. Kepentingan masalah komunikasi ini sangat tinggi
mengingat keberhasilan sebuah perubahan adalah bila semakin banyak orang
terlibat di proses itu. Inti komunikasi yang dilakukan harus memenuhi syarat
berikutnya:
1.       Sederhana sehingga mudah dimengerti.
2.       Menggunakan bahasa operasional / teknis
sehingga bisa mengerti manfaat yang jelas dengan adanya perubahan yang akan
dilakukan.

Error
#5: Not Removing Obstacles to the New Vision (Kurang memberdayakan langkah
tindaklanjut yang pokok)


Ini merupakan langkah yang umum karena,
umumnya di Indonesia, orang lebih rajin menyusun perencanaan tapi sangat lemah
dalam saat implementasi. Sebabnya bisa berbeda-beda, salah satunya adalah rencana
yang telah dibuat ternyata terlalu besar dan sulit diimplementasi sedangkan
untuk mengulang lagi prosesnya akan memerlukan waktu yang lama dan yang
kemudian terjadi adalah menjalankan kegiatan tanpa diikuti perencanaan yang telah
dibuat. Karena itu, perlu ditekankan bahwa hal-hal yang direncanakan memang
berisi atau terkait dengan hal-hal yang do-able.

Error
#6: Not Systematically Planning for and Creating Short-Term Wins (Tidak
merencanakan atau membuat quick wins)


Quick wins adalah hal-hal yang bisa segera
dilakukan, menggunakan sumber daya yang ada, dan memberikan dampak cukup
signifikan terhadap perubahan.
Cara membuat Quick Wins adalah: Merencanakan dan membuat target
peningkatan kinerja yang nyata,m
elakukan perbaikan tersebut terkait
target yang telat disepakati,m
engenali dan menghargai karyawan yang
terlibat dalam perbaikan.
Tujuan
mengapa quick wins dilakukan adalah untuk memotivasi karyawan tentang perubahan
yang sedang terjadI atau dilakukan.


Error #7: Not Sustaining Momentum (Tidak
mengkonsolidasi manfaat perubahan)


Manfaat perubahan harus bisa
dikuantifisikan agar bisa diukur dan setelah itu dievaluasi. Konsolidasi
manfaat perubahan tentunya tidak hanya sekedar kuantitas saja tapi juga hal
yang seperti, pendekatan baru terhadap pelanggan, pelayanan prima
berkesinambungan, peningkatan response time dalam menanggapi keluhan pelanggan,
dan masih banyak hal lainnya. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memastikan
bahwa strategi yang telah dipilih efektif dan efisien atau tidak, dan jika
tidak funsingnya adalah untuk pembelajaran.

Error
#8: Not Anchoring Changes in the Corporation’s Culture (Tidak memantapkan perubahan
sebagai bagian dari budaya perusahaan)


Prinsip ke delapan ini baru bisa
dijalankan bila perubahan yang dilakukan memberikan hasil yang positif dan
kemudian akan ada perlu untuk dilestarikan menjadi budaya baru di
perusahaannya. Contohnya, perubahan
dalam cara melayani ternyata memberikan dampak yang signifikan maka perlu
dilestarikan sebagai budaya baru yang harus dilakukan dan menjadi kebiasaan
sehari-hari. 
Goals merupakan uraian tentang sasaran
perubahan yang ingin dicapai, contohnya, peningkatan penjualan menjadi tiga
kali lipat ataupun menjadi pemimpin pasar nomer satu atau dua, dll.
Realities menguraikan secara komprehensif
kenyataan yang dihadapi yang bisa menjadi kendala atau bahkan mempermudah dalam
pencapaian sasaran yang disepakati. Kendala bisa mencakup keterbatasan jalur
distribui, kompetensi SDM yang belum memadai, dan sebagainya. Sedangkan faktor
kekuatan yang mempermudah pencapaian sasaran adalah kekuatan merek (brand
image), kualitas produk dan layanan, harga yang bersaing, dan lainnya.
Options menguraikan alternatif strategi
yang tersedia untuk dipilih oleh perusahaan atau organisasi yang bersangkutan.
Dalam mengembangkan alternatif ini sebenarnya di sinilah kunci strategi
sebenarnya dalam perencanaan.
Way Forward pada dasarnya merupakan
tindakan konkrete yang diperlukan setelah pilihan di atas telah diputuskan. Hal
yang harus dipikirkan disini adalah cara menindaklanjuti. Contohnya seperti
infrastruktur apa yang dibutuhkan, berapa biayanya, bagaimana sumber pendanaan
diperoleh, dan seterusnya.
  




Cognoscenti Consulting Group merupakan perusahaan jasa konsultan yang memberikanJasa Konsultasi Manajemen (management consulting) kepada perusahaan atau organisasi yang ingin mengembangkan usaha dan bisnis nya hingga mencapai tujuan yang diharapkan, melalui pemberian jasa konsultasi SOP (Standar operasional prosedur), konsultan bisnis proses, pengembangan sumber daya manusia (SDM) melalui metode penilaian balanced Score Card(balanced scorecard application). kami memberikan bimbingan dan jasa konsultasi bisnis kepada perusahaan/organisasi semata-mata untuk membantu agar mereka memahami bagaimana strategi untukmengembangkan bisnis sesuai dengan ISO 9001:2015, dengan memberikan jasa konsultasi manajemen resiko,otomatisasi sop, dan mempersiapkan perusahaan agar berhasil dalam mengimplementasikan e-goverment


Terimakasih telah membaca di Piool.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.


Comments

Paling Populer

To Top