Topik

Mulai April, Saham Bisa Turun 20 – 35% Dalam Sehari!


Pada hari Rabu, 28 Desember 2022, beredar Surat
Keputusan Direksi Bursa Efek Indonesia (BEI), yang pada intinya berisi
informasi perubahan jam perdagangan bursa dari sebelumnya 09.00 – 15.00 menjadi
09.00 – 16.00, dan aturan auto rejection bawah atau ARB, dari sebelumnya
7% menjadi 20 – 35% per hari. Lebih jelasnya bisa dilihat pada dua gambar
berikut, klik gambar untuk memperbesar:

However, masih di hari yang sama, muncul siaran pers yang
membantah/mengkoreksi perubahan peraturan diatas, sehingga dengan demikian jam bursa masih
tetap 09.00 – 15.00, dan batas ARB juga tetap 7% per hari. Penulis sendiri gak
ngerti kenapa BEI seperti bingung begitu, tapi yang jelas topik ARB
ini memang sangat menarik untuk dibahas. Karena bagi investor pemula angkatan
corona yang baru masuk pasar pada bulan Maret 2020 atau lebih baru lagi, mereka
tentunya belum pernah mengalami melihat saham turun sampai 35% hanya dalam
sehari, karena peraturan batas ARB 7% memang baru berlaku pada bulan Maret 2020
tersebut. Okay, kita langsung saja.

***

Ebook
Market Planning
 edisi Maret 2023 yang berisi analisis IHSG, rekomendasi saham, info jual
beli saham, dan update strategi investasi bulanan sudah terbit. Anda bisa 
memperolehnya disini, gratis info jual beli saham,
dan tanya jawab saham/konsultasi portofolio untuk member.

***

Jadi yang dimaksud dengan auto rejection adalah
batas maksimal perubahan harga suatu saham yang bisa terjadi dalam satu hari
perdagangan. Lebih spesifiknya, auto rejection atas (ARA) adalah batas
maksimal kenaikan harga saham, sedangkan auto rejection bawah (ARB)
adalah batas maksimal penurunan harga saham, dalam satu hari. Misalnya saham A
harganya 1,000. Karena saat ini masih berlaku ARB 7%, maka saham A ini maksimal
hanya bisa turun sampai 930 saja (turun 7%) dalam satu hari. Dan jika ada orang yang pasang bid
atau offer pada harga yang lebih rendah dari 930, katakanlah pada harga 920,
maka akan otomatis ditolak oleh sistem (auto reject), sehingga tidak
terjadi transaksi pada harga 920 tersebut, dan alhasil harga saham A di pasar
tetap 930. Jika orang tadi tetap ngotot hendak membeli/pasang bid di saham
A pada harga 920, maka dia baru bisa melakukannya besoknya/pada hari
perdagangan berikutnya.

Dan sebelum bulan Maret 2020, peraturan BEI menyebutkan bahwa saham
dengan harga nominal Rp50 – 200 bisa naik atau turun maksimal 35% dalam sehari,
nominal 202 – 5,000 bisa naik atau turun maksimal 25% dalam sehari, dan nominal
di atas 5,000 bisa naik atau turun maksimal 20% dalam sehari. Namun pasca Maret
2020, peraturannya diubah menjadi sebagai berikut: Untuk batas ARA tidak ada
perubahan, tapi untuk batas ARB maksimal 7% saja untuk semua saham.

Dan itu karena, dalam kondisi pasar yang sangat bergejolak di bulan Maret
2020 tersebut (karena mulai merebaknya pandemi Covid-19 di seluruh dunia,
termasuk di Indonesia), dimana IHSG dengan sangat cepat anjlok dari 6,000-an
hingga sempat sesaat dibawah 4,000 pada tanggal 24 Maret, maka tentu saja terjadi kepanikan luar biasa dimana investor ramai-ramai menjual sahamnya, dan alhasil ada banyak
saham yang sebenarnya gak ada masalah apa-apa tapi ikut turun sangat dalam
(dan itu bikin orang jadi lebih panik lagi). Maka disitulah bursa kemudian
melakukan intervensi dengan memberlakukan batas ARB 7%, dan alhasil saham-saham
dan juga IHSG, meski tetap anjlok, tapi penurunannya tidak sedalam seperti
tahun 2008 lalu. Sebelumnya pada
Agustus 2015 lalu BEI juga pernah mengubah batas ARB menjadi maksimal 10%

(dari sebelumnya 20 – 35%), juga karena market crash ketika itu. Dan beberapa
waktu kemudian ketika pasar akhirnya berangsur-angsur normal dan tidak ada lagi kepanikan, maka batas
ARB itu dikembalikan menjadi 20 – 35% pada Januari 2017
, sebelum kemudian
berubah lagi jadi maksimal 7% pada Maret 2020 karena IHSG anjlok karena dampak
pandemi. Dan sampai dengan ketika artikel ini diposting, peraturan batas ARB 7%
itu masih belum berubah lagi.

Tapi pertanyaannya sekarang, bagaimana jika suatu hari nanti batas ARB
kembali menjadi 20 – 35% seperti dulu? Apakah itu berarti saham saya bakal
turun 35% dalam sehari? Well, jika anda cukup yakin bahwa saham anda itu
beneran bagus gak ada masalah, perusahaannya laba, rutin bayar dividen, manajemennya
bener dll, maka dalam kondisi pasar yang tidak sedang bergejolak seperti
sekarang, maka tidak usah khawatir. Seperti disebut di atas, batas ARB 7% ini
berguna dalam kondisi pasar yang bergejolak/market crash karena
resesi/krisis, dalam hal ini mencegah suatu saham turun terlalu dalam dan
terlalu cepat, sehingga pada gilirannya mencegah kepanikan investor. Pada market crash Oktober 2008 lalu, saham Bank BRI (BBRI) pernah anjlok hingga 20% hanya dalam sehari karena efek kepanikan investor ketika itu, tak peduli meski perusahaannya sebenarnya baik-baik saja. Nah, penurunan ekstrim tersebut bisa dicegah jika sejak awal BEI memberlakukan batas ARB 7%.

Tapi dalam
kondisi seperti sekarang dimana pandemi sudah terkendali, PSBB/PPKM tidak lagi
berlaku, kegiatan ekonomi berjalan normal, kinerja emiten sudah bagus lagi, dan
IHSG sendiri sudah dekat-dekat atau bahkan di atas 7,000, alias sudah jauh
di atas level 3,938 yang pernah dicapai pada market crash 2020, maka cukup jelas bahwa batas ARB 7% itu sebenarnya sudah tidak lagi diperlukan. Dan memang saham BBRI sampai hari ini gak pernah lagi turun sampai 20% dalam sehari, termasuk dulu sebelum tahun 2020 ketika batas ARB masih 20 – 35%, karena memang sudah tidak ada krisis/resesi ataupun market crash lagi.

Disisi lain ketika batas ARB 7% itu masih berlaku sampai sekarang, yakni
ketika kondisi pasar sudah aman-aman saja, maka muncul efek samping, yakni
meningkatnya aktivitas spekulasi pada saham-saham berfundamental buruk, atau
istilahnya saham gorengan, karena adanya ilusi psikologis bahwa maksimal ruginya
cuma 7%. Maksud penulis adalah, betul, dalam kondisi pasar yang normal/tidak sedang terjadi krisis seperti tahun 2008 lalu, maka saham sekelas BBRI amat sangat kecil kemungkinannya bakal turun sampai 20% dalam sehari, bahkan turun 7% juga hampir tidak mungkin. Tapi bagaimana dengan saham-saham ‘calon ARA’ gak jelas dan berkinerja buruk yang memang sudah seharusnya turun sangat dalam? Masa penurunan mereka juga dibatasi hanya 7% saja per harinya?

Alhasil ada banyak investor, atau lebih tepatnya trader spekulan, yang sekarang ini berani membeli saham-saham yang
sebenarnya berisiko sangat tinggi dan tidak layak investasi, yakni karena
berharap harganya besok bakal ARA 20 – 35%, tapi disisi lain risikonya terbatas
karena kalaupun dia ARB, toh turunnya maksimal hanya 7% saja. Padahal
sebenarnya jika si trader tadi tidak segera jual/cut loss sahamnya, maka ruginya akan
bertambah menjadi lebih dari 7%, yakni ketika besok-besoknya saham tersebut ARB lagi. Jadi
inilah kenapa saya sebut hal ini sebagai ‘ilusi’. Faktanya ketika saham
GOTO ARB berjilid-jilid
beberapa waktu lalu, maka kerugian investor sama
sekali bukan cuma 7% melainkan jauh lebih besar dari itu, karena GOTO turunnya
sampai 80-an (dari puncaknya di 400-an).

Tapi apapun itu, hal ini pada gilirannya membuat pelaku pasar terutama
pemula cenderung lebih memilih untuk berspekulasi jangka pendek pada ‘saham-saham
terbang’ ketimbang berinvestasi jangka panjang pada saham-saham (yang beneran) bagus,
dan cerita kerugian gila-gilaan karena ‘terjebak di saham bandar’ kemudian menjadi
hal yang biasa, padahal IHSG-nya aman-aman saja.

Okay Pak Teguh, jadi memang sebaiknya batas ARB sekarang kembali ke 20 –
35% seperti dulu? Yes, agar para pelaku pasar kembali menjadi investor dengan membeli saham-saham dari perusahaan yang beneran menguntungkan dan bayar
dividen, dan bukan lagi menjadi spekulan dengan membeli saham-saham yang di grup-grup
dibilang bakal to the moon itu. Dan sekali lagi, jika anda cukup yakin
bahwa saham anda itu beneran bagus gak ada masalah, maka tidak usah khawatir
karena dia gak bakal ARB 20 – 35%. Dalam jangka panjangnya, hal ini akan membuat
pasar modal kita lebih sehat, dan kita sebagai investor akan kembali profit
dari saham-saham berfundamental bagus yang memang sudah selayaknya naik tinggi.

Hanya memang dalam jangka pendeknya, maka mungkin akan timbul gejolak
baru karena itu tadi: Para investor angkatan corona sebelumnya belum pernah mengalami
melihat sebuah saham turun sampai 35% hanya dalam sehari, sehingga mereka bisa jadi bakal panik dan itu bisa bikin IHSG jeblok. Jadi mungkin ini juga kenapa BEI
kemarin cepat-cepat menerbitkan siaran pers yang pada intinya menyebut bahwa batas
ARB 7% masih berlaku, karena mungkin mereka menilai bahwa sekarang ini masih
belum merupakan waktu yang tepat. Meski demikian penulis percaya bahwa kembalinya
batas ARB 20 – 35% ini cuma soal waktu saja, jadi untuk saat ini saya cuma
berharap, semoga BEI segera mengambil keputusan.

*Artikel ini sejatinya diposting 29 Desember 2022, dan direpost pada 4 Maret 2023, yakni setelah BEI akhirnya memberlakukan batas ARB 20 – 35% mulai April nanti.

***

Ebook
Market Planning
 edisi Maret 2023 yang berisi analisis IHSG, rekomendasi saham, info jual
beli saham, dan update strategi investasi bulanan sudah terbit. Anda bisa 
memperolehnya disini, gratis info jual beli saham,
dan tanya jawab saham/konsultasi portofolio untuk member.

Dapatkan postingan terbaru dari blog ini via email

Terimakasih telah membaca di Piool.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.


Comments

Paling Populer

To Top