Legenda indie rock
asal Jakarta, Sajama Cut, telah merilis album teranyar mereka, GODSIGMA, pada 16 Oktober
2020. Album ini adalah album penuh kelima mereka sepanjang karier selama dua
dekade. Kini, album penuh GODSIGMA dirilis dalam setiap kanal digital dan
format CD oleh DeMajors Records.
Dengan riff–riff gitar gegap gempita, melodi yang catchy namun digembosi lirik sarat
sarkasme, dan aransemen yang lebih “organik” dari album-album sebelumnya,
GODSIGMA menjadi arah baru yang manis untuk Sajama Cut.
“Kami banyak terinspirasi dari tur untuk album sebelumnya,
Hobgoblin,” ucap vokalis mereka, Marcel Thee. Banyak berjumpa band indie rock di hajatan tersebut, mereka
tergerak membuat album yang “stage-oriented,
dan dikerjakan bareng dan live.”
“Sebelumnya, kami band yang berorientasi ke studio,” ucap
Marcel. “Untuk pertama kalinya, kami bikin album yang menurut kami tepat
energinya untuk panggung. Kami bertemu langsung sebagai band dan mengkomposisi album
ini bersama-sama. Ini album yang kolaboratif.”
Hasilnya adalah album Sajama Cut yang paling kohesif, cepat
dicerna, dan menonjok di awal sejak The Osaka Journals (2005). Detail-detail
kecil seperti vokal latar di “Lukisan Plaza Selamanya, Leslie Cheung, Melukisku
Melukisnya”, perpaduan synth dan
gitar di “Kesadaran / Pemberian Dana / Gempa Bumi / Panasea”, atau lirik kurang
ajar “berdisko ria / di vihara” pada
“Menggenggam Dunia” menjadi momen wajib jajal di album ini.
Selain itu, untuk pertama kalinya sejak Apologia (2001), album debut mereka yang penuh pengaruh industrial rock, Sajama Cut menggunakan
lirik berbahasa Indonesia dari awal hingga akhir album. “Gue ingin menggunakan
lirik sebagai instrumen berbeda, dan menghindari pendekatan lirik yang umum.”
Ucap Marcel. “Kami mencoba seharfiah mungkin, meski tetap dengan cara kami
sendiri.”
Pada “Adegan Ranjang 1981 <3 1982”, Marcel menyanyikan
lagu cinta bagi istrinya dibalut metafor tentang seks dan berkeluarga.
Sementara di “Rachmaninoff dan Semangkuk Mawar Hidangan Malam”, kehidupan
pemain keyboard Hans Citra Patria
sebagai pekerja kantoran dirangkum dalam syair yang penuh slogan-slogan
demotivasional.
Sekilas terdengar klise, tetapi kehidupan sebagai sekumpulan
masteng-masteng usia 30-an awal mau tidak mau mendewasakan Sajama Cut. Tema
lirik mereka mencerminkan perjalanan hidup ini: keluarga, maskulinitas yang
rapuh, kenangan masa muda yang berubah konyol, hingga cinta usia-pertengahan
yang tak kalah romantis. Terlebih lagi, setiap anggota Sajama Cut telah
berkeluarga–kecuali Hans, sang Casanova abadi.
“Meski tidak selalu soal keluarga, lirik album ini semuanya
personal dan berangkat dari kehidupan pribadi kami,” jelas Marcel. “Kami mulai
merasa hidup ini bertambah menyeramkan, karena kami mulai melihat dunia dari
kacamata orang yang diharuskan berperan sebagai kepala keluarga dan sosok
pelindung.” Tema utama ini juga tercerminkan dalam konsep sampul album ini,
yang menampilkan tangan Anio Thee dan Yves Devo Thee, kedua anak sang frontman, Marcel Thee.
Perilisan album penuh GODSIGMA didahului oleh empat single dengan format kaset yang
masing-masing dirilis oleh Gabe Gabe Tapes, Lamunai, Orange Cliff, dan
Guerrilla Records, serta rilisan vinyl “Rachmaninoff dan Semangkuk Mawar
Hidangan Malam” dengan format 7 inch oleh Vanilla Thunder Records.
GODSIGMA dirilis dalam semua kanal digital pada 16
Oktober 2020, dan akan diperdengarkan secara resmi untuk pertama kalinya
melalui akun OnlyFans resmi Sajama Cut (onlyfans.com/sajamacut). Versi fisik
GODSIGMA akan dilepas dalam format CD oleh DeMajors Records pada November 2020.
Terimakasih telah membaca di Piool.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.