Topik

Membedah Analisa JP Morgan Terkait Saham BRPT, BREN, dan TPIA


Pada hari Rabu, 13 Desember 2023, JP Morgan Sekuritas
Indonesia (kode brokernya BK, tapi kita sebut saja JPM) merilis riset yang pada intinya menurunkan rating saham PT
Barito Pacific Tbk (BRPT) menjadi underweight dari sebelumnya neutral, atau dengan kata lain JPM memprediksi bahwa saham BRPT akan bergerak turun
dalam 6 – 12 bulan kedepan. Dalam risetnya, JPM menilai bahwa kenaikan cepat BRPT dalam dua
minggu terakhir (dari 1,045 pada akhir November kemarin, ke posisi saat ini
1,610) didorong oleh kenaikan harga saham dari dua anak usahanya, yakni PT
Chandra Asri Petrochemical, Tbk (TPIA), dan PT Barito Renewables Energy, Tbk
(BREN), namun JPM tidak melihat adanya perubahan prospek dari kedua perusahaan
yang bisa menjelaskan kenaikan harga sahamnya tersebut. Sehingga seperti halnya BRPT,
JPM juga menilai bahwa ‘Kenaikan saham TPIA dan BREN kemungkinan tidak bisa
bertahan untuk 6 – 12 bulan ke depan’.

***

Ebook
Investment Planning
berisi kumpulan 30 analisa saham
pilihan edisi terbaru Kuartal III 2023 sudah terbit, dan sudah
bisa
dipesan
disini
, gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio, langsung dengan
penulis.

***

Menariknya, sebelumnya pada tanggal 9 November, JPM juga merilis riset yang intinya kurang lebih sama, yakni menyarankan investor untuk berhati-hati terhadap saham BREN,
yang ketika itu sudah naik sangat cepat dari harga IPO-nya di 780 hingga ke posisi
5,225, meskipun rekomendasi sahamnya ketika itu masih neutral. Dan
ketika sekarang BREN dkk sudah naik lebih tinggi lagi, barulah rekomendasinya
berubah menjadi underweight. Nah, jadi apakah JPM kali ini bakal ‘keliru’
lagi? Atau kali ini JPM benar, dan BREN dkk bakal turun?

Sebelum kesitu, mari kita lihat lagi poin-poin analisa JPM terkait BRPT,
BREN, dan TPIA.

  1. Antara tanggal 2 November – 13 Desember 2023, saham BRPT naik hingga 60%
    lebih tinggi dibanding kenaikan IHSG, dimana kami menganggap bahwa itu didorong
    oleh kenaikan BREN (naik 85%) dan TPIA (54%). Namun kami tidak melihat adanya
    perubahan prospek dari kedua perusahaan yang bisa menjelaskan kenaikan harga
    sahamnya.
  2. Dari sisi valuasi, saham BREN dan TPIA saat ini diperdagangkan pada harga yang
    mencerminkan lebih dari 100 kali proyeksi EBITDA-nya (earnings before income
    tax, depreciation, and amortization,
    kurang lebih seperti laba operasional) untuk
    tahun 2024. Atau dengan kata lain, sangat mahal. Proyeksi EBITDA itu sendiri
    sudah termasuk memperhitungkan penambahan kapasitas produksi yang dilakukan
    TPIA, dan akuisisi terhadap pembangkit listrik tenaga bayu/angin (PLTB) Sidrap
    yang dilakukan BREN.
  3. Karena kenaikan saham BRPT sejak awal hanya ditopang oleh kenaikan
    BREN dan TPIA, maka jika benar kedua saham tersebut pada akhirnya nanti turun, maka demikian pula BRPT akan turun.
  4. Akuisisi BREN terhadap PLTB Sidrap menunjukkan ekspansi perusahaan di
    energi terbarukan diluar geothermal, namun demikian akuisisi tersebut hanya
    menambah 8% kapasitas produksi listrik perusahaan, dan hanya menaikkan NAV (net
    asset value
    ) BREN sebanyak 2%. Karena itulah akuisisi ini tidak bisa
    dijadikan justifikasi kenaikan harga sahamnya, yang jauh lebih tinggi dari
    sekedar 2%.
  5. Berdasarkan perhitungan kami, harga wajar BRPT adalah Rp1,100 per
    saham.

Kemudian kalau penulis boleh menambahkan:

  1. JPM tidak menyebut apapun soal saham PT Petrindo Jaya Kreasi, Tbk
    (CUAN), yang juga naik sangat signifikan sejak Oktober lalu, kemungkinan karena
    posisi CUAN bukan sebagai anak usaha dari BRPT, melainkan dimiliki langsung
    oleh Bapak Prajogo Pangestu.
  2. Dengan tidak membahas soal CUAN, artinya JPM menganalisa saham-saham
    Grup Barito sepenuhnya dari sisi fundamental, bukan dari sisi bandar-bandaran saham
    gorengan, di mana kesimpulannya tetap sama: Kenaikan BRPT dkk tidak sustainable,
    atau dengan kata lain cepat atau lambat akan turun kembali.
  3. JPM juga tidak menyebut soal rencana
    akuisisi BREN terhadap PT Archi Indonesia, Tbk (ARCI), karena memang tidak ada keterbukaan informasi
    resmi dari perusahaan terkait hal tersebut, dan juga tidak menyebut apa-apa soal PT Petrosea, Tbk (PTRO), yang sempat disebut akan diakuisisi oleh CUAN. Atau dengan kata lain, itu cuma rumor.

Sekarang kita ke analisa penulis, kita buat
sederhana saja biar gampang. Berikut adalah rekap fundamental serta valuasi dari
saham BRPT, BREN, TPIA, dan CUAN, berdasarkan laporan keuangan mereka untuk
periode Q3 2023. Klik gambar untuk memperbesar:

Oke, perhatikan. Kalau berdasarkan ROE-nya
saja, maka kinerja fundamental BREN dan CUAN termasuk bagus, sedangkan BRPT dan
TPIA kurang bagus, malah untuk TPIA perusahaannya merugi. Namun ketika bicara
valuasi, maka keempat-empatnya memiliki valuasi yang bukan lagi sekedar mahal
tapi sudah off the chart, alias di luar semua kemungkinan valuasi yang bisa terjadi. Dalam hal ini penulis jadi ingat ketika pada bulan
April 2020 lalu dimana harga minyak dunia anjlok dan penurunannya bukan
berhenti di posisi $0, melainkan sempat minus, tepatnya -$37 per barel. Sudah
tentu, sebelumnya tidak ada seorangpun yang memprediksi bahwa harga minyak akan sampai turun ke level negatif seperti itu (lagipula gimana maksudnya harga negatif? Jadi kalau kita
beli minyak malah kita yang terima duit gitu??), tapi faktanya itulah yang
terjadi, meskipun setelah itu harga minyak dengan cepat naik dan kembali lagi ke posisi normal/positif. Jadi untuk saham BREN dkk juga sama: Sebelumnya tidak ada seorangpun yang
memprediksi bahwa harganya akan naik setinggi itu, tapi itulah yang terjadi. Tapi biasanya situasi tidak normal seperti ini tidak akan bertahan lama.

Okay, lalu berapa seharusnya harga wajar dari
BREN, misalnya? Well, kita bisa gunakan valuasi dari sesama emiten geothermal, PT
Pertamina Geothermal Energy, Tbk (PGEO), sebagai pembanding, dimana pada harga
saham 1,305, PER PGEO tercatat hanya 19.6 kali, dan PBV 1.8 kali. Let say kita
anggap fundamental BREN lebih bagus dibanding PGEO (ROE BREN memang lebih
tinggi dibanding PGEO), sehingga valuasi wajarnya juga lebih tinggi, misalnya
PER 30 – 40 kali (setara dengan PER UNVR, yang secara historis merupakan saham
dengan fundamental terbaik di BEI). Maka artinya target harga BREN adalah.. Rp400
– 500 saja per saham
. Sedangkan kalau kita samakan valuasinya dengan PGEO,
maka target harganya lebih rendah lagi.

Baiklah pak Teguh, lalu apakah situasi dimana
harga suatu saham naik amat sangat tinggi sampai off the chart ini
pernah terjadi sebelumnya? Karena kalau pakai contoh harga minyak di atas
tentunya kurang nyambung, karena itu kan komoditas dan bukan saham? Jawabannya,
yep, itu pernah terjadi. Masih ingat tahun 2021 lalu ketika ramai cerita bank
digital? Ketika itu saham PT Bank Jago, Tbk (ARTO) naik sampai 19,000 (juga
dari hanya 700-an di bulan Mei 2020), diikuti oleh saham-saham ‘bank digital’
lainnya, yang juga naik gila-gilaan hingga PER-nya mencapai ratusan kali
(valuasi ARTO bahkan lebih off the chart lagi dimana PER-nya sempat mencapai
lebih dari 1,000 kali). Namun memasuki tahun 2022, ARTO dkk turun lagi, dan cerita
bank digital juga meredup dengan sendirinya.

Sehingga dalam hal ini penulis setuju dengan analisa
JP Morgan: BRPT dkk pada akhirnya turun lagi, meski tentunya tidak ada yang
bisa prediksi kapan. Nah, tapi sekarang ke pertanyaan berikutnya: Kita tahu
bahwa IHSG naik tinggi dalam satu setengah bulan terakhir dari 6,642 ke 7,191
(naik 8% lebih) hanya karena didorong oleh kenaikan BREN dkk, tapi ratusan saham-saham
lainnya di BEI cenderung gak kemana-mana, malah justru turun. Jadi bagaimana
jika BREN dkk akhirnya turun dan IHSG juga turun? Apakah itu bisa menimbulkan
kepanikan pasar dan saham-saham yang kita pegang juga ikut turun, tak peduli
meski fundamentalnya bagus no problem? Well, soal itu kita akan bahas lain
waktu karena topiknya sudah beda lagi, tapi intinya penulis sendiri tidak
khawatir karena dulu pun di tahun 2022 ketika IHSG secara keseluruhan hanya naik 4.1% karena terhambat oleh penurunan ARTO dkk, namun si
tuasi pasar tetap lebih kondusif
dibanding hari ini dimana investor fundamentalis kembali profit besar setelah sempat struggle di tahun 2021-nya. Jadi untuk tahun 2024 nanti juga harusnya situasinya akan sama: IHSG mungkin gak akan kemana-mana, tapi asalkan situasi anomali pasar karena kenaikan BREN dkk sekarang ini tidak berlanjut, dan seharusnya memang demikian, maka investor akan kembali profit dari saham-saham berfundamental bagus. Anyway, selengkapnya akan kita bahas
lagi nanti.

Untuk Minggu depan kita akan bahas update analisa saham-saham batubara, udah banyak yang request.

***

Ebook
Investment Planning
berisi kumpulan 30 analisa saham
pilihan edisi terbaru Kuartal III 2023 sudah terbit, dan sudah
bisa
dipesan
disini
, gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio, langsung dengan
penulis.

Dapatkan postingan terbaru dari blog ini via email. Masukkan alamat email anda di kotak dibawah ini, lalu klik subscribe

Terimakasih telah membaca di Piool.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.


Comments

Paling Populer

To Top