Sejarah Batak – Suku Batak merupakan salah satu suku bangsa terbesar di Indonesia. Nama ini merupakan sebuah tema
kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan
berasal dari Pantai Barat dan Pantai Timur di Provinsi Sumatera Utara. Suku bangsa yang
dikategorikan sebagai Batak adalah Toba, Karo, Pakpak, Simalungun, Angkola, dan Mandailing. Batak adalah rumpun suku-suku
yang mendiami sebagian besar wilayah Sumatera Utara. Namun sering sekali orang
menganggap penyebutan Batak hanya pada suku Toba padahal Batak tidak diwakili
oleh suku Toba. Sehingga tidak ada budaya dan bahasa Batak tetapi budaya dan
bahasa Toba, Karo, Simalungun dan suku-suku lain yang serumpun.
kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan
berasal dari Pantai Barat dan Pantai Timur di Provinsi Sumatera Utara. Suku bangsa yang
dikategorikan sebagai Batak adalah Toba, Karo, Pakpak, Simalungun, Angkola, dan Mandailing. Batak adalah rumpun suku-suku
yang mendiami sebagian besar wilayah Sumatera Utara. Namun sering sekali orang
menganggap penyebutan Batak hanya pada suku Toba padahal Batak tidak diwakili
oleh suku Toba. Sehingga tidak ada budaya dan bahasa Batak tetapi budaya dan
bahasa Toba, Karo, Simalungun dan suku-suku lain yang serumpun.
Saat
ini pada umumnya orang Batak menganut agama Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik. Tetapi ada pula yang
menganut kepercayaan tadisional yakni: tradisi Malim dan juga menganut
kepercayaan animisme, walaupun
kini jumlah penganut kedua ajaran ini sudah semakin berkurang.
ini pada umumnya orang Batak menganut agama Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik. Tetapi ada pula yang
menganut kepercayaan tadisional yakni: tradisi Malim dan juga menganut
kepercayaan animisme, walaupun
kini jumlah penganut kedua ajaran ini sudah semakin berkurang.
Kerajaan – Kerajaan Batak
·
Kerajaan
Batak Tua
Kerajaan
Batak Tua
Berdasarkan
informasi data yang dapat saya kumpulkan, baik yang berasal dari cerita rakyat,
maupun data kepustakaan, konon kabarnya; sekitar abad pertama Masehi, telah
berdiri kerajaan Batak (Pa’ta), berkedudukan di Batahan (diperkirakan, di
sekitar kota Natal sekarang). Wilayah kekuasaannya meliputi seluruh pantai
barat Sumatera, yang pada zaman dahulu, disebut pulau Andalas (Baca: Adda las
?), sampai ke pulau Jawa bagian barat yang dihuni oleh suku Badui.
informasi data yang dapat saya kumpulkan, baik yang berasal dari cerita rakyat,
maupun data kepustakaan, konon kabarnya; sekitar abad pertama Masehi, telah
berdiri kerajaan Batak (Pa’ta), berkedudukan di Batahan (diperkirakan, di
sekitar kota Natal sekarang). Wilayah kekuasaannya meliputi seluruh pantai
barat Sumatera, yang pada zaman dahulu, disebut pulau Andalas (Baca: Adda las
?), sampai ke pulau Jawa bagian barat yang dihuni oleh suku Badui.
![]() |
Sejarah Batak |
Konon
sebutan/istilah Badui, berasal dari bahasa Austronesia purba yang juga masih
banyak dipergunakan oleh orang Batak sekarang, terdiri dari dua suku kata,
Ba-niadui (Nun disana).
sebutan/istilah Badui, berasal dari bahasa Austronesia purba yang juga masih
banyak dipergunakan oleh orang Batak sekarang, terdiri dari dua suku kata,
Ba-niadui (Nun disana).
Pada masa itu, bangsa Batak, menganut suatu kepercayaan
yaitu Agama Malim; pimpinannya disebut Raja Malim, dibantu oleh para Nabi (Panurirang) dan para pengikutnya disebut Parmalim.
yaitu Agama Malim; pimpinannya disebut Raja Malim, dibantu oleh para Nabi (Panurirang) dan para pengikutnya disebut Parmalim.
Berkaitan dengan pemerintahan, Raja Malim bertindak sebagai
penasehat dan disebut Paniroi/Sitiroi.(Seorang
ahli ilmu bumi dari Iskandariah, bernama Claudius Ptolomeus, menyebutnya Satyroy).Kepala pemerintahan yang disebut Sirajai jolma bertindak sebagai Pemangku
adat/Penegak hukum. (Bandingkan : Executip)
penasehat dan disebut Paniroi/Sitiroi.(Seorang
ahli ilmu bumi dari Iskandariah, bernama Claudius Ptolomeus, menyebutnya Satyroy).Kepala pemerintahan yang disebut Sirajai jolma bertindak sebagai Pemangku
adat/Penegak hukum. (Bandingkan : Executip)
Terbetik berita, bahwa pada masa jayanya kerajaan Batak
dahulu itu, didirikanlah Kampus Perguruan tinggi Parmalim di Gunungtua, dimana
masih terdapat sisa-sisa peninggalannya hingga sekarang, antara lain:
dahulu itu, didirikanlah Kampus Perguruan tinggi Parmalim di Gunungtua, dimana
masih terdapat sisa-sisa peninggalannya hingga sekarang, antara lain:
Candi Portibi, Biaro Bahal I, Bahal II, Bahal III, Sitopaon
(Sitopayan), Candi Pulo, Candi Barumun, Candi
Singkilon, Candi Sipamutung, Candi Aloban, Candi Rondaman Dolok, Candi Bara,
Candi Magaledang, Candi Sitopayan dan Candi Nagasaribu.
(Sitopayan), Candi Pulo, Candi Barumun, Candi
Singkilon, Candi Sipamutung, Candi Aloban, Candi Rondaman Dolok, Candi Bara,
Candi Magaledang, Candi Sitopayan dan Candi Nagasaribu.
![]() |
Candi Portibi, Biaro Bahal I, Bahal II, Bahal III, |
Aksara Batak Tua
Raja
raja dari Sriwijaya yang muncul kemudian dan berkuasa di pantai timur pulau
Sumatra, tidak pernah mengganggu keberadaan kerajaan Batak di bagian barat;
kabarnya, karena mereka masih ada hubungan keluarga; sama sama keturunan keluarga
Sailendra, yaitu keluarga yang datang dari pulau Sai lam=Sai lan=Ceylon.
raja dari Sriwijaya yang muncul kemudian dan berkuasa di pantai timur pulau
Sumatra, tidak pernah mengganggu keberadaan kerajaan Batak di bagian barat;
kabarnya, karena mereka masih ada hubungan keluarga; sama sama keturunan keluarga
Sailendra, yaitu keluarga yang datang dari pulau Sai lam=Sai lan=Ceylon.
*.Menurut Drs. Nalom Siahaan, dalam bukunya Adat Dalihan
Natolu hal.9, disebutkan, bahwa di Palembang, terdapat batu bertulis yang
berjudul Marmangmang.Dalam buku Sejarah Indonesia, ada juga yang
menceritakan tentang prasasti kedukan bukit, yang berisikan sumpah sarapah,
terdiri dari empatbelas baris. Marmangmang dalam bahasa Batak adalah Martolon, yang berarti=Mengangkat sumpah. Patut
dipertanyakan, apa hubungannya batu marmangmang yang di Palembang itu
dengan orang Batak ?
Natolu hal.9, disebutkan, bahwa di Palembang, terdapat batu bertulis yang
berjudul Marmangmang.Dalam buku Sejarah Indonesia, ada juga yang
menceritakan tentang prasasti kedukan bukit, yang berisikan sumpah sarapah,
terdiri dari empatbelas baris. Marmangmang dalam bahasa Batak adalah Martolon, yang berarti=Mengangkat sumpah. Patut
dipertanyakan, apa hubungannya batu marmangmang yang di Palembang itu
dengan orang Batak ?
Di
daerah Sumatra bagian selatan, terdapat banyak nama/ istilah yang punya
kesamaan dengan bahasa Batak (Karakteristik Batak), antara lain:
daerah Sumatra bagian selatan, terdapat banyak nama/ istilah yang punya
kesamaan dengan bahasa Batak (Karakteristik Batak), antara lain:
Palembang
= Palumbang = luaskan/kembangkan
= Palumbang = luaskan/kembangkan
Lampung
= Lampung(u) = (semakin kumpul/bersatu.
= Lampung(u) = (semakin kumpul/bersatu.
Rajabasa
= Raja nabasa = Raja yang budiman.
= Raja nabasa = Raja yang budiman.
To lang bawang (ejaan Cina) = Tulang bao (ejaan Batak),
berarti Paman dari istri.
berarti Paman dari istri.
Kubu
= Benteng pertahanan.
= Benteng pertahanan.
Dihubu
= Ditaklukkan / di rebut.
= Ditaklukkan / di rebut.
Sakai
= Sangkae baca: Sakkae)=1/4
= Sangkae baca: Sakkae)=1/4
Dan
masih banyak lagi nama / istilah seperti itu, khususnya di daerah sekitar Danau
Ranau dan Ogan Komering.
masih banyak lagi nama / istilah seperti itu, khususnya di daerah sekitar Danau
Ranau dan Ogan Komering.
Kedatangan berbagai etnis India ke pantai timur Sumatera dan
pantai Barat Sumatera Utara sudah jauh sekali sebelum Masehi, yaitu membawa
agama Hindu dan terakhir kemudian juga agama Budha terutama masa arus angin
dari India ke Barus pada bulan November dan Desember. Prof. Coomalaswamy* menulis bahwa Sumatera yang mula-mula sekali
dari sejak sebelum Masehi menerima pendatang Hindu-India.Mereka membawa
aksara Pallawa dan bahasa Sansekerta.
pantai Barat Sumatera Utara sudah jauh sekali sebelum Masehi, yaitu membawa
agama Hindu dan terakhir kemudian juga agama Budha terutama masa arus angin
dari India ke Barus pada bulan November dan Desember. Prof. Coomalaswamy* menulis bahwa Sumatera yang mula-mula sekali
dari sejak sebelum Masehi menerima pendatang Hindu-India.Mereka membawa
aksara Pallawa dan bahasa Sansekerta.
Abad
ke-V Masehi gelombang dari India Selatan membawa agama Budha ke Sumatera dan
memperkenalkan aksara Nagari yang
menjadi cikal bakal aksara Melayu Kuno, Batak dan lain-lain.
ke-V Masehi gelombang dari India Selatan membawa agama Budha ke Sumatera dan
memperkenalkan aksara Nagari yang
menjadi cikal bakal aksara Melayu Kuno, Batak dan lain-lain.
Sejak abad ke-3 M, transportasi perdagangan di kepulauan
Nusantara berada di tangan orang Cola. Pusat di Tamilakam, diambil alih oleh
orang Pallava yang kemudian pula ditaklukkan oleh Cola kembali diabad ke-9 M.
Juga pada tahun 717 M pendeta Tamil Wajabodhi membawa aliran Tantrisme Mahayana
Budha ke MALAYU seperti terdapat di candi di Padang Lawas dan patung
Adytiawarman di Pagarruyung. Kesemuanya bersamaan dengan membawa juga pengaruh
atas perdagangan dan adat-budaya kepada masyarakat di pantai Barat Sumatera
Utara dan mereka membawa aksara PALLAWA.
Nusantara berada di tangan orang Cola. Pusat di Tamilakam, diambil alih oleh
orang Pallava yang kemudian pula ditaklukkan oleh Cola kembali diabad ke-9 M.
Juga pada tahun 717 M pendeta Tamil Wajabodhi membawa aliran Tantrisme Mahayana
Budha ke MALAYU seperti terdapat di candi di Padang Lawas dan patung
Adytiawarman di Pagarruyung. Kesemuanya bersamaan dengan membawa juga pengaruh
atas perdagangan dan adat-budaya kepada masyarakat di pantai Barat Sumatera
Utara dan mereka membawa aksara PALLAWA.
Menurut
Tome Pires (1515 M) Raja Pasai dan sebagian penduduknya berasal dari India
Islam dari Bengal. Banyak Pedagang Gujarat, Kling dan Bengal di sini.
Tome Pires (1515 M) Raja Pasai dan sebagian penduduknya berasal dari India
Islam dari Bengal. Banyak Pedagang Gujarat, Kling dan Bengal di sini.
Di
Barus, tepat nya di Lobu Tua (bekas pelabuhan internasional di masa
kejayaannya) letak nya di pantai barat Propinsi Sumatera Utara telah ditemukan
Batu Bersurat, tetapi atas perintah pembesar Belanda kepada Raja Barus Sutan
Mara Pangkat sebahagian telah dihancurkan. Adapun sisa-sisa dari pecahan batu prasasti
itu ada disimpan di seksi arkeologi Museum Pusat Jakarta, dan inskripsinya
sudah diterjemahkan oleh PROF. DR. K. A. NILAKANTA SASTRI dari Univ. Madras
ditahun 1931, yang menurut beliau prasasti itu dibuat ditahun Saka 1010 (=1088
M.). Itu masa pemerintahan RAJA COLA, Kerajaan yang diperintah oleh
KULOTUNGGADEWA-I yang menguasai wilayah Tamil di India Selatan.
Barus, tepat nya di Lobu Tua (bekas pelabuhan internasional di masa
kejayaannya) letak nya di pantai barat Propinsi Sumatera Utara telah ditemukan
Batu Bersurat, tetapi atas perintah pembesar Belanda kepada Raja Barus Sutan
Mara Pangkat sebahagian telah dihancurkan. Adapun sisa-sisa dari pecahan batu prasasti
itu ada disimpan di seksi arkeologi Museum Pusat Jakarta, dan inskripsinya
sudah diterjemahkan oleh PROF. DR. K. A. NILAKANTA SASTRI dari Univ. Madras
ditahun 1931, yang menurut beliau prasasti itu dibuat ditahun Saka 1010 (=1088
M.). Itu masa pemerintahan RAJA COLA, Kerajaan yang diperintah oleh
KULOTUNGGADEWA-I yang menguasai wilayah Tamil di India Selatan.
Kalau kita baca “HIKAYAT MELAYU” karangan
Bendahara Melaka TUN SRI LANANG (abad ke-16 M), itu memang cocok dengan apa
yang tertulis di prasasti TANJORE (1030 Saka), ketika Raja RAJENDRA COLA DEWA-I
pada tahun 1025 M menyerang Sriwijaya dan kerajaan-kerajaan di Sumatera Utara
dan Malaya (Pannai, Lamuri Aceh).
Bendahara Melaka TUN SRI LANANG (abad ke-16 M), itu memang cocok dengan apa
yang tertulis di prasasti TANJORE (1030 Saka), ketika Raja RAJENDRA COLA DEWA-I
pada tahun 1025 M menyerang Sriwijaya dan kerajaan-kerajaan di Sumatera Utara
dan Malaya (Pannai, Lamuri Aceh).
Dari
Prasasti Lobu Tua itu dapat kita ketahui bagaimana eratnya hubungan
perdagangan dan budaya “benua” India dengan Sumatera. Prasasti Lobu Tua itu
berisi tentang aktivitas perdagangan kumpulan konglomerat Tamil yang dikenal
dengan nama “MUPAKAT DEWAN 1500”. Anggotanya terdiri dari berbagai sekte
Brahmana, Wisnu, Mulabhadra dan lain-lain.Keberbagai negara mereka pergi
membawa barang dengan kapal mereka sendiri dan disitu mendirikan Loji (gudang
yang berbenteng yang dijaga oleh prajurit mereka).Mereka tidak tunduk kepada
sesuatu kerajaanpun tetapi disambut hangat oleh setiap negeri/yang dikunjungi
mereka.
Prasasti Lobu Tua itu dapat kita ketahui bagaimana eratnya hubungan
perdagangan dan budaya “benua” India dengan Sumatera. Prasasti Lobu Tua itu
berisi tentang aktivitas perdagangan kumpulan konglomerat Tamil yang dikenal
dengan nama “MUPAKAT DEWAN 1500”. Anggotanya terdiri dari berbagai sekte
Brahmana, Wisnu, Mulabhadra dan lain-lain.Keberbagai negara mereka pergi
membawa barang dengan kapal mereka sendiri dan disitu mendirikan Loji (gudang
yang berbenteng yang dijaga oleh prajurit mereka).Mereka tidak tunduk kepada
sesuatu kerajaanpun tetapi disambut hangat oleh setiap negeri/yang dikunjungi
mereka.
Prasati Lobu Tua
Selanjutnya menurut sejarah, pada tahun 1.000.Masehi,
kerajaan Batak ini, pernah mengirimkan utusan ke negeri Cina, untuk
memperkenalkan hasil bumi.Berita ini, tertulis didalam buku Ling Wei Taita, disusun oleh Chou Ku Fei pada zaman dinasti Ming. Mendengar
berita pegiriman utusan dagang ini, raja Negeri Cola dari India selatan menjadi
tersinggung, karena antara negeri Batak dan Negeri Cola sebelumnya telah lama
menjalin hubungan dagang.
kerajaan Batak ini, pernah mengirimkan utusan ke negeri Cina, untuk
memperkenalkan hasil bumi.Berita ini, tertulis didalam buku Ling Wei Taita, disusun oleh Chou Ku Fei pada zaman dinasti Ming. Mendengar
berita pegiriman utusan dagang ini, raja Negeri Cola dari India selatan menjadi
tersinggung, karena antara negeri Batak dan Negeri Cola sebelumnya telah lama
menjalin hubungan dagang.
Pada
tahun 1024, Raja Rajendra Cola Dewa (1012–1044 ) dari negeri Cola menyerbu
negeri Batak berbarengan dengan penyerbuan Kerajaan Sriwijaya, dan pada tahun
1029, setelah berperang selama lima tahun, negeri Batak dapat ditaklukkan. Raja
negeri Batak ditangkap, tetapi tidak dibunuh; negeri itu ditinggalkan begitu
saja tanpa pemerintahan.
tahun 1024, Raja Rajendra Cola Dewa (1012–1044 ) dari negeri Cola menyerbu
negeri Batak berbarengan dengan penyerbuan Kerajaan Sriwijaya, dan pada tahun
1029, setelah berperang selama lima tahun, negeri Batak dapat ditaklukkan. Raja
negeri Batak ditangkap, tetapi tidak dibunuh; negeri itu ditinggalkan begitu
saja tanpa pemerintahan.
·
Kerajaan
Batak, Barus
Kerajaan
Batak, Barus
Kemudian
setelah jatuhnya kerajaan Batak tua (Batahan), yaitu sekitar tahun 1030,
berbareng dengan munculnya kerajaan-kerajaan baru pecahan dari kerajaan Batak
Tua dahulu, Raja Malim (Pimpinan agama Malim) dari Gunungtua, menobatkan
menantunya menjadi raja, “sirajai jolma” (Kepala Pemerintahan), berkedudukan di
Barus.
setelah jatuhnya kerajaan Batak tua (Batahan), yaitu sekitar tahun 1030,
berbareng dengan munculnya kerajaan-kerajaan baru pecahan dari kerajaan Batak
Tua dahulu, Raja Malim (Pimpinan agama Malim) dari Gunungtua, menobatkan
menantunya menjadi raja, “sirajai jolma” (Kepala Pemerintahan), berkedudukan di
Barus.
Untuk menunjukkan bahwa dialah yang mulamula/pertama menjadi
raja di kerajaan Batak Barus, maka dinamakanlah dia Raja Mula. Raja Mula digantikan oleh anaknya,
yaitu Raja Donia, kemudian Raja Donia digantikan oleh anaknya
yaitu Raja Sorimangaraja Batak I(Sorimangaraja = Sri
Maharaja). Sepeninggal Sorimangaraja Batak I, naik tahtalah anaknya yang kedua
bernama Nasiak dibanua; kemudian, raja Nasiakdibanua digantikan
oleh anaknya, bergelar Sorimangaraja Batak II.
raja di kerajaan Batak Barus, maka dinamakanlah dia Raja Mula. Raja Mula digantikan oleh anaknya,
yaitu Raja Donia, kemudian Raja Donia digantikan oleh anaknya
yaitu Raja Sorimangaraja Batak I(Sorimangaraja = Sri
Maharaja). Sepeninggal Sorimangaraja Batak I, naik tahtalah anaknya yang kedua
bernama Nasiak dibanua; kemudian, raja Nasiakdibanua digantikan
oleh anaknya, bergelar Sorimangaraja Batak II.
Dari
permulaannya sudah demikian, raja-raja Batak Barus selalu mengambil isteri dari
keluarga Raja Malim ; kebiasaan ini dipandang perlu dipertahankan, demi menjaga
keserasian pemerintahan (Konstelasi politik); Sorimangaraja Batak II pun,
memperisterikan putri Raja Malim juga, yang melahirkan lima orang putra
baginya; Putra sulung bernama Siraja Bahar, kedua bernama Sinambeuk, ketiga si
Pakpak, ke empat bernama Jonggolnitano dan yang kelima bernama Raja Mangisori
yang juga disebut Nagaisori.
permulaannya sudah demikian, raja-raja Batak Barus selalu mengambil isteri dari
keluarga Raja Malim ; kebiasaan ini dipandang perlu dipertahankan, demi menjaga
keserasian pemerintahan (Konstelasi politik); Sorimangaraja Batak II pun,
memperisterikan putri Raja Malim juga, yang melahirkan lima orang putra
baginya; Putra sulung bernama Siraja Bahar, kedua bernama Sinambeuk, ketiga si
Pakpak, ke empat bernama Jonggolnitano dan yang kelima bernama Raja Mangisori
yang juga disebut Nagaisori.
Dari kelima orang putra Sorimangaraja Batak II sebagai mana
disebutkan diatas, hanya Sinambeuk yang mengambil isteri dari keluarga Raja
Malim, yaitu saudara perempuan dari Raja Malim Mutiaraja.Dari perkawinannya
itu, Sinambeuk memperoleh seorang putra yang dinamakan Si Raja Batak; dia inilah yang kelak dikemudian hari
mendirikan perkampungan Sianjur mulamula di tanah Toba.
disebutkan diatas, hanya Sinambeuk yang mengambil isteri dari keluarga Raja
Malim, yaitu saudara perempuan dari Raja Malim Mutiaraja.Dari perkawinannya
itu, Sinambeuk memperoleh seorang putra yang dinamakan Si Raja Batak; dia inilah yang kelak dikemudian hari
mendirikan perkampungan Sianjur mulamula di tanah Toba.
Pada masa pemerintahan Sorimangaraja Batak II, datanglah
orang Melayu Pagarruyung menyerbu negeri Batak Barus; mereka dibantu oleh para
saudagar Islam yang datang dari Gujarat, yang menelan banyak korban jiwa.
Melihat situasi yang tidak menguntungkan itu, Sorimangaraja Batak II sudah dapat
memperhitungkan, bahwa dia akan kalah perang, maka pada suatu kesempatan,
dialihkannyalah kekuasaan pemerintahannya kepada Raja Malim Mutiaraja
keponakannya itu (Paraman), dengan perjanjian, bahwa kelak dikemudian hari,
kalau situasi sudah memungkinkan, kerajaan itu harus dikembalikan kepada ahli
waris. Mereka mengikat perjanjian itu dengan suatu tanda barang pusaka, yang
mereka namakan Tabutabu sitara pullang, ia sian i dalanna ro,
ingkon tusi do dalanna sumuang,yang berarti: “Dari mana datangnya, harus kesitu juga kembalinya“.
orang Melayu Pagarruyung menyerbu negeri Batak Barus; mereka dibantu oleh para
saudagar Islam yang datang dari Gujarat, yang menelan banyak korban jiwa.
Melihat situasi yang tidak menguntungkan itu, Sorimangaraja Batak II sudah dapat
memperhitungkan, bahwa dia akan kalah perang, maka pada suatu kesempatan,
dialihkannyalah kekuasaan pemerintahannya kepada Raja Malim Mutiaraja
keponakannya itu (Paraman), dengan perjanjian, bahwa kelak dikemudian hari,
kalau situasi sudah memungkinkan, kerajaan itu harus dikembalikan kepada ahli
waris. Mereka mengikat perjanjian itu dengan suatu tanda barang pusaka, yang
mereka namakan Tabutabu sitara pullang, ia sian i dalanna ro,
ingkon tusi do dalanna sumuang,yang berarti: “Dari mana datangnya, harus kesitu juga kembalinya“.
Sejak peristiwa pengalihan kekuasaan itu, Mutiaraja memegang
dua tampuk kepemimpinan, yaitu: selaku pimpinan agama disebutRaja Malim dan selaku Kepala pemerintahan (Sirajai
jolma), disebut Raja Uti.
dua tampuk kepemimpinan, yaitu: selaku pimpinan agama disebutRaja Malim dan selaku Kepala pemerintahan (Sirajai
jolma), disebut Raja Uti.
Pada awalnya, gelaran Kepala pemerintahan itu disebut Raja
Unte (baca: Utte), hal ini berkaitan dengan kebiasaan Mutiaraja selaku pimpinan
agama (Raja Malim), selalu mempergunakan Jeruk purut (Unte pangir) didalam
upacara-upacara keagamaan. Disebut juga Mutiaraja itu dengan sebutan Raja Mangalambung yang arti harfiahnya, menyamping/dari samping, karena dia bukan dari ahli
waris. Seirama dengan penggelaran itu, muncullah kebiasaan sesajenan yang
membedakan pimpinan agama dengan Kepala pemerintahan; Jika seseorang ingin
berhubungan dengan pimpinan agama (Raja Malim), maka sesajenannya adalah
kambing warna putih (Hambing sibontar), tetapi jika ingin berhubungan dengan
Kepala pemerintahan (Raja Uti), maka sesajenannya adalah kambing warna hitam
(Hambing silintom).
Unte (baca: Utte), hal ini berkaitan dengan kebiasaan Mutiaraja selaku pimpinan
agama (Raja Malim), selalu mempergunakan Jeruk purut (Unte pangir) didalam
upacara-upacara keagamaan. Disebut juga Mutiaraja itu dengan sebutan Raja Mangalambung yang arti harfiahnya, menyamping/dari samping, karena dia bukan dari ahli
waris. Seirama dengan penggelaran itu, muncullah kebiasaan sesajenan yang
membedakan pimpinan agama dengan Kepala pemerintahan; Jika seseorang ingin
berhubungan dengan pimpinan agama (Raja Malim), maka sesajenannya adalah
kambing warna putih (Hambing sibontar), tetapi jika ingin berhubungan dengan
Kepala pemerintahan (Raja Uti), maka sesajenannya adalah kambing warna hitam
(Hambing silintom).
Perkiraan
Sorimangaraja Batak II tentang perang itu menunjukkan kebenarannya ; dia
bersama anaknya Sinambeuk, mati terbunuh dalam perang.
Sorimangaraja Batak II tentang perang itu menunjukkan kebenarannya ; dia
bersama anaknya Sinambeuk, mati terbunuh dalam perang.
Pada
zaman itu, sudah menjadi kebiasaan, bahwa semua keturunan raja yang kalah
perang, harus dibunuh, agar tidak muncul kerajaan baru yang akan balas dendam;
maka demi keselamatan, setelah Sorimangaraja Batak II mati terbunuh, dan para
keluarga raja melarikan diri selagi ada kesempatan.
zaman itu, sudah menjadi kebiasaan, bahwa semua keturunan raja yang kalah
perang, harus dibunuh, agar tidak muncul kerajaan baru yang akan balas dendam;
maka demi keselamatan, setelah Sorimangaraja Batak II mati terbunuh, dan para
keluarga raja melarikan diri selagi ada kesempatan.
Konon
kabarnya, setelah beberapa generasi kemudian, terbetiklah berita, bahwa:
kabarnya, setelah beberapa generasi kemudian, terbetiklah berita, bahwa:
* Keturunan Si Raja Bahar telah
bermukim di Desa Garo (Garo = Pisang) yang kemudian berubah sebutan menjadi
Karo.
bermukim di Desa Garo (Garo = Pisang) yang kemudian berubah sebutan menjadi
Karo.
* Keturunan Si Raja Batak, anak
dari Sinambeuk, bermukim di Toba.
dari Sinambeuk, bermukim di Toba.
* Keturunan Si Raja Pakpak,
bermukim di Dairi (Dai Ri).
bermukim di Dairi (Dai Ri).
* Keturunan Jonggol ni Tano yang
memperanakkan Raja Pandudu dan Raja Mante (Mantela), bermukim di Aceh Pidie
memperanakkan Raja Pandudu dan Raja Mante (Mantela), bermukim di Aceh Pidie
(Perlu
diteliti lagi, apakah Pidie, berasal dari kata Pudi ? ).
diteliti lagi, apakah Pidie, berasal dari kata Pudi ? ).
* Keturunan Raja Mangisori (Nagaisori),
bermukim di Daerah Singkil dan Tapak Tuan.
bermukim di Daerah Singkil dan Tapak Tuan.
Selanjutnya, perkembangan agama Islam di Barus sangatlah
pesatnya, terlebih lagi setelah penguasa Barus masuk memeluk agama itu.Orang
Batak yang pertama masuk agama Islam di Barus adalah seorang guru pencak silat,
bernama Guru Marnangkok; dan banyaklah orang Batak masuk
memeluk agama Islam di Barus. Tak lama setelah penaklukan negeri Barus,
bersepakatlah penguasa negeri itu dengan para saudagar Islam, untuk mendirikan
negeri baru berbasis Islam yang mereka namakan Negeri
Fansur, orang Batak meyebutnya Pansur.(baca:
Paccur).
pesatnya, terlebih lagi setelah penguasa Barus masuk memeluk agama itu.Orang
Batak yang pertama masuk agama Islam di Barus adalah seorang guru pencak silat,
bernama Guru Marnangkok; dan banyaklah orang Batak masuk
memeluk agama Islam di Barus. Tak lama setelah penaklukan negeri Barus,
bersepakatlah penguasa negeri itu dengan para saudagar Islam, untuk mendirikan
negeri baru berbasis Islam yang mereka namakan Negeri
Fansur, orang Batak meyebutnya Pansur.(baca:
Paccur).
·
Kerajaan
Batak, Pea Langge.
Kerajaan
Batak, Pea Langge.
Sejak
zaman dahulukala, Raja Malim selaku
pimpinan agama Malim, selalu dipilih berdasarkan rapat
kenabian, bukan seperti kerajaan yang menjadi warisan turun-temurun.
Dimasa tuanya Mutiaraja, dipilihlah penggantinya untuk memimpin agama dan
pemerintahan, (Jabatan rangkap), maka terpilihlah Raja Malim/Raja
Uti II.
zaman dahulukala, Raja Malim selaku
pimpinan agama Malim, selalu dipilih berdasarkan rapat
kenabian, bukan seperti kerajaan yang menjadi warisan turun-temurun.
Dimasa tuanya Mutiaraja, dipilihlah penggantinya untuk memimpin agama dan
pemerintahan, (Jabatan rangkap), maka terpilihlah Raja Malim/Raja
Uti II.
Pada masa jabatan Raja Malim /
Raja Uti IV, datanglah raja negeri
Fansur dari Barus menyerbu negeri
Batak Pea Langge, terjadilah pertempuran, saling bunuh membunuh.
Setelah Ompu Bada (Ompu Bada = Panglima Perang) yang
memimpin pasukan Pea Langge mati terbunuh, maka, takluklah negeri
itu.
Raja Uti IV, datanglah raja negeri
Fansur dari Barus menyerbu negeri
Batak Pea Langge, terjadilah pertempuran, saling bunuh membunuh.
Setelah Ompu Bada (Ompu Bada = Panglima Perang) yang
memimpin pasukan Pea Langge mati terbunuh, maka, takluklah negeri
itu.
Raja Malim/Raja Uti IV bersama para
pengikut setia nya, menyingkir ke suatu pulau di lautan Hindia,
disebelah barat Pea Langge.; sesuai dengan bentuk pulaunya, dinamakanlah pulau
itu, Pulo Munsung Babi. (Sekarang ini didalam peta,
dinamakan Pulau Babi, masuk Kecamatan Pulau banyak).
pengikut setia nya, menyingkir ke suatu pulau di lautan Hindia,
disebelah barat Pea Langge.; sesuai dengan bentuk pulaunya, dinamakanlah pulau
itu, Pulo Munsung Babi. (Sekarang ini didalam peta,
dinamakan Pulau Babi, masuk Kecamatan Pulau banyak).
Sejak itu, raja Malim / Raja
Uti IV dengan para peng gantinya Raja
Malim/Raja Uti V, VI dan Raja Malim/Raja Uti VII, disebut oranglah
dengan sebutan Raja dari Pulau Munsung Babi, akan
tetapi, dikemudian hari, demi gampang nya diucapkan,
disebut/disingkat oranglah dengan sebutan Raja Munsung Babi.
Uti IV dengan para peng gantinya Raja
Malim/Raja Uti V, VI dan Raja Malim/Raja Uti VII, disebut oranglah
dengan sebutan Raja dari Pulau Munsung Babi, akan
tetapi, dikemudian hari, demi gampang nya diucapkan,
disebut/disingkat oranglah dengan sebutan Raja Munsung Babi.
*
Nama Raja Uti II dan para penggantinya, belum dapat diketahui.
Nama Raja Uti II dan para penggantinya, belum dapat diketahui.
*
Cerita rakyat di Toba tentang Raja Uti, disarikan tersendiri dalam Bab
V. Sipahusorhusoron ni roha.
Cerita rakyat di Toba tentang Raja Uti, disarikan tersendiri dalam Bab
V. Sipahusorhusoron ni roha.
·
Kerajaan
Sianjurmulamula.
Kerajaan
Sianjurmulamula.
Sebagaimana
telah disampaikan diatas, bahwa sebelum Sorimangaraja Batak II mati terbunuh,
dia sempat mengalihkan kekuasaannya kepada Raja Malim Mutiaraja.
telah disampaikan diatas, bahwa sebelum Sorimangaraja Batak II mati terbunuh,
dia sempat mengalihkan kekuasaannya kepada Raja Malim Mutiaraja.
Setelah
kerajaan Batak Barus jatuh ketangan musuhnya, didalam situasi yang serba
semraut, Mutiaraja menyuruh si Raja Batak keponakannya itu (Bere), agar
melarikan diri kesuatu tempat yang ditunjukkannya; diberikannya seruas bambu
yang berisikan dua gulungan surat (Dokumen), terdiri dari Pustaka Tombaga
Holing yang berisikan ilmu kemiliteran dan Pustaka Surat Agong yang berisikan
ilmu Tata Negara
kerajaan Batak Barus jatuh ketangan musuhnya, didalam situasi yang serba
semraut, Mutiaraja menyuruh si Raja Batak keponakannya itu (Bere), agar
melarikan diri kesuatu tempat yang ditunjukkannya; diberikannya seruas bambu
yang berisikan dua gulungan surat (Dokumen), terdiri dari Pustaka Tombaga
Holing yang berisikan ilmu kemiliteran dan Pustaka Surat Agong yang berisikan
ilmu Tata Negara
Selanjutnya, berangkatlah si raja Batak menuju tempat yang
dimaksudkan oleh Mutiaraja pamannya itu; susah payahnya diperjalanan naik
gunung turun lembah, tidak dihitung-hitung lagi berapa hari sudah berlalu. Di
suatu hari, dalam kondisi capek kelelahan, istirahatlah dia disuatu tempat,
lalu duduk diatas sebongkah batu datar (batu ceper) yang dinamakannya batu
peristirahatan (Batu Pangulonan), akan tetapi
dikemudian hari, dinamakan oranglah itu Batu Hobol, ada juga yang menyebutnya
Batu Hobon. Setelah tenaganya pulih kembali, dilanjutkanlah perjalanan; rasa capek
dan terik matahari membuatnya kehausan, namun perjalanan harus juga diteruskan,
berjalan dan berjalan, menahankan capek dan kehausan; tak disangka tak di
nyana, ditemukannya sebuah umbul air, lalu minumlah dia melepas dahaga, maka
dinamakannyalah umbul air itu Aek sipaulak hosa loja,
yang berarti: umbul air pemulih tenaga. Setelah minum sepuasnya,
diteruskan lagi perjalanan, hingga pada waktu hari mulai senja, sampailah dia
ditempat yang dituju, yaitu sebuah Gua batu yang dipesankan oleh pamannya Mutiaraja
gelar Raja Malim/ Raja Uti I; kemudian, dinama kannyalah gua itu Liang Raja Uti. (Liang = Gua).
dimaksudkan oleh Mutiaraja pamannya itu; susah payahnya diperjalanan naik
gunung turun lembah, tidak dihitung-hitung lagi berapa hari sudah berlalu. Di
suatu hari, dalam kondisi capek kelelahan, istirahatlah dia disuatu tempat,
lalu duduk diatas sebongkah batu datar (batu ceper) yang dinamakannya batu
peristirahatan (Batu Pangulonan), akan tetapi
dikemudian hari, dinamakan oranglah itu Batu Hobol, ada juga yang menyebutnya
Batu Hobon. Setelah tenaganya pulih kembali, dilanjutkanlah perjalanan; rasa capek
dan terik matahari membuatnya kehausan, namun perjalanan harus juga diteruskan,
berjalan dan berjalan, menahankan capek dan kehausan; tak disangka tak di
nyana, ditemukannya sebuah umbul air, lalu minumlah dia melepas dahaga, maka
dinamakannyalah umbul air itu Aek sipaulak hosa loja,
yang berarti: umbul air pemulih tenaga. Setelah minum sepuasnya,
diteruskan lagi perjalanan, hingga pada waktu hari mulai senja, sampailah dia
ditempat yang dituju, yaitu sebuah Gua batu yang dipesankan oleh pamannya Mutiaraja
gelar Raja Malim/ Raja Uti I; kemudian, dinama kannyalah gua itu Liang Raja Uti. (Liang = Gua).
Demikianlah agaknya kebiasaan orang di zaman dahulu kala,
kalau mau berdoa (Martonggo) kepada Tuhan sang pencipta, haruslah di puncak
gunung, karena menurut pikirnya, lebih dekatlah dari sana berseru kepada sang
pencipta Ompu Mulajadi nabolon, yang bermukim di benua
atas, dilangit yang ketujuh, maka pada hari-hari berikutnya, si Raja Batak
merencanakan naik ke puncak gunung yang ada dekat disana, untuk menyampaikan
doa permohonannya. Pada hari yang ditentukan, diambilnya seekor ikan besar,
yaitu Ihan Batak/Dengke layan (sejenis ikan Jurung), dimasaknya dan dibawa naik
ke puncak untuk dipersembahkan sebagai sajian khusus, pengalas permohonan; kemudian,
dinamakannyalah tempat itu Pusuk Buhit, yang
berarti: puncak bukit.
kalau mau berdoa (Martonggo) kepada Tuhan sang pencipta, haruslah di puncak
gunung, karena menurut pikirnya, lebih dekatlah dari sana berseru kepada sang
pencipta Ompu Mulajadi nabolon, yang bermukim di benua
atas, dilangit yang ketujuh, maka pada hari-hari berikutnya, si Raja Batak
merencanakan naik ke puncak gunung yang ada dekat disana, untuk menyampaikan
doa permohonannya. Pada hari yang ditentukan, diambilnya seekor ikan besar,
yaitu Ihan Batak/Dengke layan (sejenis ikan Jurung), dimasaknya dan dibawa naik
ke puncak untuk dipersembahkan sebagai sajian khusus, pengalas permohonan; kemudian,
dinamakannyalah tempat itu Pusuk Buhit, yang
berarti: puncak bukit.
![]() |
(Batu pangulonan, Aek sipaulak hosa loja, Gua Raja Uti, maupun Pusuk Buhit, terletak di daerah Kabupaten Samosir sekarang) |
(Batu
pangulonan, Aek sipaulak hosa loja, Gua Raja Uti, maupun Pusuk Buhit, terletak
di daerah Kabupaten Samosir sekarang)
pangulonan, Aek sipaulak hosa loja, Gua Raja Uti, maupun Pusuk Buhit, terletak
di daerah Kabupaten Samosir sekarang)
Konon
menurut berita, selang beberapa waktu setelah jatuhnya Barus, Mutiaraja gelar
Raja Malim/Raja Uti I, diam-diam dalam rahasia, dia bersama puterinya, datang
dari Barus ke Toba mencari si Raja Batak keponakanya itu; mereka berjumpa dan
bermalam di Gua batu/Liang Raja Uti selama dua malam. Dalam pertemuannya itu,
Mutiaraja gelar Raja Malim/Raja Uti I, mengamanahkan kepada Si Raja Batak untuk
mempersiapkan berdirinya kembali kerajaan Batak.
menurut berita, selang beberapa waktu setelah jatuhnya Barus, Mutiaraja gelar
Raja Malim/Raja Uti I, diam-diam dalam rahasia, dia bersama puterinya, datang
dari Barus ke Toba mencari si Raja Batak keponakanya itu; mereka berjumpa dan
bermalam di Gua batu/Liang Raja Uti selama dua malam. Dalam pertemuannya itu,
Mutiaraja gelar Raja Malim/Raja Uti I, mengamanahkan kepada Si Raja Batak untuk
mempersiapkan berdirinya kembali kerajaan Batak.
Keterangan
:
:
Hitam
= Lambang
kerahasiaan / Hahomion.
= Lambang
kerahasiaan / Hahomion.
Putih
= Lambang Kesucian / Habadiaon.
= Lambang Kesucian / Habadiaon.
Merah
= Lambang kekuatan / Hagogoon
= Lambang kekuatan / Hagogoon
Bintang kuning = Lambang Kekuasaan tertinggi.
·
Kerajaan
Batak, Bakkara.
Kerajaan
Batak, Bakkara.
Sebelum
kita cerita tentang kemunculan kerajaan
Batak di Bakkara, baiklah terlebih dahulu disampaikan, bahwa berdasarkan
informasi data yang dapat dikumpulkan, Raja Manghuntal lahir
pada tahun 1520, dan dinobatkan menjadi Raja Sisingamangaraja I pada tahun 1550
oleh Raja Uti VII di Pulau Munsung Babi.
kita cerita tentang kemunculan kerajaan
Batak di Bakkara, baiklah terlebih dahulu disampaikan, bahwa berdasarkan
informasi data yang dapat dikumpulkan, Raja Manghuntal lahir
pada tahun 1520, dan dinobatkan menjadi Raja Sisingamangaraja I pada tahun 1550
oleh Raja Uti VII di Pulau Munsung Babi.
*.
Dalam Sejarah umum, tercatat bahwa Portugis telah menaklukkan negeri Malaka
pada tahun 1511, berarti, Raja Manghuntal (Sisingamangaraja I), belum lahir
pada waktu itu.
Dalam Sejarah umum, tercatat bahwa Portugis telah menaklukkan negeri Malaka
pada tahun 1511, berarti, Raja Manghuntal (Sisingamangaraja I), belum lahir
pada waktu itu.
Berdasarkan
Silsilah yang sudah baku dikalangan orang Batak Toba, Raja Manghuntal adalah
generasi yang ketujuh dari Si Raja Batak; jadi, kalau di hitung-hitung satu
generasi adalah 25 (dua puluh lima ) tahun, dalam arti sudah pantas punya
anak, maka Si Raja Batak tentulah sudah lahir sekitar
175 tahun lebih dahulu dari Raja Manghuntal, yaitu sekitar tahun 1345; dan
kalau benar Si Raja Batak itu berumur sembilan belas tahun pada waktu berangkat
menyingkir dari Barus, maka Si Raja Batak, mestinya sudah tiba di
Toba, sekitar tahun 1364.
Silsilah yang sudah baku dikalangan orang Batak Toba, Raja Manghuntal adalah
generasi yang ketujuh dari Si Raja Batak; jadi, kalau di hitung-hitung satu
generasi adalah 25 (dua puluh lima ) tahun, dalam arti sudah pantas punya
anak, maka Si Raja Batak tentulah sudah lahir sekitar
175 tahun lebih dahulu dari Raja Manghuntal, yaitu sekitar tahun 1345; dan
kalau benar Si Raja Batak itu berumur sembilan belas tahun pada waktu berangkat
menyingkir dari Barus, maka Si Raja Batak, mestinya sudah tiba di
Toba, sekitar tahun 1364.
Perjanjian Sorimangaraja Batak II dengan Raja Malim
Mutiaraja yang ditandai dengan barang pusaka “Tabutabu sitarapullang,
ia sian i dalanna ro, ingkon tusi do dalanna sumuang”, agaknya
beredar juga secara rahasia dari mulut ke mulut dan dari generasi ke generasi,
diantara orang-orang tertentu dari kalangan keluarga Si Raja Batak di Toba.
Sangkarsomalidang, anak sulung raja Isumbaon, pergi ke Barus dan bermukim
disana sebagai mata-mata (Inteligen) melihat/menunggu kemungkinan pengembalian
kekuasaan atas kerajaan Batak, akan tetapi, pada masa itu, situasinya belum
memungkinkan; Sariburaja pun, pergi juga ke Barus dengan maksud yang sama, akan
tetapi, situasinya serupa juga, belum memungkinkan.
Mutiaraja yang ditandai dengan barang pusaka “Tabutabu sitarapullang,
ia sian i dalanna ro, ingkon tusi do dalanna sumuang”, agaknya
beredar juga secara rahasia dari mulut ke mulut dan dari generasi ke generasi,
diantara orang-orang tertentu dari kalangan keluarga Si Raja Batak di Toba.
Sangkarsomalidang, anak sulung raja Isumbaon, pergi ke Barus dan bermukim
disana sebagai mata-mata (Inteligen) melihat/menunggu kemungkinan pengembalian
kekuasaan atas kerajaan Batak, akan tetapi, pada masa itu, situasinya belum
memungkinkan; Sariburaja pun, pergi juga ke Barus dengan maksud yang sama, akan
tetapi, situasinya serupa juga, belum memungkinkan.
Setelah
beberapa generasi kemudian, sampailah berita kepada raja Manghuntal di Bakkara,
bahwa Raja Malim/Raja Uti VII, ada bermukim di Pulau Munsung babi, maka disuatu
waktu, berangkatlah raja Manghuntal kesana untuk membicarakan perjanjian yang
dibuat oleh leluhurnya Sorimangaraja Batak II. Sehubungan dengan niatan
itu, Raja Malim /Raja Uti VII, terlebih dahulu meneliti kemampuan raja
Manghuntal (semacam test uji coba termasuk kesaktian). Setelah di yakininya,
bahwa raja Manghuntal memang mampu untuk maksud itu, maka sepakatlah Raja
Malim/Raja Uti VII, mengembalikan kekuasaan atas kerajaan Batak kepada raja
Manghuntal (ahli waris), sesuai dengan perjanjian Tabu tabu sitara pullang, ia
sian i dalanna ro, ingkon tusi do dalanna sumuang.
beberapa generasi kemudian, sampailah berita kepada raja Manghuntal di Bakkara,
bahwa Raja Malim/Raja Uti VII, ada bermukim di Pulau Munsung babi, maka disuatu
waktu, berangkatlah raja Manghuntal kesana untuk membicarakan perjanjian yang
dibuat oleh leluhurnya Sorimangaraja Batak II. Sehubungan dengan niatan
itu, Raja Malim /Raja Uti VII, terlebih dahulu meneliti kemampuan raja
Manghuntal (semacam test uji coba termasuk kesaktian). Setelah di yakininya,
bahwa raja Manghuntal memang mampu untuk maksud itu, maka sepakatlah Raja
Malim/Raja Uti VII, mengembalikan kekuasaan atas kerajaan Batak kepada raja
Manghuntal (ahli waris), sesuai dengan perjanjian Tabu tabu sitara pullang, ia
sian i dalanna ro, ingkon tusi do dalanna sumuang.
Didalam
acara penobatannya, pihak Raja Uti disimbolkan, mulai dari Raja Uti I s/d Raja
Uti VII, menyerahkan kembali kekuasaan atas kerajaan Batak sesuai perjanjian,
dan sebagai tanda pengembalian, secara simbolik, diserahkanlah 7 (tujuh) macam
barang pusaka, yaitu:
acara penobatannya, pihak Raja Uti disimbolkan, mulai dari Raja Uti I s/d Raja
Uti VII, menyerahkan kembali kekuasaan atas kerajaan Batak sesuai perjanjian,
dan sebagai tanda pengembalian, secara simbolik, diserahkanlah 7 (tujuh) macam
barang pusaka, yaitu:
1. Piso Solam Debata,
tanda sitiop harajaon (Keris, tanda pemegang kekuasaan). Konon Piso Solam ini
dibawa oleh Belanda dan sampai saat ini belum diketahui keberadaan nya, Kami
memohon informasi kepada siapapun yang mengetahui keberadaan piso ini.
tanda sitiop harajaon (Keris, tanda pemegang kekuasaan). Konon Piso Solam ini
dibawa oleh Belanda dan sampai saat ini belum diketahui keberadaan nya, Kami
memohon informasi kepada siapapun yang mengetahui keberadaan piso ini.
2. Hujur siringis,
siungkap mata mual (Tombak, pembuka mata air).
siungkap mata mual (Tombak, pembuka mata air).
3. Tumtuman sutora malam,
Tali tali harajaon (Mahkota)
Tali tali harajaon (Mahkota)
4. Ulos Sandehuliman,
siambat api (Kain/Ulos pemadam api permusuhan, bahwa tidak akan ada permusuhan
antara Raja/Kepala pemerintahan dengan Raja Malim pimpinan agama).
siambat api (Kain/Ulos pemadam api permusuhan, bahwa tidak akan ada permusuhan
antara Raja/Kepala pemerintahan dengan Raja Malim pimpinan agama).
5. Lage silintong pinartaraoang
omas, lapik panortoran ni Raja (Tikar permadani, alas tempat Raja
menari).
omas, lapik panortoran ni Raja (Tikar permadani, alas tempat Raja
menari).
6. Tabu tabu sitarapullang,
ia sian i dalanna ro, ingkon tusi do dalanna sumuang (perjanjian).
ia sian i dalanna ro, ingkon tusi do dalanna sumuang (perjanjian).
7. Gajah sibontar,
pangurupi di nadokdok (Gajah putih simbol tanggung jawab).
pangurupi di nadokdok (Gajah putih simbol tanggung jawab).
Pada
Acara pelantikannya, disebutlah Raja Manghuntal dengan
gelaran Sisingamangaraja I (pemula Dinasti Sisingamangaraja); dan setelah
pengembalian itu, berakhirlah masa pemerintahan dinasti Raja Uti;
maka, dengan demikian, terwujudlah apa yang dicita-citakan/ direncanakan oleh
Si Raja Batak bersama Mutiaraja pamannya itu pada waktu kujungan dua
harinya di Toba; Kerajaan Batak berdiri kembali dibawah pemerintahan
dinasti Sisingamangaraja, berkedudukan di Bakkara.
Acara pelantikannya, disebutlah Raja Manghuntal dengan
gelaran Sisingamangaraja I (pemula Dinasti Sisingamangaraja); dan setelah
pengembalian itu, berakhirlah masa pemerintahan dinasti Raja Uti;
maka, dengan demikian, terwujudlah apa yang dicita-citakan/ direncanakan oleh
Si Raja Batak bersama Mutiaraja pamannya itu pada waktu kujungan dua
harinya di Toba; Kerajaan Batak berdiri kembali dibawah pemerintahan
dinasti Sisingamangaraja, berkedudukan di Bakkara.
![]() |
Stempel Kerajaan Sisimangaraja
|

Terimakasih telah membaca di Piool.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.