Gang Masjid, Samarinda (2022) |
Ada satu gang yang menarik perhatian saya ketika menyusuri jalanan di Samarinda, Kalimantan Timur. Namanya gang masjid. Gang ini berada di salah satu jalan utama di Samarinda yang cukup ramai dengan pertokoan dan pedagang kaki lima. Disebut gang masjid karena mungkin posisinya bersebelahan dengan sebuah masjid. Masjidnya lumayan besar terletak di ujung jalan sebelum jembatan yang melewati sungai kecil.
Orang luar mungkin hanya mengira kalau gang ini hanya sekedar jalan tembusan. Melihat banyak sekali kendaraan roda dua yang masuk ke gang yang mukanya kelihatan sempit. Namun ketika masuk ke dalam, ternyata banyak kios yang berjualan pakaian di dalamnya. Saya sempat mengira hanya beberapa tempat saja yang membuka kios khususnya yang dekat dengan masjid. Namun sampai gang ini habis saya lewati ternyata semua isinya adalah kios penjualan pakaian. Panjang gang ini sekitar 300 meter. Kios-kios di gang masjid saling berhadapan dan jumlahnya sangat masif. Beberapa kios terlihat menjual busana, jilbab dan sepatu. Dan ketika anda lewat, anda merasa tidak sedang melewati sebuah gang tapi sebuah pasar pakaian. Bedanya kalau pasar dilewati oleh pejalan kaki, sementara gang masjid dilewati sepeda motor dari dua arah.
Tidak banyak informasi mengenai latar belakang kapan dan bagaimana munculnya ‘pasar gang’ ini. Namun sebuah portal menyebutkan pemerintah kota mencanangkan gang ini sebagai pasar fashion. Artinya gang ini sudah cukup dikenal oleh masyarakat Samarinda. Kalau kita kaitkan secara teori ekonomi, fenomena di gang masjid muncul tentu karena ada supply dan demand. Kalau tidak ada permintaan pasti tidak ada barang sehingga tidak ada yang berjualan seperti sekarang ini. Namun bagaimana supply dan demand ini dimulai? Mengingat kemungkinan sebuah gang yang kecil berubah menjadi sebuah pasar yang diisi oleh banyak kios pedagang sepertinya sangat kecil sekali.
Faktor lokasi juga memengaruhi terjadinya supply dan demand ini. Lalu bagaimana ada kemunculan pasar di dalam gang masjid yang sejatinya merupakan akses ke area permukiman?Konektifitas gang masjid dengan jalan lambung Mangkurat yang merupakan koridor komersial utama bisa menjadi salah satu sebab. Sebagaimana pula gang-gang yang terhubung di jalan Malioboro atau kawasan Njeron benteng keraton Yogyakarta yang menjadi basis kios-kios penjual kaos Dagadu yang populer. Sehingga meskipun tidak berada di jalan utama, adanya faktor kedekatan dengan generator utama kawasan mampu memunculkan aktifitas ekonomi di jalur-jalur sekunder. Perbandingan lain yang bisa dilihat adalah secara kultur di dekat masjid selalu ada pasar. Misal di Arab street di Singapura, ada relasi antara masjid dengan komunitas Arab yang merupakan pedagang sehingga membentuk Arab street sebagai pasar sekaligus tempat wisata.
Ada satu petunjuk yang bisa diamati dari pergerakan dan intensitas kendaraan yang masuk dan keluar gang masjid ini. Yakni gang masjid nampaknya dimanfaatkan sebagai ‘jalan pintas’ dari maupun ke jalan lambung Mangkurat. Boleh jadi dari pergerakan itu memicu gerak ekonomi (movement economy) di dalam gang masjid sehingga mendukung teori dan supply dan demand tadi. Rumah-rumah yang berada di lapis pertama sepanjang gang kemudian mengambil kesempatan ekonomi dari banyaknya orang atau kendaraan yang lewat. Perubahan fungsi pun terjadi pada bangunan di lapis pertama, dari rumah tinggal menjadi fungsi komersial. Lalu pertanyaannya mengapa orang menggunakan gang masjid sebagai jalan pintas?
Sketsa situasi dan lokasi Gang Masjid. |
Alasan orang mencari jalan pintas adalah untuk mencapai tujuan lebih cepat daripada memutar jalan terlalu jauh. Kenyataannya memang demikian, untuk keluar dari jalan lambung Mangkurat dari arah utara lebih cepat melewati gang masjid. Ketimbang memutar menyeberangi jembatan dua kali untuk memutar balik. Demikian pula pencapaian ke jalan lambung Mangkurat dari sisi barat kota ke sisi utara jalan akan lebih jauh memutar. Apa yang menyebabkan gang kecil ini menjadi alternatif utama pengguna kendaraan roda dua? Faktor ini dapat kita amati secara kawasan perkotaan di sekitarnya dimana di dekat gang masjid dan jalan lambung Mangkurat terdapat sebuah area bekas bandara yang sudah tidak terpakai. Panjang landasan pacunya mencapai 1 kilometer dan area sekelilingnya ditutupi tembok dan hunian padat. Kenyataannya landasan pacu bandara ini memotong jalur-jalur grid di tengah kota dan membuat putaran sirkulasi yang jauh. Beruntungnya gang masjid yang posisinya di dekat ujung landasan pacu tidak terpotong dan menjadi satu-satunya jalur yang menghubungkan dua area perkotaan yang dibelah oleh landasan pacu.
Dengan melihat faktor penyebab ini, kita dapat menggambarkan bahwa gang masjid berukuran kecil yang sehari-harinya menjadi jalan pintas, ternyata dilihat dari konteks kawasan yang lebih luas berperan sebagai penghubung diantara dua kawasan perkotaan yang terbelah atau terpisah jauh. Tentunya kita membayangkan hal ini sebagai beban yang berlebihan yang ‘ditanggung’ oleh sebuah gang. Situasi ini membuat fenomena di gang masjid adalah dampak dari yang kita sebut bottle neck effect atau ‘efek leher botol’ dimana ada penyempitan sirkulasi yang terjadi dalam skala kawasan.
Lalu apa yang dapat dilakukan dengan gang masjid ke depannya? Apakah rencana Pemkot setempat untuk menjadikannya pasar fashion adalah langkah yang tepat? Karena setidaknya dari analisis di aras ada dua sudut pandang dalam melihat fenomena gang masjid, yakni: gang masjid sebagai sebuah potensi pasar yang bisa dikembangkan atau gang masjid sebagai dampak sebuah permasalahan yang lebih luas yang perlu diselesaikan?
Saya menganalogikan fenomena gang masjid seperti film yang berjudul phenomenon (1996). Film yang bercerita tentang george malley (john travolta) seorang mekanik yang kecerdasannya biasa saja tetapi dalam semalam berubah menjadi seorang jenius di kotanya. Kecerdasan ini diakuinya diperoleh dari sebuah bola cahaya asing yang datang dari langit secara tiba-tiba. Meskipun ia menggunakan kejeniusan ini untuk kebaikan bagi warganya, seorang dokter yang menelitinya mengatakan sebenarnya ia mengalami efek tumor otak yang mematikan. Tumor inilah yang membuat ia seolah melihat bola cahaya itu dan menstimulasi otaknya menjadi jenius. Singkat cerita, meskipun sudah membantu banyak orang dengan kejeniusannya itu umur george tidak panjang karena penyakit yang dideritanya.
Mungkinkah gang masjid memiliki situasi yang sama seperti george malley, stimulus aktivitasnya luar biasa tapi sebenarnya berasal dari efek penyakit yang parah. Kalau ‘sakit’ di bagian kota itu disembuhkan mungkinkah gang masjid tidak ramai lagi seperti sekarang ini? Mungkin gang masjid tidak mati hanya kembali normal sebagaimana gang umumnya. Tapi kalau penyakit itu terus dibiarkan dan lama kelamaan berdampak pada gang masjid juga, alih-alih sehat justru efek bottle neck ditakutkan dapat membahayakan bagi gang masjid dan lingkungan itu sendiri.
Terimakasih telah membaca di Piool.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.