PT Agung Podomoro Land, Tbk (APLN) sudah
merilis laporan keuangan untuk periode sembilan bulan 2022, atau kuartal 3 (Q3)
2022, di mana perusahaan melaporkan laba bersih Rp2.4 triliun, melonjak
dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang rugi Rp465 miliar. Namun
begitu kita lihat rincian pendapatannya yang sebesar Rp7.4 triliun, maka
langsung kelihatan bahwa Rp4.1 triliun diantaranya berasal dari penjualan
‘pusat perbelanjaan’, dalam hal ini Mal Central Park di Jakarta Barat. Kemudian
karena nilai tercatat mal tersebut di laporan keuangan APLN adalah Rp1.1
triliun, maka dari situ situ saja perusahaan menghasilkan laba kotor Rp3.0
triliun, dan alhasil kinerja perusahaan berbalik dari sebelumnya rugi menjadi
laba.
***
Jadwal
Live Webinar Investasi Saham/Value Investing, Sabtu 26 November 2022, pukul
08.00 – 11.00 WIB. Untuk mendaftar klik disini.
***
Sehingga, meski sekilas kinerja APLN
kelihatannya jadi bagus pasca divestasi salah satu aset mal-nya, tapi ada
beberapa poin penting yang harus diperhatikan. Pertama, penjualan Mal Central
Park itu bersifat one time sales, yang secara teori tidak akan terulang
lagi di masa yang akan datang kecuali jika APLN menjual aset mal lainnya lagi
(selain Central Park, APLN adalah juga pemilik Mal Senayan City, Emporium
Pluit, Festival Citylink (Bandung, Jawa Barat), Delipark (Medan, Sumatera
Utara), dll). Jadi kalau kita mau menilai kinerja perusahaan secara lebih
konservatif, maka pendapatan penjualan mal ini harus dikeluarkan, baru nanti
kelihatan berapa total pendapatan perusahaan, serta berapa laba bersihnya dari
penjualan apartemen dll yang sifatnya lebih rutin. Kedua, seperti disebut
diatas, dari penjualan Mal Central Park, APLN menghasilkan laba kotor Rp3.0
triliun, tapi total laba bersihnya hanya Rp2.4 triliun. Yang itu artinya diluar
laba dari penjualan mal-nya, APLN sebenarnya masih merugi. Dan ketiga, dengan
tidak lagi memegang Mal Central Park, maka APLN kehilangan potensi pendapatan
sewa dll dari mal itu sendiri dalam jangka panjang.
Jadi dengan mempertimbangkan poin-poin
analisa di atas, maka saham APLN tidak cukup menarik karena prospeknya tidak
bagus, bahkan meskipun perusahaan kelihatannya membukukan laba besar. Namun
demikian jika kita analisa lebih lanjut, maka kesimpulannya jadi beda lagi.
Okay, kita langsung saja.
Pertama, terkait detail transaksi penjualan
mal-nya itu sendiri. Berdasarkan keterbukaan informasi yang dirilis APLN per
tanggal 18 Oktober 2022, perusahaan menjual Mal Central Park pada harga Rp4.5
triliun, atau spesifiknya Rp4,531 miliar, ke pihak ketiga dengan nama PT CPM
Indonesia (CPM), dimana CPM membayarnya dengan menerbitkan saham sebanyak 28.6%
dari jumlah saham beredar perusahaan yang kemudian diberikan ke APLN, dan uang
tunai. Jadi selain terima tunai Rp3.5 triliun sekian, APLN juga sekarang
memegang 28.6% saham CPM, dengan nilai tercatat Rp983 miliar (sehingga totalnya
Rp4.5 triliun). Jadi APLN masih menjadi pemilik Mal Central Park, hanya
saja sekarang pegangnya melalui CPM, dan posisinya minoritas. Tapi intinya
tidak tepat jika dikatakan bahwa APLN kedepannya akan kehilangan sama sekali
potensi pendapatan dari Mal Central Park, karena perusahaan masih ada pegang
saham disitu. Dan karena disisi lain perusahaan terima duit gede (Rp3.5 triliun
cuy!), then it was a good deal.
Kedua, seperti disebut diatas, APLN menerima
pembayaran penjualan mal-nya secara tunai, dan alhasil di laporan arus kasnya,
tercantum ‘kas neto dari aktivitas operasi’ sebesar Rp3.8 triliun. Perusahaan
kemudian menggunakan sekitar Rp2.1 triliun diantaranya melunasi sebagian
utang-utangnya, dan alhasi neraca menjadi lebih sehat di mana total
kewajiban APLN berkurang menjadi Rp16.5 triliun, berbanding ekuitasnya Rp10.2
triliun. Sebelumnya pada awal tahun 2022, neraca APLN memang kurang sehat/debt
to equity ratio-nya terlalu besar di mana perusahaan mencatat liabilitas
Rp19.1 triliun, dan ekuitas Rp7.8 triliun, dan itulah kenapa perusahaan
sebelumnya rugi melulu meski penjualan apartemen dll-nya di tahun 2022 ini
sudah kembali tumbuh signifikan, yakni karena laba kotornya habis buat bayar
bunga utang. Tapi dengan sekarang utangnya sudah berkurang, maka demikian pula
beban bunga utangnya juga akan turun, sehingga kedepannya APLN berpeluang untuk
membukukan laba positif bahkan meski perusahaan gak jual mal lagi.
Terakhir ketiga, sekaligus yang paling
menarik, transaksi penjualan mal ini menunjukkan bahwa nilai aset-aset yang
dipegang APLN sejatinya jauh lebih besar dibanding yang tercantum di laporan
keuangan. Karena memang perusahaan menyajikan LK-nya berdasarkan metode harga
perolehan, dimana ketika dulu APLN membangun Mal Central Park keluar duit Rp1
triliun, maka sampai belasan tahun kemudian, nilai tercatatnya tetap Rp1
triliun. Tapi begitu itu mal dijual, maka barulah terbuka nilai sesungguhnya
yakni Rp4.5 triliun (lebih dari empat kali lipatnya), dan menurut penulis
sendiri harga segitu terbilang wajar, karena kalau anda juga pernah main ke Mal
CP, itu mal emang gede banget dan juga lumayan mewah, serta jauh lebih ramai
dibanding Mal Taman Anggrek yang berlokasi persis disebelahnya.
Sehingga, ketika pada laporan keuangan
terbarunya, APLN mencatat nilai persediaan real estat (apartemen, rumah tapak,
ruko dll) total Rp12.3 triliun, maka ketika nanti persediaan itu secara
bertahap terjual dalam beberapa tahun ke depan, maka perusahaan akan mencatat
nilai pendapatan yang jauh lebih besar dari sekedar Rp12.3 triliun tersebut,
minimal dua atau tiga kali lipatnya. Jadi yang sekarang dibutuhkan APLN adalah
kondisi ekonomi yang cukup baik saja, agar perusahaan kemudian mampu
mengkonversi persediaan di atas menjadi pendapatan.
Kesimpulan
Jadi kesimpulannya, yep, APLN sangat menarik.
Penulis sendiri sebenarnya sudah melirik APLN ini pada EIP Q2
2022 lalu, dimana saya mengatakan bahwa meski sampai dengan Q2 2022, APLN
masih merugi, tapi dengan mempertimbangkan bahwa: 1. Penjualannya sudah naik
signifikan, 2. Laba kotor juga naik sigifikan, dan arus kasnya juga positif, 3.
Sahamnya masih sangat murah dengan PBV hanya 0.4 kali pada harga 115, jadi ada potensi
multibagger jika kinerja perusahaan nanti membaik.
Maka saya sendiri kemudian masuk/beli
sahamnya, terutama setelah pada LK terbarunya di Q3 barusan, APLN menunjukkan
hal-hal yang sudah saya sebutkan diatas: 1. Utangnya berkurang, sehingga beban
bunga utangnya yang selama ini menjadi penyebab perusahaan merugi juga
berkurang, 2. Perusahaan masih punya buanyak stok apartemen dll siap jual,
dengan nilai penjualan yang harusnya akan jauh lebih besar dibanding nilai
persediaan tercatat. Dan sebenarnya terkait dua faktor ini, maka gak cuma APLN,
melainkan saham-saham properti yang lain juga memiliki prospek yang kurang
lebih sama menariknya. Karena mayoritas dari mereka juga punya banyak
persediaan siap jual, tapi disisi lain utangnya besar-besar. Tapi jika kedepannya
para perusahaan properti ini mampu menjual persediaannya dan menggunakan
uangnya untuk mengurangi utang-utangnya sehingga beban bunganya ikut berkurang,
maka prospeknya dalam 1 – 2 tahun berikutnya akan menjadi lebih baik lagi, dan
harusnya sahamnya juga bakal terbang tinggi karena seperti halnya APLN, valuasi
mereka saat ini juga masih amat sangat murah.
Jadi yah, siap-siap guys, tahun 2023 nanti
bakal menjadi tahun yang menarik!
Disclosure: Ketika artikel ini diposting,
Avere Investama sedang dalam posisi memegang saham APLN pada harga beli Rp154.
Posisi ini bisa berubah setiap saat tanpa pemberitahuan sebelumnya.
***
Jadwal
Live Webinar Investasi Saham/Value Investing, Sabtu 26 November 2022, pukul
08.00 – 10.00 WIB. Untuk mendaftar klik disini.
Dapatkan postingan terbaru dari blog ini via email
Terimakasih telah membaca di Piool.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.