Taklim

Shalat Tidak Khusyu’?


Bagi kita yang masih awam, harus diakui bahwa khusyu’ ini merupakan perkara yang berat dan sedikit sekali orang yang mampu khusyu’ dalam shalatnya. Bagaimanapun, shalat adalah kewajiban agama, walau ‘belum’ bisa khusyu’ muslim tetap wajib shalat, namun demikian berusahalah kita khusyu’

Bagaimanakah jika menjalankan shalat tetapi hati sedang tidak tenang, dikarenakan suatu sebab, misalnya sedang berselisih rumah tangga atau dalam kerisauan lainnya, yang akhirnya pikiran bingung, galau dan bahkan melamun?, yang lalu timbullah rasa berat (malas) untuk menjalankan shalat, sebab merasa shalat tidak khusyu’ dikarenakan banyak pikiran tersebut.

Sah, makruh atau batalkah shalat yang demikian itu?

Setengah dari pada hikmat shalat adalah mengingat Allah. Sebagaimana firman Allah S.w.t pada surat Thaha ayat 14:

١٤. إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي
Artinya: “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”.
Dan menurut firman Allah S.w.t pada surat Ar Ra’d di ayat 28, sebagai berikut:

٢٨. الَّذِينَ آمَنُواْ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللّهِ أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
Artinya: (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”.
Memperhatikan dua firman Allah S.w.t ini, dapatlah kita simpulkan bahwa shalat itu penenang jiwa. Kalau pikiran anda sedang galau, ruwet, bingung, malah sebaiknya anda lakukan shalat. Dan janganlah takut akan bisikan-bisikan syaithan yang kadang kala mengganggu peribadatan anda itu, yang memang berusaha syaithan itu agar anda jangan bershalat (tidak taat).
Shalat yang khusyu’ adalah penawar untuk semua (kerisauan, kesedihan) itu, sebagaimana firman Allah S.w.t tersebut di atas. Kata Syekh Ibnu Ruslan dalam Khotimah Zubadnya:
Artinya: “Janganiah engkau takut dan pada bisikan syaithan. Maka sesungguhnya dia (shalat) itu perintah dari Tuhan yang Maha Pengasih”.
Menurut As-Syekh Ar-Ramli dalam Ghoyatul Bayan halaman 280. sebagai berikut :
Artinya: “Maka sesungguhnya engkau itu tidak kuasa untuk melakukan shalat tanpa bisikan. Maka sesungguhnya telah berusaha keras oleh orang-orang besar untuk shalat dua raka’at tanpa bisikan syaithan dan obrolan hati dengan segala perkara dunia, maka lemahlah mereka itu dan tidaklah ada harapan padanya, bagi orang-orang semacam kita.”.
Shalat yang anda telah lakukan itu sah, jika dilaksanakan lengkap dengan syarat dan rukunnya. Adapun pahala shalat anda, adalah tergantung kepada khusyu’ tidaknya shalat anda. Karena sabda Rasulullah S.a.w;
Artinya: “Tidaklah seorang hamba beroleh pahala dari shalatnya melainkan apa yang ia illat dari padanya.”.
Demikianlah penjelasan ini, semoga dipahami. Wallahul Muwafiq

Sebagai lanjutan pengkajian daripada perihal khusyu’ ini, marilah kita menyimak dengan cermat dan perlahan pembahasan berikut..

Khusyu’ Dalam Shalat

“Khusyu’ merupakan kondisi dimana seseorang melakukan shalat dengan memenuhi segala syarat, rukun dan sunnah shalat, serta dilakukan dengan kehadiran hati”

Para ulama selalu menekankan agar kita mengerjakan shalat dengan khusyu’. Apakah yang dimaksud dengan khusyu’ itu? Dan apa pula manfaatnya?

Khusyu’ dalam shalat merupakan perkara yang sangat penting, sebab hal itu merupakan tujuan utama dari shalat yang kita kerjakan. Sesuai dengan firman Allah S.w.t:

أَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي

“Tunaikanlah shalat untuk mengingat-Ku.” (QS Thaha: 14).

Dalam istilah ahli hakikat, khusyu’ adalah patuh pada kebenaran. Ada yang mengatakan bahwa khusyu’ adalah rasa takut yang terus menerus ada di dalam hati (Kitab At-Ta’rifat, halaman 98).

Lebih jelas lagi, Syekh Alauddin Ali bin Muhammad bin Ibrahim al-Baghdadi mengatakan: “Khusyu’ dalam shalat adalah menyatukan konsentrasi dan berpaling dari selain Allah serta merenungkan segala yang diucapkannya, baik berupa bacaan Al-Qur’an maupun dzikir”. (Tafsir Al-Khazin, Juz V, halaman 32).

Jadi khusyu’ merupakan kondisi di mana seseorang melakukan shalat dengan memenuhi segala syarat, rukun dan sunnah shalat, serta dilakukan dengan tenang, penuh konsentrasi, meresapi dan menghayati ayat juga semua dzikir yang dibaca dalam shalat.

Dengan cara inilah shalat yang kita lakukan setiap hari akan menjadi khusyu’ serta memberikan dampak (implikasi) yang positif pada kehidupan kita. Yakni mencegah manusia dari perbuatan buruk dan kemungkaran.

Allah S.w.t berfirman:

إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاء وَالْمُنكَرِ

“Sesungguhnya shalat itu dapat mencegah dari perbuatan yang buruk dan mungkar”. (QS Al-Ankabut: 45).

فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّينَ. الَّذِينَ هُمْ عَن صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ

“Celakalah orang yang melakukan shalat tapi hati mereka lupa apa yang ia lakukan”. (QS Al-Ma’un: 5).

Melihat arti pentingnya khusyu’ dalam shalat, Syeikh Ali Ahmad aj-Jurjani berkata bahwa ketika seorang hamba telah mampu melaksanakan shalat dengan khusyu’ berarti ia telah sampai pada tingkat keimanan yang sempurna. Sebagaimana disebutkan dalam kitab karangan beliau, bahwa ”Sesungguhnya khusyu’ dan menghadirkan hati dalam shalat, serta tetangnya anggota (dan melaksanakan sesuai syarat dan rukunnya) merupakan iman yang sempurna.”. (Hikmatut Tasyri’ wa Falsafatuhu, Juz II, halaman 79).

Disamping itu, khusyu’ merupakan syarat diterimanya shalat di sisi Allah S.w.t. Dalam kitab Sullam at-Tauufiq disebutkan, ”Disamping syarat-syarat agar shalat dapat diterima di sisi Allah S.w.t, … harus menghadirkan hati dalam shalat (khusyu’), maka tidak ada pahala bagi seseorang dalam shalatnya kecuali pada saat hatinya datang dalam shalatnya”. (Sullam at-Taufiq, halaman 22).

Karena itu orang yang melaksanakan shalat, tapi hatinya tidak khusyu’, maka seakan-akan ibadah yang dilakukan sia-sia, karena tidak diterima di sisi Allah S.w.t.

Namun begitu, harus diakui bahwa khusyu’ ini merupakan perkara yang berat sekali. Apalagi bagi kita yang masih awam. Sedikit sekali orang yang mampu khusyu’ dalam shalatnya. Kalau kenyataannya seperti itu, maka minimal yang bisa kita lakukan adalah bagaimana khusyu’ itu bisa terwujud dalam shalat kita walaupun hanya sesaat. Sebagaimana yang dikatakan Imam Al Ghazali:

”Maka tidak mungkin untuk mensyaratkan manusia agar menghadirkan hati (khusyu’) dalam seluruh shalatnya. Karena sedikit sekali orang yang mampu melaksanakannya, dan tidak semua orang mampu mengerjakannya. Karena itu, maka yang dapat dilakukan adalah bagaimana dalam shalat itu bisa khusyu’ walaupun hanya sesaat saja.”. (Ihya ’Ulum ad-Din, Juz I, halaman 161).

Kesimpulannya adalah khusyu’ dalam shalat merupakan satu kondisi dimana kita melakukan shalat dengan tenang dan penuh konsentrasi, menghayati dan meresapi arti dan makna shalat yang sedang dikerjakan. Dan itu merupakan perkara yang sangat penting, agar ibadah yang kita laksanakan dapat dirasakan dalam kehidupan nyata, tidak semata-mata formalitas untuk menggugurkan kewajiban.

~ KH Muhyiddin Abdusshomad ~

Waspadai Propaganda Kaum Liberal Perihal Shalat

Untuk memperkaya bahasan ini, kami ketengahkan pula nasehat dan peringatan dari Al Habib Rizieq, yakni mengenai propganda kaum liberal dalam perihal shalat, dimana isu kaum liberal berikut:

“Buat apa shalat kalau riya’ tidak ikhlas, karena tidak diterima oleh Allah S.w.t. Lebih baik bersihkan hati dulu, nanti kalau sudah ikhlas tidak riya’, maka baru shalat agar diterima oleh Allah S.w.t.”
Kalimat ini bertujuan untuk pembenaran meninggalkan shalat dengan dalih ‘pembersihan hati dulu’.
Berikut jawabannya;
Wajib shalat walau masih riya’ belum ikhlas, karena shalat adalah kewajiban agama. Setiap muslim, ikhlas atau pun riya’, rela atau pun terpaksa, tetap wajib mendirikan shalat.
Dan shalat adalah benteng dari segala perbuatan keji dan munkar, termasuk riya’, sebagaimana firman Allah S.w.t dalam Al Qur’an surat Al-‘Ankabuut ayat 45:
اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Qur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”.
Justru, shalat adalah obat hati yang bisa menyembuhkan dan menghilangkan penyakit hati, seperti riya’ dan ujub. Bagaimana penyakit hati bisa sembuh tanpa mendirikan shalat ?!.

~ Al Habib Muhammad Rizieq Syihab ~

Menyimak peringatan dari Al Habib Rizieq di atas, kami teringat pada suatu pesan dari Imam Hasan Al Bashri R.a, beliau berkata:

عـلامـة الـحـقـيـقـة تـرك الـمـلاحـظة الـعـمـل لا تـرك الـعـمـل

Tanda-tanda hakikat ikhlas adalah tidak mengawasi perbuatan, bukan meninggalkan perbuatan itu”.
Mengiringi Amal Saleh Dengan Shalawat dan Doa
Wal akhir, marilah kita ingat selalu bahwa setelah melakukan suatu amal saleh (ibadah/kebaikan/kebajikan) untuk senantiasa mengiringinya atau mengakhirinya dengan mengucapkan shalawat dan salam kepada Baginda Nabi Muhammad Rasulullah S.a.w serta doa permohonan agar diterima oleh-Nya.

اللهم اعنى على ذكرك و شكرك و حسن عبادتك

Allahumma A’innii ‘Alaa Dzikrika Wa Syukrika Wa Husni ‘Ibaadatik

Artinya: “Ya Allah tolonglah saya agar selalu ingat kepada-Mu, bersyukur kepada-Mu dan baik dalam beribadah kepada-Mu“.

Dari Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu ‘Anhu:

و عن معاذ رضى الله عنه ان رسول الله صلى الله عليه وسلم اخذ بيده وقال : يا معاذ، والله اني لا حبك فقال : اوصيك يا معاذ، لا تد عن فى دبر كل صلاة تقول : اللهم اعنى على ذكرك و شكرك و حسن عبادتك. رواه ابو داود و النساء

Wa ‘an mu’aadz rodhiyallaahu ‘anhu anna rosuulallaahi shallallaahu ‘alaihi wa salama, akhodza biyadihi wa qoola : yaa mu’aadzu, wallaahi, innii la-uhibbuka faqoola : uushiika ya mu’aadzu, laa tada ‘anna fii duburi kulli sholaatin taquulu : allaahumma a’innii ‘alaa dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibaadatika.

Artinya: “Dari Mu’adz bin Jabal R.a, bahwasanya Rasulullah S.a.w memegang tangannya sambil bersabda: “Hai Mu’adz, demi Allah aku sungguh sayang padamu“. Kemudian Beliau bersabda lagi: “Aku berpesan kepadamu, janganlah kamu tinggalkan pada tiap-tiap sehabis shalat untuk membaca: Allahumma A’innii ‘Alaa Dzikrika Wa Syukrika Wa Husni ‘Ibaadatik (Ya Allah tolonglah saya agar selalu ingat kepada-Mu, bersyukur kepada-Mu dan baik dalam beribadah kepada-Mu).“. (HR Abu Dawud dan An-Nasa’i).

رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
وَتُبْ عَلَيْنَا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
“Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. “Dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.”. (QS Al Baqarah: 127 & 128).

Demikianlah, apa yang telah kami sampaikan, semoga dapat menjadi bahan renungan bagi kita untuk dapat ditarik hikmahnya serta menjadi pengetahuan bagi kita untuk dapat diambil pelajarannya, juga sebagai ikhtiar kita agar semakin mendekatkan diri kita kepada Allah S.w.t dan Rasul-Nya S.a.w.

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَاَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ

~ Wallahu Waliyyuttaufiq wal Hidayah, Wassalam ~


Terimakasih telah membaca di Piool.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.


Comments

Paling Populer

To Top