Sejarah Suku Kurdi – Kurdi (bahasa Kurdi: کورد, Kurd) adalah sebuah kelompok etnis di Timur Tengah, yang sebagian besar menghuni di suatu daerah yang kemudian dikenal sebagai Kurdistan, meliputi bagian yang berdekatan dari Iran, Irak, Suriah, dan Turki.
Mereka adalah orang-orang Iran dan berbicara dalam bahasa Kurdi, yang merupakan anggota bahasa Iran cabang dari Indo-Eropa.Jumlah orang Kurdi sekitar 30 juta, dengan mayoritas tinggal di Asia Barat, dengan masyarakat diaspora Kurdi yang signifikan berada di kota-kota barat Turki, di Armenia, Georgia, Israel, Azerbaijan, Rusia, Lebanon, dan, dalam beberapa dekade terakhir ada di beberapa negara Eropa dan Amerika Serikat.
![]() |
Sejarah Suku Kurdi |
Orang-orang Kurdi merupakan mayoritas di wilayah otonomi Kurdistan Irak dan kelompok minoritas yang signifikan di negara-negara tetangga seperti Turki, Suriah dan Iran, di mana gerakan-gerakan nasionalis Kurdi terus memburu otonomi (lebih besar).
Dengan demikian, bangsa Kurdi, yang berjumlah sekitar 30–38 juta jiwa, adalah kelompok etnis terbesar yang tak memiliki wilayah negara. Penelusuran sejarah Kurdi sejak lahir mungkin dapat membantu kita untuk menyimpulkan bagaimana sebenarnya Kurdi dalam tingkatan masyarakat secara umum, pergerakan politik dan kualitas agama dan bagaimana pengaruh sekuler di dalamnya.
Sejarah Asal usul Suku Kurdi adalah orang Arya dari sekelompok orang Indo-Eropa dari keluarga Iran, yang mencakup masyarakat Kurdi, Persia dan Afghanistan. Mereka memiliki bahasa mereka sendiri, yaitu bahasa Kurdi.
![]() |
Daerah yang menggunakan bahasa Kurdi (warna terang) |
Kurdi hidup di tanah Kurdistan saat ini. Kurdistan sekarang dalam batas-batas politik lima negara, yaitu Turki, Irak, Iran, Suriah dan Armenia. Populasi mereka secara keseluruhan pada tahun 2002 adalah 28 juta orang. Mereka menyebar di Turki 15 juta, di Iran 6 juta, di Irak 5 juta, di Suriah satu juta, serta di Azerbaijan dan Armenia satu juta orang.
![]() |
Peta wilayah Kurdi |
Berikut ini adalah distribusi geografis Kurdi:
• Kurdi di Barat Laut Iran
Wilayah di sini merupakan perpanjangan dari tanah mereka di Irak di dataran tinggi Kurdistan dan utara dataran tinggi Zagros.
Kurdi di Iran telah memberontak lebih dari sekali terhadap pemerintah Iran, terutama antara 1920-1925 Masehi. Kurdi menang atas Iran, hingga memaksa Iran untuk memita bantuan kepada Irak dan Turki. Kedua negara mengirimkan pasukan untuk mendukung Iran, yang mengakibatkan kekalahan Kurdi. Sejumlah besar pasukan mereka terbunuh.
Kurdi mendirikan negara dengan bantuan Uni Soviet di utara Iran pada tahun 1946, tetapi Shah Iran, dan dengan bantuan Barat mampu mendominasi mereka pada 1956. Dengan munculnya otoritas ulama setelah kepergian Shah Iran pada tahun 1979 , Soviet membantu Kurdi Iran dan mempersenjatai mereka untuk membentuk sebuah negara. Tujuan Soviet adalah untuk mengontrol atas sumur minyak Iran. Hal ini mendorong Amerika Serikat untuk mendukung Iran dan membantunya dalam mengatasi kesulitan ini.
• Kurdi di Irak Utara
Penduduk Kurdi di Irak utara tersebar di Irbil, Sulaimaniyah, Dohuk dan sebagian kecil di Kirkuk. Lebih dari 97% dari mereka beragama Islam. Sisanya tinggal di Armenia. Sebanyak 96% dari mereka adalah muslim Sunni. Sisanya adalah Syiah, sekuler, dan komunis, sebagaimana mereka disebut di sana.
Irak dianggap sebagai pusat ketidakadilan terhadap rakyat Kurdi. Setelah perang Iran-Irak berakhir, media melaporkan upaya genosida Saddam Hussein terhadap Kurdi dengan gas beracun, bom Napalm, dan penghapusan kota dan seluruh desa dari keberadaannya, seperti kota Halabjah di timur Sulaimaniyah. Kurdi dituduh mendukung Iran dalam perang melawan Irak selama Perang Teluk pertama.
Terlepas dari Deklarasi Pemerintah Irak pada tahun 1974 bahwa orang-orang Kurdi memiliki hak untuk pemerintahan sendiri, tetapi kenyataan di lapangan menunjukkan sebaliknya. Buktinya revolusi Kurdi dihadapi dengan pembunuhan dan genosida.
Sebagai hasilnya klan kepemimpinan Kurdi mengumumkan berakhirnya permusuhan bersenjata. Warga Kurdi memiliki pilihan antara kembali ke Irak dan imigrasi ke Iran. Hal ini telah menyebabkan pecahnya ikatan Partai Demokrasi Kurdistan (PPK). Partai ini sebelumnya telah mengumpulkan semua kelas masyarakat Kurdi di bawah kepemimpinan Mullah Mustafa Barzani, yang melarikan diri ke Amerika Serikat sampai ia meninggal pada tahun 1975. Kemudian sejumlah besar dari mereka pindah ke Kurdistan Iran dan Turki.
Kurdi telah dan terus menuntut sebuah negara merdeka bagi mereka. Mereka mencobanya setelah Perang Teluk pertama pada tahun 1991.
Situasi politik Kurdi setelah Perang Teluk 1991 berbeda dari sebelumnya.
Pemerintahan Irak dan pasukan AS menandatangani kesepakatan untuk memberikan provinsi di Irak utara sebagai provinsi yang berdiri sendiri bagi Kurdi dan menjadi zona larangan terbang bagi pesawat Irak. Maka tanda-tanda yang mengarah kepada pemerintahan federal Kurdi mulai terbentuk saat itu. Ada du pihak Kurdi yang berkuasa di bawah kepemimpinan Mas’ud Barzani dan Jalal At-Talibani. Dua tokoh ini memimpin dengan orientasi sekuler.
Yang patut diperhatikan adalah pengaruh orientasi sekuler tersebut terhadap gerakan Islam di Irak utara dan di wilayah Kurdi. Setelah Irak dijajah oleh pasukan AS, hal ini menjadi pukulan telak bagi Gerakan Islam Kurdi di Irak utara. Mereka dituduh berafiliasi dan simpati kepada Al-Qaidah. Gerakan Islam yang paling populer hingga saat ini adalah Ansharul Islam Irak. (Anda dapat melihat profilnya sekilas di sini).
Semua orang tahu bahwa Kurdi yang Sunni di Irak berkomitmen untuk agama Islam, dan tidak terkait dengan organisasi seperti itu, baik Al-Qaidah maupun lainnya. Masalah ini tidak lebih hanyalah penciptaan situasi aman bagi kelompok sekuler untuk memegang peran, dengan mengorbankan orientasi Islam.
Pada tahun 1994, Sayyid Salahuddin Muhammad Bahauddin bersama dengan elit Muslim dari pemuda Kurdi membentuk sebuah organisasi Islam yang disebut Persatuan Islam Kurdistan. Organisasi ini mengadopsi gagasan pembaruan Islam tanpa kekerasan, memakai cara-cara damai dan dialog dengan tokoh-tokoh Kurdi tentang kondisi sulit yang dialami oleh Kurdi selama ini. Meskipun perwakilan mereka ada di parlemen Kurdistan dan parlemen Irak saat itu, apa yang mereka lakukan tidak disukai oleh banyak analis politik dan pengamat realitas Islam.
• Kurdi di timur dan tenggara Turki
Populasi Kurdi di Turki terkonsentrasi di daerah pegunungan timur di sekitar provinsi Diyarbakir. Mereka bekerja sebagai penggembala dan tidak tunduk kepada sistem negara.
Dalam rangkaian sejarah keislaman Kurdi, yang akan dijelaskan selanjutnya, Kurdi terus mempertahankan Islam dan syariat Allah SWT. Mereka berpartisipasi dalam penaklukan bersama Kekaisaran Turki Utsmani. Tetapi setelah Kekaisaran Turki ini runtuh, Kemal Attaturk, enggan mengakui nasionalisme Kurdi, yang mengakibatkan pemberontakan Kurdi dan pembentukan partai-partai Kurdi. Terutama Partai Buruh Kurdistan (PKK) di Turki.
![]() |
Bendera Partai Buruh Kurdi (Partiya Karkerên Kurdistan [PKK]) |
Pemerintah Turki benar-benar menolak nasionalis Kurdi maupun hak perwakilan mereka di parlemen. Seorang wartawan Turki mengatakan, “Sumber konflik sebenarnya terletak pada sistem pemerintahan Turki Kemali yang yang menerapkan sistem pemerintahan yang tidak demokratis, semimiliter yang berlindung di balik topeng demokrasi, dan menganut konstitusi militer, dan tidak menghormati hak asasi manusia.
Rezim benar-benar menolak mentah-mentah semua tuntutan Kurdi dalam representasi sosial, budaya dan politik. Padahal persentase mereka adalah 25% dalam masyarakat Turki. Bahkan rezim juga mengabaikan tuntutan mereka untuk pembangunan ekonomi di daerah-daerah Kurdi, seperti yang terjadi sekarang.”
• Kurdi di timur laut Suriah
Populasi Kurdi di Suriah terkonsentari di provinsi Hasakah (di perbatasan Suriah-Turki), provinsi Aleppo di wilayah Ain Arab (termasuk Kobani yang saat ini sedang mereka pertahankan dari serangan ISIS) dan Afrin, dan di provinsi Raqqah.
Rezim Suriah telah menerapkan kebijakan diskriminatif terhadap mereka. Statistik mereka di Hasakah sangat besar pada tahun 1962, namun 120 ribu Kurdi dihapus dari kebangsaan Suriah mereka. Mereka juga dilarang berbicara dengan bahasa Kurdi di sekolah dan lembaga-lembaga publik.
Di beberapa wilayah mereka menghadapi insiden kekerasan, di antara yang paling penting adalah peristiwa Qamisyli 12 Maret 2004, dan pembunuhan ulama terkemuka Muhammad Ma’syuq Al-Khaznawi” pada 30 Mei 2005.
• Kurdi di Armenia, Azerbaijan dan Georgia
Uni Soviet melihat Kurdi di wilayah ini sebagai entitas anti-komunis. Karena dalam pandangan Uni Soviet ketika itu, mereka adalah ekstrimis Muslim yang dikenal dari kepatuhan mereka kepada ajaran agamanya. Soviet mencoba untuk mengubah loyalitas Kurdi agar mendukung tujuan strategisnya dan menyiarkan gagasan-gagasan atheis di tengah-tengah mereka.
Sejarah Keislaman Kurdi
Allah Yang Mahakuasa menurunkan agama Islam untuk menjadi agama bagi semua orang dari berbagai kebangsaan, warna kulit dan latar belakang. Bangsa Kurdi termasuk bangsa yang masuk Islam sejak awal penaklukan Islam. Mereka dikenal sebagai muslim yang kuat menjalankan, mencintai dan membela Islam. Harta dan nyawa mereka pertaruhkan demi agama. Salah satu kebanggaan bagi bangsa Kurdi adalah Shalahudin Al-Ayyubi pembebas Baitul Maqdis adalah putra kelahiran bangsa mereka.
Sebelum masa Islam, Kurdi memeluk agama Zoroastrianisme, yang hanya dikenal di kalangan suku Arya. Pada tahun 649 Masehi, Islam menyebar sampai ke tanah mereka melalui Khalid bin Al-Walid dan Iyadh bin Ghanam. Maka sejak saat itu sebagian besar bangsa Kurdi memeluk Islam Sunni dengan mazhab Syafi’i.
Sejarahnya, Kurdi ketika itu tinggal di batas-batas Kekaisaran Persia. Dari sini mulailah terjalin hubungan mereka dengan Islam selama penaklukan Islam di Persia pada masa pemerintahan Umar bin Khaththab.
Pada masa itu, pasukan Islam meraih kemenangan atas pasukan Persia dalam pertempuran Qadisiyah, Jalawla, dan Nahawand. Di antara dampaknya, terjadilah gesekan antara kaum muslimin dan Kurdi.
Sebagian besar wilayah Kurdi telah ditaklukkan oleh pasukan Islam, mulai dari kota, desa dan istana mereka di daerah pegunungan barat dan wilayah aliran sungai Efrat, Armenia dan Azerbaijan. Wilayah-wilayah ini ditaklukkan dengan perjanjian damai. Kecuali untuk beberapa daerah ditaklukkan dengan peperangan, sebab umat Islam dihadapi dengan perlawanan sengit.
Pada tahun 21 Hijriah, mayoritas wilayah Kurdi sudah masuk dalam kekuasaan Islam. Masyarakat Kurdi masuk Islam berbondong-bondong. Mayoritas memeluk Islam secara sukarela. Selanjutnya mereka berperan signifikan dalam penaklukan Islam.
Pada era Abbasiyah (132 H), Kurdi menunjukkan peran yang luar biasa dalam membela kehormatan kekhalifahan. Bahkan ketika Kekhalifahan Abbasiyah mengalami kemunduran pada masa Dinasti Buwaih (334-447 H) dan terbentuklah kerajaan-kerajaan kecil, Kurdi tetap loyal kepada simbol Islam ketika itu, yakni Kekhilafahan Abbasiyah. Mereka tidak mencoba untuk melakukan pemberontakan dan pemisahan diri, meskipun telah membentuk kerajaan sendiri seperti lainnya. Mereka tidak menyerang Baghdad seperti dilakukan oleh bangsa Persi dan Buwaih. Mereka sebenarnya mampu melakukannya bila menghendaki, namun mereka tetap loyal kepada Abbasiyah.
Kurdi menunjukkan semangat Islam. Mereka menjadi tentara kekhalifahan Islam di berbagai era. Bahkan menjadi penopang dan benteng yang kuat di perbatasan wilayah Islam dalam menghadapi Rusia, Bizantium dan sekutu mereka dari Armenia dan Georgia. Kemudian mereka melawan Tentara Salib dan Bathiniyah di bawah kepemimpinan Shalahuddin Al-Ayyubi.
Kurdi pada masa Shalahuddin Al-Ayyubi muncul dalam sejarah Islam sebagai negara besar. Mereka adalah pendirinya. Negeri ini melakukan upaya-upaya besar dalam penyatuan Mesir dan Suriah, saat Kekhalifahan Abbasiyah dalam kelemahan yang parah.
Negara tersebut harus menghadapi Tentara Salib di Syam dan Mesir, namun mampu mengalahkan mereka dalam pertempuran besar di Hittin dan Manshurah. Negara mereka berlangsung hampir seratus tahun dari 569 sampai 661 H. Negara yang dimaksud adalah negara Ayyubiyah yang didirikan oleh pemimpin Muslim Kurdi Shalahuddin Al-Ayyubi.
Banyak orang mungkin tidak tahu bahwa Al-Ayyubi adalah keturunan Kurdi. Ia tumbuh dewasa di Tikrit Irak. Ia bersama pamannya, Asaduddin Shirkuh, mampu menjatuhkan negara Ubaidiyyah Ismailiyyah di Mesir dan menegakkan negara Sunni. Kemudian ia mampu mampu menyatukan Mesir dan Suriah dalam keadaan yang kuat untuk mengalahkan Tentara Salib. Sepeninggalnya, keluarganya mengambil alih pemerintahan Kurdi sampai akhir kejayaannya dan berganti dengan negara Mamluk.
Kurdi dan Pendidikan Islam
Kurdi adalah Muslim. Mereka dikenal berpegang kepada akidah Islam dan tetap berkomitmen kepada ajaran Al-Qur’an dan bahasa Arab, meskipun bahasa Kurdi adalah bahasa komunikasi mereka. Mereka mempelajari Al-Qur’an dan Bahasa Arab di kurikulum sekolah.
Irbil yang dianggap sebagai ibukota Kurdistan Irak, sejak bertahun-tahun telah menjadi tujuan banyak pemuda untuk belajar bahasa Arab dan menghafal Al-Qur’an melalui sekolah swasta yang disebut sekolah-sekolah Islam. Sekolah-sekolah ini telah meluluskan lebih dari 400 ulama Kurdi yang menguasai konsep-konsep Islam dan lebih dari 2800 siswa penghafal Al-Qur’an.
Lulusan penghafal Al-Qur’an dikelompokkan dalam tiga kategori: kategori pertama usia 12 sampai 16 tahun. Kategori ini setidaknya telah hafal tiga juz Al-Qur’an dan menguasai bahasa Arab. Kategori kedua usia 16 sampai 20 tahun. Kategori ini telah menghafal empat sampai lima belas juz Al-Qur’an. Kategori ketiga adalah usia 22 sampai 30 tahun. Mereka telah hafal 30 juz dengan sempurna.
Banyak perempuan dan pemudi Kurdi memiliki tekad kuat kepada syariat Islam dan memakai pakaian Islami, meskipun ada upaya luas dari kalangan sekuler untuk menyebarkan kesetaraan antara pria dan wanita dalam segala hal dengan dalih kebebasan pribadi.
Kurdi dan Revolusi Suriah
Banyak pertanyaan tentang sejauh mana partisipasi Kurdi dalam revolusi Suriah, hubungan mereka dengan oposisi, dan tuntutan dalam fase pasca-Asad.
Koordinator Umum Dewan Revolusi Suriah Kurdi, Faris Mashaal Tammo, dalam wawancara dengan wartawan senior Al-Jazirah, Tayser Alluni, pada tanggal 29 Juli 2013 lalu, mengatakan bahwa mayoritas Kurdi mendukung revolusi Suriah. Mereka menuntut hak-haknya dalam kerangka bangsa.
Selama ini, seperti dijelaskannya, Kurdi dilarang dari segala sesuatu, mereka kehilangan pekerjaan, kebangsaan, kepemilikan dan akuisisi, serta posisi politik dan militer. Mereka ingin hak-hak konstitusional Kurdi dilindungi dalam rangka kebangsaan.
Faris Mashaal Tammo menjelaskan, ada tiga keberpihakan dalam revolusi Suriah. Pertama adalah Partai Persatuan Demokrasi, sayap militer Kurdi Suriah dari Partai Buruh Kurdi (PKK) di Turki. Mereka kembali ke Suriah degan dukungan dan dana dari rezim Bashar untuk membantunya dalam menindas demonstran, penangkapan, dan pembunuhan aktivis.
Pihak kedua adalah Dewan Nasional Kurdi, yang memilih untuk bersikap netral dan benar-benar jauh dari Revolusi selama enam bulan pertama pembentukannya. Tetapi setelah sisa partai Kurdi lainnya disatukan ke dalam Dewan Nasional Kurdi, mereka memilih untuk menjadi pihak ketiga dalam revolusi. Dewan Nasional Kurdi lahir dari sikap para pemuda Kurdi dalam revolusi Suriah sebagai front politik bagi gerakan Kurdi, yang mencita-citakan negara merdeka. Namun, Faris melihat lembaga ini tidak berjalan dengan baik.
Pihak ketiga adalah Dewan Revolusi Suriah Kurdi. Lembaga ini mewakili kelompok Kurdi yang berpihak kepada oposisi sejak awal dan masih berlanjut. Namun, mereka mengalami pemisahan dan marjinalisasi oleh Dewan Nasional Kurdi dan Dewan Nasional Suriah (SNC).
Mashaal Tammo menegaskan bahwa Dewan Revolusi Suriah Kurdi turut andil dalam kegiatan militer, dan memiliki link ke dalam jajaran Tentara Pembebasan Suriah (FSA).
Ciri-Ciri Suku Kurdi
Agama
Jauh sebelum masuknya Islam, suku Kurdi menganut agama-agama Presia kuno seperti Zoroaster, Mithraisme, Manichaeismedan Mazdak. Beberapa kuil penyembahan api peninggalan zaman itu masih terdapat sampai sekarang, antara lain di Ganzak (Takab), Bijar. Mereka juga sempat dipengaruhi oleh ajaran Yahudi dan Nasrani. Namun, pengaruh agama-agama tersebut hampir semuanya terkikis habis dengan datangnya Islam pada abad ke-7 Masehi. Patut dicatat, Kurdistan terletak tidak jauh (hanya 50 mil) dari Baghdad dan 200 mil saja dari Damaskus; keduanya merupakan pusat pemerintahan, perdagangan, dan keilmuan di kurun-kurun pertama Hijriah.
Karena itu tidak mengherankan jika saat ini mayoritas orang Kurdi (60 %), terutama yang berbahasa Kurmanji, adalah pemeluk Islam Sunni yang bermazhab Syafi‘i. Sebagian kecil (sekitar 1 juta orang) menganut Islam Shi‘ah, khususnya yang tinggal di Kirmanshah, Kangawar, Hamadan, Qurva dan Bijar di selatan dan timur Kurdistan (bagian Iran), serta mereka yang tinggal di Malatya, Adiyaman dan Maras di barat Kurdistan(bagian Turkey).
Sebagaimana minoritas Arab Suriah, golongan Syi‘ah Kurdi umumnya adalah pengikut aliran Alevi (atau ‘Alawi). Istilah “Alevi” bagi mereka punya konotasi ganda: pertama, sebagai pengikut Sayyidina ‘Ali ra dan, kedua, sebagai penyembah api atau penganut Zoroaster (dari kata alev yang berarti api). Kaum Alevi percaya bahwa Ali adalah manifestasi atau perwujudan (avatar) Roh Jagad Raya pada Babak Kedua dari Kehidupan Semesta, seperti dalam ajaran Yarshan. Di samping mengagungkan api dan cahaya, penganut Alevi biasanya bersujud menyembah matahari terbit dan bulan, sambil melantunkan tembang-tembang tertentu.
Mereka juga mengadakan pertemuan rutin yang disebut Ayini Jam. Aliran ini sempat dilarang keras dan diberantas pada zaman Daulat Usmaniyah, terutama pada masa pemerintahan Sultan Salim sekitar tahun 1514. Sempalan lainnya adalah Nushayriyyah, yang mengagung-agungkan Salman al-Farisi (sahabat Nabi) dan menobatkannya sebagai avatar nomor satu.
Bahasa
Di zaman pra-Islam, orang Kurdi menggunakan bahasa Pahlavi, bahasa Parsi kuno yang masih serumpun dengan Sanksekerta dan bahasa-bahasa Eropa. Setelah kedatangan Islam dan invasi nomad Turki, orang-orang Kurdi mulai menggunakan dialek suku Kurmanj, sebuah kabilah energetik dari dataran tinggi Hakkari yang berhasil membendung pengaruh Turki di Kurdistan. Begitu kuatnya pengaruh suku Kurmanj hingga mayoritas orang Kurdi masih banyak yang menyebut diri mereka “Kurmanj” dan bahasa mereka “Kurmanji”. Adapun sekarang ini, terdapat dua dialek utama dalam bahasa Kurdi: pertama, Kurmanji, dan kedua, Sorani (atau sering juga disebut “Kurdi”). Sub-dialeknya antara lain: Kirmanshah, Leki, Gurani dan (Dimili) Zaza.
Mengenai sub-suku, sejarawan Kurdi Syarafuddin Bitlisi (w. 1597 M) menyatakan dalam kitabnya Sharafnamah (Mukadimah 7-9) bahwa bangsa Kurdi terbagi empat, masing-masing mempunyai dialek dan adat-istiadat sendiri, yakni Kurmanj, Lur, Kalhur, dan Guran.
Mata Pencaharian
Seperti layaknya penduduk pegunungan, suku Kurdi hidup menetap dengan mata pencaharian pertanian dan peternakan. Namun setelah invasi bangsa Arya dan Turki ke wilayah mereka, sebagian mereka memilih cara hidup nomad (berpindah-pindah).
Keistimewaan Suku Kurdi
Tradisi Keilmua
Bangsa Kurdi terkenal berani, kuat dan gigih. Mereka banyak berperan dalam menyebarkan dan membela Islam. Tidak sedikit tokoh-tokoh agama (ulama), pemimpin dan pejuang Islam yang notabene adalah suku Kurdi. Sebut saja, misalnya, Ibn Khallikan (w. 681 H/ 1282 M, sejarawan, pengarang kitab Wafayat al-A‘yan ), ‘Syaikh al-Islam’ Ibn Taymiyyah (w. 728 H/ 1328 M), Ibn al-Atsir (w. 630 H/ 1232 M, pengarang Usud al-Ghabah, Ibn Qutaybah al-Dinawari (w. 276 H/ 889 M, pengarang kitabTa’wil Musykil al-Qur’an), Ibn ash-Shalah as-Syahrazuri (w. 634 H/ 1236 M, pakar ilmu hadis yang terkenal dengan Muqaddimah-nya), Syaikh Ibrahim al-Gurani (pengarang kitab Ithaf adz-Dzakiyy), Badi’uz-Zaman al-Hamadani (w. 1007 M, pengarang kitab Al-Maqamat), dan Shalahuddin al-Ayyubi, panglima perang dan pahlawan Islam dalam Perang Salib yang berhasil merebut kembali Baitul Maqdis dari tangan orang-orang Kristen.
Kebudayaan Kurdi
Salah satu budaya Kurdi adalah Tarian Kurdi tradisional dari Balkan, Libanon, dan Irak. Menurut Ensiklopedi Islam, Kurdi bernyanyi dan menari di semua festival ulang tahun mereka, dan upacara pernikahan. Folkloric tarian ini adalah salah satu faktor utama dalam membedakan Kurdi dari tetangga populasi Muslim. Tari Kurdi memiliki berbagai versi dan banyak seperti berikut: Dilan, Sepe, Geryan, Chapi.
Pada abad ke-7, orang-orang Arab menaklukkan wilayah Kurdi dan dikonversi mayoritas Kurdi Islam. Mayoritas hari ini orang-orang Kurdi adalah Muslim, yang berhaluan mazhab Syafi’i dengan membuat sekolah Sunni Islam, membedakan mereka di wilayah tersebut, (dan ke tingkat yang lebih rendah banyak, Hanafi) Sekolah Sunni Islam . Ada juga minoritas suku Kurdi yang Syiah Muslim, terutama yang tinggal di Ilam dan Kermanshah provinsi Iran dan Irak Tengah (“Al-Fayliah” Kurdi). Para Alevis lain adalah agama minoritas di antara Kurdi, terutama ditemukan di Turki. Ada juga Kurdi Agnostics .
Beberapa upacara tradisional lebih dikenal Kurdi atau festival meliputi: Pir Shalyar, Buka Barana, Newroz.
Warisan budaya Kurdi berakar di salah satu kebudayaan tertua di dunia. Sehubungan dengan asal Kurdi, itu sebelumnya dianggap cukup untuk menggambarkan mereka sebagai keturunan Carduchi, yang menentang mundur dari Sepuluh Ribu melalui gunung-gunung pada abad ke-4 SM. Namun, ada bukti permukiman kuno lebih di wilayah Kurdistan. Bukti awal dikenal dan budaya yang berbeda terpadu (dan mungkin, etnis) oleh orang-orang Kurdi mendiami pegunungan tanggal kembali ke Halaf budaya 6.000 SM hingga 5.400 SM. Hal ini diikuti oleh penyebaran Ubaidian budaya, yang merupakan pengantar asing dari Mesopotamia.
Kelemahan Suku Kurdi
Bangsa Tanpa Negara
Sesuai dengan sejarah politik Kurdi yang cukup tua, bangsa Kurdi termasuk bangsa yang kurang beruntung. Bahkan, Kurdi disebut sebagai bangsa tragis akibat karakter geografis, sentimen tribalisme, tirani, dan kolonialisme.
Tragedi bangsa Kurdi itu pun kemudian dikenal dengan nama “problem Timur”. Ironinya, problem Kurdi sering kali dilupakan, diabaikan. Tidak ada pembelaan terhadap bangsa Kurdi, bahkan dijadikan komoditas politik kekuatan regional maupun internasional untuk tujuan politik tertentu.
Walau kartu Kurdi dipakai, sama sekali tanpa ada niat tulus dari siapa pun untuk mencari solusi yang adil soal eksistensi bangsa Kurdi. Karena itu, tidak heran jika Kurdi pun seperti duri dalam daging bagi setiap pemerintah pusat di negara-negara modern saat ini, seperti Turki, Irak, Iran, dan Suriah.
Negara-negara itu juga sepakat mencegah dengan segala cara berdirinya negara Kurdi yang berdaulat di mana pun. Negara-negara itu beralasan, jika Kurdi memiliki negara sendiri di salah satu wilayah negara tersebut, hal itu akan mengobarkan nasionalisme seluruh bangsa Kurdi. Selanjutnya, hal ini bisa mengancam kekuasaan mereka pada wilayah Kurdi di negara masing-masing.
Bahkan, ada kesepakatan tidak tertulis di antara Turki, Iran, Irak, dan Suriah untuk mencegah lahirnya negara Kurdi walau pada saat bersamaan mereka bisa menggunakan kartu Kurdi untuk mengganggu negara tetangga yang lain. Misalnya, Iran atau Turki sering menggunakan kartu Kurdi Irak untuk menggoyang pemerintah pusat di Baghdad, dan demikian juga sebaliknya.
Ada beberapa faktor yang membuat bangsa Kurdi terserak-serak dan gagal mewujudkan impian untuk memiliki negara sendiri. Pertama, kentalnya sentimen kesukuan yang membuat bangsa Kurdi tidak pernah bersatu secara kebangsaan. Hal ini menyebabkan sulitnya lahir seorang pemimpin Kurdi yang bisa menyatukan bangsanya. Walau memiliki satu identitas, yakni Kurdi, kelompok ini juga terbagi-bagi lagi ke dalam berbagai suku. Kedua, Kurdi menjadi korban kediktatoran pemerintah pusat di negara-negara di mana bangsa Kurdi berada menyusul pembagian pasca-Perang Dunia I. Ketiga, kolonialisme turut merobek-robek kesatuan bangsa Kurdi.
Para pemerintah diktator yang menaungi bangsa Kurdi itu, misalnya, tidak mengakui eksistensi bangsa Kurdi. Pemerintahan diktator itu juga menolak eksistensi bahasa Kurdi di negaranya.
Turki, Iran, dan Irak yang memiliki warga Kurdi dalam jumlah besar juga tidak mengakui keberadaan bangsa Kurdi di dalamnya. Pemerintahan di negara-negara tersebut bersikukuh hanya satu bangsa, budaya, dan bahasa di negara mereka. Jika realitas sosial di negara-negara itu ada banyak budaya dan bahasa, maka yang diakui hanya satu dan yang lain harus disingkirkan. Kurdi selalu menjadi korban. Itulah realitas politik yang dihadapi bangsa Kurdi di Turki, Iran, Irak, dan Suriah.
Pendiri Turki modern, Mustafa Kemal Ataturk, misalnya, menolak mengakui keberadaan bangsa Kurdi di Turki serta melarang bahasa Kurdi diajarkan di sekolah-sekolah. Ataturk menolak menyebut nama Kurdi dan menamakan bangsa Kurdi di Turki sebagai bangsa Turki pegunungan. Sensus penduduk di Turki sampai saat ini menjuluki kelompok yang ada di Turki sebagai Kurdi Turki pegunungan.
Saddam Hussein di Irak tidak kalah brutalnya dibandingkan dengan Kemal Ataturk. Saddam bahkan pernah melakukan aksi pembumihangusan atas 1.000 desa Kurdi dan menyebarkan penduduk desa-desa tersebut ke seluruh penjuru Irak.
Ada juga kasus pembantaian terhadap warga Kurdi di Halabjah, Irak, tahun 1988, dengan menggunakan bom kimia. Ini merupakan salah satu perbuatan terkeji Saddam Hussein terhadap warga Kurdi.
Di mata dunia, Kurdi adalah potret etnis yang malang. Mereka tercerai-berai di seantero empat negara berbeda: Turki, Suriah, Iraq dan Iran. Sedihnya lagi, karena minoritas di keempat negara itu, sering kali kepentingan bangsa Kurdi diabaikan oleh pemerintah masing-masing negara tempat mereka berdiam. Akibatnya gampang ditebak, mereka ingin memisahkan diri dari negara induk masing-masing lalu mendirikan negara Kurdi.
Tentu saja keinginan mereka, yang dinilai sebagai gerakan separatisme, segera ditentang oleh pemerintah masing-masing negara. Bahkan tidak hanya ditentang, tetapi juga ditumpas. Itulah yang menyebabkan Saddam membumihangus kawasan utara yang didiami Kurdi. Amerika dan koalisinya membuat aturan zona larangan terbang di langit Iraq kawasan ini.
Alhasil, pada masa kini suku Kurdi tergolong sebagai suku bangsa yang tertindas di negeri sendiri. Padahal, kalau melihat catatan sejarah Islam, akan kita temukan adanya pahlawan besar Islam yang bernama Shalahudin Al-Ayubi yang notabene beretnis Kurdi. Juga ada Ibnu Taimiyah, ulama besar yang kesohor dari suku Kurdi.
Dengan kata lain salah seorang anak suku Kurdi pernah menjadi orang yang sangat berjasa pada dunia Islam. Namun kini anak keturunan Shalahudin dan Ibnu Taimiyah bernasib malang, ditindas di negeri-negeri berpenduduk mayoritas Islam di Timur Tengah.
Frustasi Memperjuangkan Kemerdekaan
Dibandingkan dengan penduduk negara-negara Arab lainnya bahkan di dunia suku Kurdi adalah salah satu suku bangsa besar karena jumlahnya yang mencapai 30 juta jiwa. Mirip seperti nasib bangsa Palestina, akibat kolonialisme Barat di Timur Tengah, rumpun bangsa Persia yang mendiami daerah Kurdistan ini terancam hilang dalam sejarah dunia. Karena Palestina berada di bawah pendudukan Israel maka perhatian dunia Islam relatif sangat besar dibandingkan dengan suku Kurdi yang hampir sama sekali tidak ada. Disebabkan oleh lokasinya yang strategis secara geopolitik dan tersedianya minyak dalam jumlah besar lengkap dengan jalur-jalur pipanya menuju Eropa dan juga Israel, usaha bangsa Kurdi untuk menjadi bangsa yang independen semakin sulit terealisasi. Setiap aktivitas untuk memerdekakan diri selalu berakhir dengan penumpasan dan penindasan. Jalan menuju kemerdekaan bagi Kurdistan seakan menunggu kehancuran tiga negara yang menguasainya. Tumbangnya Rezim Irak karena invasi AS misalnya, berhasil membuka akses politik kaum Kurdi ini.
Dilihat sejarahnya, sebenarnya kemerdekaan Kurdi pernah dijanjikan oleh Presiden AS Woodrow Wilson (1856-1924) melalui perjanjian Sevres (the Treaty of Sevres) tahun 1920 antara Kekhalifahan Turki Usmani dan sekutu AS untuk membagi-bagi wilayah bekas kekuasaan Turki Usmani. Hanya saja terbentuknya negara baru Turki di bawah pimpinan Mustafa Kemal Ataturk yang meliputi sebagian besar wilayah Kurdistan telah memupus harapan itu. Sejak itu konflik antara suku Kurdi dan Turki terus berkembang. Pasca kemerdekaan Irak tahun 1932 bangsa Kurdi semakin terisolasi dan terpecah-pecah. Mereka yang mendiami daerah-daerah perbatasan ini selalu menjadi korban pertikaian antara Irak, Iran dan Turki. Karena frustasi akan semakin tertutupnya peluang menuju kemerdekaan, muncullah kelompok-kelompok militan Kurdi yang kerap kali melancarkan aksi-aksi terorisme.
Friksi dan Penindasan
Friksi adalah sebuah pergeseran, perpecahan, atau pergeseran yang berupa paham atau pendapat (Widodo, 2001:165). Jalan paling mudah untuk memecah kekuatan suku Kurdi dalam menghimpun diri menuju kemerdekaan adalah dengan menciptakan faksi-faksi di antara mereka yang satu sama lain saling bermusuhan. Ini karena tidak ada figur pemersatu di kalangan mereka. Terpecahnya mereka dalam tiga wilayah negara yang berbeda juga telah membuat suku ini semakin tersegmentasi. Bahkan negara-negara di mana suku Kurdi berada seringkali mencoba melakukan program asimilasi secara paksa hingga pemusnahan bangsa terbesar di dunia Arab ini. Di Irak Utara misalnya terdapat dua kubu yang dipimpin oleh Barzani, the Kurdistan Democratic Party (KDP) dan partai Jalal Talabani, The Patriotic Union of Kurdistan (PUK). Keberadaan suku Kurdi yang non-Arab itu ternyata menjadi hambatan tersendiri bagi Saddam Hussein dalam menjalankan obsesinya menggelorakan semangat nasionalisme Arab. Pada tahun 2003 saat invasi AS ke Irak, daerah basis suku Kurdi di Irak Utara dijadikan sebagai pangkalan militer AS. Ternyata, dukungan AS dan perhatian organisasi-organisasi sosial dunia (LSM) berhasil menyelamatkan bangsa Kurdi di Irak dari penindasan yang sudah berlangsung lama. Setelah bertahun-tahun mengalami penindasan dan pemusnahan akhirnya dengan dukungan AS Jalal Talabani sendiri terpilih menjadi Presiden Irak.
Di Iran suku Kurdi walaupun berasal dari rumpun bangsa Persia tetapi tetap saja hidup terpinggirkan. Ini karena mereka adalah para penganut Sunni yang berbeda dengan agama mayoritas negara Iran. Setelah bertahun-tahun lamanya melakukan penindasan pada kelompok Kurdi, Iran akhirnya dapat melemahkan kekuatan Kurdi. Pada akhir tahun 1920-an, misalnya, Iran berhasil membunuh pemimpin Republik Mahabad Kurdistan, Qazi Muhammad dan Ismail Agha Simko. Di bawah pemerintahan Ayatollah Khomeini militer Iran juga berhasil melakukan pembunuhan terhadap dua pimpinan kharismatik Kurdistan, Abdul Rahman Gasemblou (1989) dan Sadeq Sharafandi (1992). Dalam konflik Irak-Iran 1980-1990rakyat Kurdi baik Iran maupun Irak sering memanfaatkan keberadaan suku Kurdi di perbatasan untuk melakukan serangan dari dalam. Akibatnya minoritas Kurdi Irak dan Iran selalu dicuragai oleh pemerintahnya masing-masing sebagai kelompok yang membantu kekuatan musuh. Memang kelompok minoritas ini sangat rentan terhadap intervensi asing, termasuk AS, yang dapat menjadi ancaman serius bagi keamanan negara-negara yang bersangkutan.
Nasib bangsa Kurdi di Turki juga tidak lebih baik. Mayoritas suku Kurdi memang tinggal di Turki bagian tenggara dan lebih setengahnya hidup berbaur di ibukota Ankara. Sebagai keturunan bangsa Persia, suku Kurdi menjadi salah satu hambatan gerakan nasionalisme dan sekularisme Turki. Meskipun mereka berhasil mendirikan Negara Darurat Kurdistan di wilayah Turki pada tahun 1922-1924 dan Republik Mahabad Kurdistan tahun 1946 tetapi dapat dihancurkan oleh militer Turki. Dampaknya sejak tahun 1924 Turki melarang penggunaan bahasa Kurdi di tempat umum. Operasi militer besar-besaran terus dilakukan untuk menumpas gerakan pro kemerdeaan yang mengakibatkan ribuan jiwa kehilangan nyawa.
Masa depan Kurdi
Menurut Dr. Iman Musthafa Bagha, dalam bukunya yang berjudul, “Apa Masalah Kurdi di Masa Sekarang?” masalah Kurdi bagi Barat adalah karena Shalahuddin Al-Ayyubi lahir dari mereka. “Inilah yang membuat Barat membiarkan mereka tanpa negara ketika membagi-bagi negeri kita menjadi terpecah-pecah dalam perjanjian Sykes Picot,” ungkapnya.
Prof. Dr. Fayiz Muhammad Al-Isawi, Profesor dan Kepala Departemen Geografi Fakultas Adab Universitas Alexandria Mesir, juga melihat bahwa kekuatan negara-negara besar seperti Rusia, Amerika dan Inggris serta negara-negara yang menampung masyarakat Kurdi (Turki, Irak, Suriah, Iran dan lainnya seperti disebutkan sebelumnya) tidak akan mengizinkan Kurdi mendirikan negara merdeka. Mereka semua sepakat bahwa berdirinya negara Kurdi hanya akan menambah masalah antara Kurdi dan tetangga-tetangganya.

Terimakasih telah membaca di Piool.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.