Topik

PENGOLAHAN KEPITING DAN RAJUNGAN


A. PENDAHULUAN
 Dunia perikanan menjanjikan sumber daya yang
besar dan memerlukan pengelolaan yang terukur sehingga pemanfaatan untuk
kemaslahatan bangsa dapat tercapai secara optimal. Salah satu aspek yang
menjadi rantai kegiatan perikanan adalah pengolahan hasil perikanan dimana
cara-cara yang tepat dan benar sangat diperlukan. Dewasa ini para pelaku usaha
dan pelaku utama perikanan sudah mulai memiliki pandangan yang maju dalam hal
bagaimana mengolah dengan efektif dan efisien.
Pemahaman
dalam mengolah produk perikanan tidak hanya terpaku pada satu jenis olahan
tetapi terkait juga dengan berbagai macam cara mengolah jenis ikan seperti
pengolahan ikan-ikan air tawar.

B. POTENSI
Kepiting
banyak dijumpai di daerah hutan bakau dan tersebar hampir diseluruh wilayah
Indonesia. Oleh karena habitat dari kepiting di Indonesia umumnya di daerah
Bakau, maka kepiting lebih dikenal dengan nama ”kepiting Bakau”. Sedangkan
jenis kepting yang paling banyak ditemukan dan diperdagangkan adalah jenis
Rajungan. Menurut jenisnya, Kepiting di Indonesia berjumlah 124 jenis (Nontji,
1987 dalam Ghufron, 1997).
Kepiting
merupakan salah satu primadona perdagangan perikanan dewasa ini karena produk
kepting sangat disenangi oleh masyarakat baik lokal maupun internasional
terutama karena rasa dagingnya yang enak serta kandungan proteinnya yang tinggi.
Peluang
pasar yang cukup besar dengan harga tinggi menyebabkan bisnis kepiting mulai
berkembang di beberapa tempat seperti di Sulawesi Selatan, Cilacap, Medan dan
lain-lain. Dengan target pemasaran lokal maupun ekspor. Negara tujuan ekspor
antara lain: Jepang, Hongkong, Korea Selatan, Taiwan, Singapura, Malaysia,
Australia dan Prancis.
Sebagai
salah satu sumber pendapatan nelayan dan devisa negara, kepiting dan rajungan
perlu mendapatkan perhatian khusus baik dari segi kelestarian sumber daya maupun
cara pengolahannya. Hal ini juga sangat dipengaruhi oleh permintaan masyarakat
terhadap komoditi ini dari tahun ke tahun semakin meningkat baik dalam negeri
maupun luar negeri. Hal ini sesuai dengan data yang dikeluakan oleh Kementrian
Kelautan perikanan tentang produksi kepting/rajungan bahwa rajungan memiliki
peluang besar untuk menghasilkan devisa bagi negara dengan permintaan yang
terus meningkat. Selama tiga tahun terakhir yaitu pada tahun 2006-2008 data
ekspor rajungan dalam US$ rajungan memiliki nilai yaitu 130 juta pada tahun
2006, untuk tahun 2007 sebesar 134 juta, dan tahun 2008 mencapai 179 juta.
Kenaikan ekspor rajungan mencapai 32,90% pada tahun 2007-2008. Peningkatan ini
disebabkan karena rajungan termasuk makanan mewah yang banyak dikonsumsi oleh
masyrakat karena memilki rasa yang gurih dan kandungan gizi yang tinggi.
Potensi
dan prospek kedepan yang baik inilah menjadi salah satu alasan mengapa
pemanfaatan kepiting dan rajungan ini perlu ditingkatkan dikalangan pelaku
usaha dan pelaku utama. Umumnya Kepiting diolah menjadi daging
Kepiting/Rajungan dalam kaleng, berbagai jenis masakan siap saji di
restoran-restoran serta olahan limbah seperti Petis Rajungan.
C. SEBARAN/
DISTRIBUSI
Kepiting
dan Rajungan memiliki tempat hidup diperairan pantai. Kepiting biasanya hidup
dipantai yang berlumpur dan ditumbuhi pohon-pohon bakau sedangkan rajungan di
pantai berpasir, pasir berlumpur dan di pulau berkarang. Rajungan banyak
ditangkap di daerah-daerah seperti Bali, Muncar – Banyuwangi, Pasuruan,
Lampung, Sumatera Utara, Kalimantan Timur dan Barat, Sulawesi dan Aceh.
Sedangkan Kepiting tersebar didaerah pantai dengan hutan mangrove yang masih
ada seperti contohnya di daerah Sulawesi, Maluku dan Papua.
Kepting
bakau (Scylla serrata) memiliki nama yang berbeda-beda untuk setiap
daerah baik di Indonesia maupun negara-negara lainnya di dunia. Penyebaran
kepiting ini sendiri tersebar di wilayah Indo-Pasifik yang meliputi antara lain
Indonesia, Malaysia, Cina, Filipina. Kepiting bakau ini hanya tersebar di
perairan tropis atau pada perairan berkondisi tropis. Daerah sebarannya
meliputi wilayah Indo-Pasifik, mulai dari pantai selatan dan timur Afrika
Selatan, Mozambik, Iran, Pakistan, India, Sri Lanka, Bangladesh, negara-negara
ASEAN, Cina, Jepang dan Taiwan. Kepiting juga ditemukan di pulau-pulau Lautan
Pasifik mulai dari kepulauan Hawai di utara sampai ke Selandia Baru dan
Australia bagian selatan.
D.
PEMANFAATAN
Kepting
dan Rajungan sangat populer dengan rasanya yang enak dan bergizi, sehingga
masyarakat berusaha untuk memenuhi permintaan pasar melalui produksi
olahan-olahan berbahan baku Kepiting dan Rajungan.
Jenis-jenis
olahan kepiting dan rajungan antara lain:
1.    Pengalengan daging Rajungan/Kepiting
2.    Masakan-masakan berbahan dasar daging
kepiting dan rajungan seperti sup, kepiting/rajungan bumbu khas Indonesia, dll
3.    Pengolahan limbah atau hasil samping
seperti Petis Rajungan.
Selain
pengolahan menjadi produk olahan seperti disebutkan diatas, banyak masyarakat
yang memanfaatkan Kepiting untuk dipasarkan dalam bentuk hidup dengan tujuan
restoran-restoran dan juga eskpor. Salah satu keunggulan dari kepiting hidup
adalah harga yang tinggi, mudah dilakukan dan bagi konsumen merupakan
keuntungan sendiri yaitu tidak memerlukan penanganan untuk menjaga mutu karena
dalam bentuk hidup, kondisi kepting tidak akan busuk.
E. MORFOLOGY
Rajungan
merupakan yang paling terkenal sesudah kepiting bakau. Rajungan bisa mencapai
ukuran 18 cm, capitnya kokoh, panjang, berduri-duri Rajungan dapat dikenali
dari bentuk tubuhnya yang melebar melintang. Golongan binatang ini mempunyai
jenis yang dapat dimakan terbanyak diantara Crustacea lainnya. Binatang ini ada
yang dapat berenang yakni yang ditandai oleh ujung pasang kaki terakhir yang
pipih seperti dayung, sedangkan jenis lainnya hanya dapat merayap (Juwana dan
Kasijian, 2000)
Kepiting/rajungan
merupakan binatang berkaki sepuluh, sepasang kaki yang pertama dimodifikasi
menjadi sepasang capit dan yang sepasang lagi yang paling belakang digunakan
untuk bergerak. Perutnya terlipat di bawah cephalothorax. Bagian mulut kepiting
ditutupi oleh maxilliped yang rata, dan bagian depan dari carapace tidak
membentuk sebuah rostrum yang panjang. Insang kepiting terbentuk dari pelat-pelat
yang pipih (“phyllobranchiate”), yang dikenal mempunyai
“ekor” yang sangat pendek, atau yang perutnya (abdomen) sama sekali
tersembunyi di bawah dada (thorax). Tubuh dilindungi oleh kerangka luar yang
sangat keras, tersusun dari kitin, dan dipersenjatai dengan sepasang capit.
Kepiting berwarna coklat bercampur hitam yang hidup di air payau, air tawar dan
darat, khususnya di wilayah-wilayah tropis. Ketam adalah nama lain bagi
kepiting.
Kepiting
termasuk keluarga udang (Crustacea). Kepiting yang banyak
diperjual-belikan dipasaran adalah jenis kepiting besar atau kepiting bakau (Scylla
serrata
) dengan berat rata-rata sekitar 500 gr/ekor. Biasanya kepiting
dijual masih dalam keadaan hidup dengan capitnya diikat tali plastic atau
pelepah pisang.
Jenis
kepiting yang diperdagangkan biasanya adalah kepiting jantan dan kepiting telur
(betina). Perbedaan antara kepiting jantan dan telur adalah pada bentuk kulit
bagian perut, dimana kepiting jantan memiliki bentuk kulit bagian perut
melancip sedangkan kepiting betina bentuk kulit bagian perutnya melebar (lihat
gambar 1. tentang perbedaan morfologi kepiting jantan dan betina).
Dalam
memilih produk kepiting, beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu:
1.   
Memastikan
kepiting masih dalam keadaan hidup. Hal ini dapat dilihat dengan memberikan
rangsangan pada bagian mata. Bila mata masih berkedip dan sungut bergerak,
artinya kepiting masih dalam keadaan hidup.
2.    Memastikan kepiting bertelur atau
tidak dengan cara memperhatikan celah antara cangkang dengan rangka bagian
perut. Dengan menekan sedikit rangka bagian perut akan terlihat lapisan telur
berwarna jingga. Cara ini memerlukan keterampilan dan kebiasaan.
F.
KLASIFIKASI DAN KANDUNGAN GIZI
Rajungan
dalam dunia perdagangan dimasukkan kedalam satu kelompok yang sama dengan
kepiting yaitu crabs (Soim, 1996). Indonesia memang memilki bebrapa jenis
rajungan yang kesemuanya dapat dimakan, tetapi tidak banyak dijumpai seperti
rajungan biasa (Juwana dan Kasijian, 2000).
Klasifikasi
rajungan menurut Soim (1996) adalah sebagai berikut :
Phylium              : Arthopoda
Class                  : Crustacea
Sub Class           : Malacostraca
Ordo                  : Decapoda
Family                : Portunidae
Sub Family          : Potunidae
Genus                 : Portunus
Species               : Portunus pelagicus Linn
Sedangkan
Klasifikasi Kepiting Bakau adalah sebagai berikut:
Phylum               : Artrhopoda
Class                  : Crustacea
Subclass             : Malacostraca
Superordo                    : Eucaridae
Ordo                  :
Decapoda
Family                : Portunidae
Genus                : Scylla
Species               : Scylla sp.
 
Scylla serrata
        Scylla tranquebarica
Kepiting
dikenal sebagai salah satu makanan dari laut (seafood) yang
digemari oleh masyarakat kita. Kepiting adalah sumber protein yang baik
(mengandung sekitar 18-19.5 gram protein per 100 gram). Lihat tabel di bawah
yang menyajikan komposisi zat gizi dari kepiting dibandingkan ikan/seafood
lainnya.
Sedangkan
dari sumber yang lain, Kepiting dan Rajungan memiliki perbandingan kadar gizi
seperti terlihat pada table berikut
Tabel
2. Hasil analisis kimia daging rajungan dan kepiting
Jenis komoditi
Protein
(%)
Lemak
(%)
Air
(%)
(Abu)
(%)
Rajungan
jantan
Rajungan
betina
Kepiting
jantan
Kepiting
betina
16,85
16,17
11,45
11,90
0,10
0,35
0,04
0,28
78,78
81,27
80,68
82,85
2,04
1,82
2,45
1,08
Sumber
: BPPMHP, 1995
G.
PREPARASI BAHAN BAKU
1.
Penanganan Kepiting Hidup
Pada
umumnya kepiting dijual dalam bentuk daging yang dikemas dalam kaleng atau
dijual dalam keadaan hidup. Kepiting hidup memiliki harga yang tinggi dan dapat
menjangkau pasar yang jauh.
Beberapa
prinsip penanganan kepiting hasil panen perlu memperhatikan faktor-faktor
waktu, suhu, higienis (kebersihan) sejak kepiting itu dipanen hingga diserahkan
kepada pembeli atau diolah. Panen perlu dilakukan secara cepat dan hati-hati
untuk menghindari stres yang berlebihan.
Faktor
suhu dapat mempengaruhi laju kecepatan metabolisme (pencernaan), kesehatan,
kesegaran dan laju dehidrasi (kehilangan cairan tubuh). Kehilangan berat
sekitar 3 – 4% akibat dehidrasi pada proses penyimpanan kepiting tanpa air
dapat menyebabkan kematian. Selain itu, Penyimpanan kepiting tanpa air pada
suhu dingin (< 140 C) atau suhu panas (> 320 C) dapat menyebabkan
kematian kepiting karena lingkungan hidup kepiting berkisar antara 120 C sampai
dengan 320 C.
Penangkapan
Kepiting dialam relative sulit bagi pemula sedangkan bagi para nelayan,
melakukan penangkapan cukup mudah dengan menggunakan alat-alat yang sederhana.
Beberapa hambatan dalam usaha menagkap Kepiting dengan tujuan mempertahankannya
tetap hidup adalah antara lain karena mudah lari, menyerang satu sama lainya
yang mengakibatkan cacat fisik, maupun menyerang orang yang menangani sehingga
mengakibatkan kegiatan penanganananya menjadi lambat dan terkadang membanting
hasil tangkapan. Oleh karena itu, panen dan penanganan kepiting perlu dilakukan
oleh tenaga-tenaga terampil untuk menangkap dan mengikat.
Setelah
Kepting ditangkap, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah memisahkan hasil
tangkapan berdasarkan ukuran (besar dan kecil), cacat fisik yang dialami
seperti patah capit dengan yang utuh, dipisah berdasarkan Kepting hidup dan
mati, jantan dan betina, sedang bertelur atau tidak.
Kepiting
yang baru saja dipanen harus segera diikat supaya tidak lepas dan saling
menyerang, memudahkan seleksi dan penanganan selanjutnya. Pengikatan dapat
dilakukan dengan dua cara yakni (Rangka, 2007):
(1)
Pengikatan seluruh kaki dan capit sehingga kepiting tidak mampu bergerak,
(2)
Pengikatan pada capit saja sehingga kepiting masih mampu berjalan tetapi tidak
dapat menyerang.
Pengikatan
pertama mempunyai kelemahan bila dibiarkan dalam beberapa hari, ketika akan
dilepas, kepiting menjadi lumpuh, tidak lincah sehingga dinilai lemah/sakit
yang dapat menurunkan mutu, sedangkan pengikat cara kedua kepiting masih bisa
lari kecuali yang lemah/sakit sehingga peluang lepas/hilang bila tempat
penyimpanan/penampungan tidak tertutup selalu ada. Kepiting yang telah diikat,
disortir (dipisahkan berdasarkan berat dan ukuran), disusun rapi (tidak
terbalik) di dalam keranjang atau semacamnya bersusun 3 – 5 lapis dengan
kondisi keranjang cukup memiliki ventilasi/lubang untuk sirkulasi udara. Dalam
keadaan ini dapat disimpan dalam ruangan lembab bersuhu rendah. Ditingkat
petani sering ditutup dengan karung bersih dan basah dan segera dikirim kepada
konsumen.
Setelah
Kepiting di ikat dan dikemas maka siap untuk di pasarkan. Biaya transport cukup
tinggi sehingga perlu perencanaan yang baik agar kepiting yang dikirim tetap
dalam keadaan hidup sampai pada konsumen. Bila karena sesuatu hal kepiting yang
telah diikat tadak dapat segera dikirim kepada konsumen/pembeli, maka setiap 12
jam dapat dicelup dalam air asin selama beberapa menit untuk menghindari
dehidrasi. Bila ada yang lemah sekali atau mati harus segera dipisahkan untuk
menghindari kematian kepiting lainya. Kepiting yang lemah, kurang sehat
ditandai dengan gerakan tangkai mata dan kaki renang yang lamban, serta keluar
busa dari mulutnya.
2.
Penanganan daging Kepiting/Rajungan
Terdapat
perbedaan antara penganganan Rajungan dengan Kepiting. Jika Kepiting ditangani
dalam keadaan hidup maka rajungan ditangani dalam bentuk daging.
Penanganan
daging Rajungan menggunakan prinsip – prinsip penanganan suhu rendah (0 – 50C).
Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi pembusukan oleh bakteri dan enzim karena
daging rajungan mengandung substrat yang baik untuk pertumbuhan bakteri
tersebut.
Proses
perebusan rajungan mentah dilakukan selama ±30 menit dengan suhu 90-1000C,
disesuaikan dengan jumlah bahan baku yang direbus (SNI 01-4224-1996). Kemudian
Rajungan dibelah dan diambil dagingnya. Daging Rajungan harus dipisah
berdasarkan asal bagian tubuh Rajungan. Daging Rajungan sebagian besar terdapat
pada bagian badan, kaki, dan capitnya. Berdasarkan daging pada bagian tersebut,
maka daging rajungan umumnya dibagi menjadi 4 macam daging, yaitu :
1)   Jumbo lamp dan colossal (daging putih) adalah
dua daging dari capit.
2)   Sepesial (daging putih) adalah daging yang
terletak dibagian badan berupa serpihan.
3)   Clow meat (daging coklat) adalah dari capit
sampai kaki rajungan.
4)   Clow fingers (daging coklat) adalah bagian pertama
dari capit dan bagian capit yang dapat digerakkan
Bagian-bagian
daging tersebut kemudian di simpan kedalam kaleng plastik dan disimpan dalam
wadah yang diberi es.
Menurut
(Moeljanto, 1992) Mutu daging rajungan dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan
mutu yaitu :
1)  
Mutu
I potongan daging (lump Meat) terdiri dari kaki-kaki dan sirip-sirip belakang,
merupakan mutu yang baik.
2)  
Mutu
II serpihan putih (White/Flake) terdiri dari sisa daging dari badan.
3)   Mutu III daging capit berwarna gelap
dan mutunya rendah
H.
PENGALENGAN DAGING RAJUNGAN/KEPITING
Menurut
Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-6929.1-2002, rajungan kaleng secara
pasteurisasi adalah produk olahan hasil perikanan dengan bahan baku rajungan
segar yang mengalami perlakuan sebagai berikut: perebusan dan pengambilan
daging, pengisian dalam kaleng, penimbangan, penutupan kaleng, pasteurisasi,
pendinginan dan pengemasan, selanjutnya disimpan pada suhu 00C – 50C.
Menurut
Muchtadi (1995), pengalengan adalah proses pengemasan pangan secara hermatis
yang mengandung arti bahwa penutupan sangat rapat, sehingga tidak mudah
ditembus oleh udara, air, mikroba atau bahan lain. Sehingga makanan kaleng
dapat dijaga dari kebusukan, perubahan, kadar air, kerugian akibat oksidasi
atau perubahan citarasanya.
Selain
menggunakan kaleng, penggunaan botol Jar (contohnya botol bekas selai) dapat
digunakan sebagai wadah daging Rajungan/Kepiting.
Tahapan-tahapan
proses pengalengan rajungan/kepiting menurut SNI 01-6929.3-2002 adalah sebagai
berikut:
1. Tahap Penerimaan
Bahan
baku harus disertai keterangan yang menyatakan bahwa bahan baku tidak berasal
dari perairan yang tercemar. Bahan baku yang diterima diunit pengolahan diuji
secara organoleptik untuk mengetahui mutunya kemudian bahan baku ditangani
secara hati-hati, cepat, cermat, bersih dengan suhu dingin maksimal 50C dan
selanjutnya dilakukan penimbangan. Penggunaan es selalu menjadi penting dalam
rangka menjaga suhu tetap dingin.
2. Sortasi /Pemilihan
Daging
rajungan yang dihasilkan selanjutnya disortir menurut mutu dan jenis daging
kemudian dilakukan pembersihan daging dari sisa-sisa kulit cangkang, filth dan
lain-lain. Sortir harus dilakukan dengan cepat, cermat, dan saniter dengan suhu
maks. 50C yang dilakukan sedemikian rupa sehingga es tidak bersentuhan langsung
dengan daging.
3. Pengisian Dalam Kaleng
Daging
yang telah bersih dimasukkan kedalam kaleng secara manual sesuai dengan jenis
daging kemudian ditambahkan SAPP (Sodium Acid Pyrophosphat) dan ditimbang
dengan timbangan.
4. Penutupan Kaleng
Kaleng
yang telah berisi daging rajungan kemudian ditutup dengan menggunakan mesin
penutup kaleng. Bahan pelumas yang digunakan pada mesin penutup kaleng harus
menggunakan bahan pelumas yang “food grade” yaitu bahan pelumas yang
dipersyaratkan untuk makanan. Penutupan kaleng harus dilakukan dengan hati-hati
dan secara berkala dilakukan pemeriksaan terhadap lipatan kaleng.
5. Pelabelan dan Pemberian Kode
Setiap
produk yang akan diperdagangkan harus diberi label dengan benar dan mudah
dibaca, mencantumkan bahasa yang dipersyaratkan importir serta memberi
keterangan.
6. Proses Pasteurisasi
Kaleng
yang telah ditutup kemudian direbus dalam wadah perebusan dengan suhu 70 – 80 0C
selama 115 menit – 180 menit tergantung ukuran kaleng. Selama proses perebusan
suhu dan waktu pasteurisasi harus selalu diamati.
7. Pendinginan
Kaleng
yang telah mengalami pasteurisasi segera didinginkan dengan cara memasukkan
kaleng kedalam hancuran es dan air pada suhu ± 00C selama 2 jam. Air dan es
yang digunakan harus mengandung residu chlorine 0,2 ppm.
8.
Pengepakan
Kaleng yang
telah dingin dikeluarkan dari es kemudian dimasukkan kedalam master karton
sesuai dengan label. Penanganan dilakukan secara hati-hati dan teliti.
9.
Penyimpanan
Penyimpanan
daging rajungan dalam kaleng secara pasteurisasi harus dalam gudang dingin (chilling
room)
dengan suhu produk maksimal 50 C dengan fluktuasi suhu ± 20C.
Penataan produk dalam gudang dingin diatur sedemikian rupa sehingga
memungkinkan sirkulasi udara dingin dapat merata dan memudahkan pembongkaran.
Pengolahan
berskala rumah tangga juga dapat memproduksi daging Kepiting/Rajungan kaleng
dengan mengikuti contoh berikut.
Contoh
cara pembuatan daging Rajungan kaleng
a. Bahan-bahan:
1.    Kepiting Hidup : 5 kg
2.    Air untuk merendam kaleng/ botol: 5
liter
3.    Es : 2 kg
b. Alat
1.    Timbangan
2.    Panci perebus
3.    Bak perendaman
4.    Kaleng atau botol Jar dengan
penutupnya
5.    Autoclave atau pressure cooker atau
panci pengukus
6.    Alat penutup kaleng
c. Cara pembuatan
1.    Kaleng atau botol yang akan digunakan
disterilkan terlebih dahulu dengan cara mencuci dengan air panas/mendidih dan
atau mrendamnya kedalam air panas selama 1 jam dengan tujuan membunuh bakteri
dan kuman yang ada didalam kaleng atau botol.
2.    Kepiting hidup/Rajungan kemudian
direbus dalam panci perebus selama ± 15 menit atau hingga cangkang berubah
warna dalam suhu antara 90 – 1000C.
3.    Daging Kepiting/Rajungan diambil dan
dipisah berdasarkan jenisnya.
4.    Kemudian daging tersebut dimasukkan
kedalam kaleng/botol
5.    Tutup kaleng atau botol dengan rapat
6.    Kaleng/botol selanjutnya dikukus
(pasteurisasi) pada alat pengukus selama 1 – 1,5 jam
7.    Kaleng/botol didinginkan dengan cara
diremdam dalam air es dengan suhu kira-kira 50C. Pendinginan dilakukan selama
kurang lebih 1 jam
8.    Tiriskan kaleng/botol
9.   
Beri
label dan kaleng/botol siap dipasarkan.
I.
PENGOLAHAN PETIS RAJUNGAN
Petis
merupakan salah satu produk yang umumnya digunakan sebagai campuran dalam
masakan, sepert contohnya dalam pembuatan sambal goreng petis dan lain-lain.
Petis umumnya berasal dari cairan tubuh ikan atau udang yang telah terbentuk
selama proses penggaraman kemudian diuapkan melalui proses perebusan lebih
lanjut sehingga menjadi larutan yang lebih padat seperti pasta.
Adapun proses
pengolahan petis Rajungan/Kepiting adalah sebagai berikut:
Bahan-bahan
1.    Air perasan daging rajungan : 1500 ml
2.    Garam : 15 gram
3.    Gula merah : 15 gram
4.    Air tajin : 500 ml.
Alat
1.    Saringan
2.    Baskom
3.    Dandang
4.    Kompor
Cara
pembuatan
a)    Air perasan daging Rajungan disaring
b)   Air perasan dipanaskan dengan dandang
diatas kompor
c)    Selama dipanaskan, tambahkan gula,
garbahkan gula dan garam sambil diaduk
d)   Untuk meningkatkan kekentalan,
tambahkan air tajin
e)   Pengadukan adonan (air perasan, gula,
garam dan air Tajin) terus diaduk hingga terbentuk pasta yang kental. Biasanya
waktu yang dibutuhuhkan kurang lebih 3-6 jam.
f)   Petis yang telah mengental kemudian
diangakat sambil tetap diaduk dan diangin-anginkan agar petis cepat dingin.
g)   Setelah dingin, petis kemudian
dimasukkan kedalam botol jar (Boto yang biasanya dipakai untuk mengemas selai)

Terimakasih telah membaca di Piool.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.


Comments

Paling Populer

To Top