Hadits

Taqarrub, Meraih Cinta Allah S.W.T


Orang yang bertaqarrub kepada Allah, selain mengerjakan kewajiban, ia juga bersungguh-sungguh melaksanakan nawafil (sunnah-sunnah) dan menahan diri dari makruhat (sesuatu yang dibenci, namun tidak haram). Hamba demikian inilah yang berhak mendapatkan kecintaan Allah Subhannahu wa Ta’ala“.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallahu Anhu, ia berkata, telah bersabda Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam: “Sesungguhnya Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman: Barang siapa yang memusuhi wali-Ku maka Aku umumkan perang terhadapnya. Tidak ada bentuk taqarrub seorang hamba kepada-Ku yang lebih Aku cintai dibanding (mengerjakan) apa yang Aku wajibkan kepadanya. Dan terus menerus seorang hamba bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada-Ku dengan nawafil (amalan sunnah) sehingga Aku mencintainya. Dan jika Aku mencintainya, maka Aku menjadi pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang dia melihat dengannya, menjadi tangannya yang dia gunakan memukul, serta menjadi kakinya yang dia gunakan untuk berjalan. Jika dia meminta kepada-Ku, maka Aku pasti memberinya, dan jika dia minta tolong kepada-Ku niscaya Aku pasti menolongnya.“. (HR al-Bukhari).
Tinjauan Rawi
Beliau adalah Sayyidul Huffazh seorang Sahabat yang mulia, Abu Hurairah R.a. Nama asli beliau dan ayahnya diperselisihkan oleh banyak kalangan, namun yang paling rajih (kuat) adalah Abdur Rahman bin Shahr ad-Dausi. Beliau masuk Islam pada awal tahun ke tujuh setelah hijrahnya Nabi S.a.w pada tahun terjadinya perang Khaibar.
Al-Imam adz-Dzahabi berkata: “Abu Hurairah telah membawa dari Nabi Shalallaahu alaihi wasalam ilmu yang sangat banyak, sangat bagus dan diberkahi tiada tertandingi“. Dan tidak ada seorang pun yang meriwayatkan hadits dari Nabi S.a.w melebihi dari apa yang ia riwayatkan, dikarenakan ia selalu mendampingi Nabi S.a.w. Hadits yang diriwayatkannya mencapai sekitar 5374 buah hadits.
Al-Imam al-Bukhari meriwayatkan darinya (Abu Hurairah R.a) bahwa dia berkata, “Sesungguhnya kalian mengatakan: “Sungguh Abu Hurairah telah mendapatkan hadits yang amat banyak dari Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam“, dan kalian juga mengatakan, “Apa yang dilakukan oleh kaum Muhajirin dan Anshar sehingga tidak memperoleh hadits sebanyak yang diperoleh Abu Hurairah?“, Sesungguhnya saudara-saudaraku dari kaum Muhajirin sibuk dengan jual beli (bekerja/berdagang) di pasar sedangkan aku mendampingi Rasulullah sepanjang hari, maka aku hadir tatkala mereka pergi dan aku hafal tatkala mereka lupa. Sedangkan saudara-saudaraku dari kaum Anshar sibuk mengurus harta (kebun/ladang) mereka, sementara aku merupakan salah seorang dari orang-orang miskin ash-Shuffah. Aku memahami pada saat mereka terlupa.
Rasulullah S.a.w pernah berkata dalam sebuah sabda yang beliau (Abu Hurairah R.a) sampaikan: “Sungguh tidak seorangpun yang membentangkan pakaiannya sehingga aku menyelesaikan keseluruhan ucapanku ini, kemudian ia mendekap pakaiannya itu, kecuali dia akan faham terhadap apa yang aku ucapkan.“.
Maka aku (Abu Hurairah) membentangkan selimut yang kupakai, sehingga ketika Rasulullah S.a.w selesai dari pembicaraannya, aku mendekap selimut itu ke dadaku. Maka aku pun tidak pernah lupa terhadap sabda Rasulullah S.a.w tersebut sedikitpun.”.

Penjelasan Matan Hadits
  • Sabda Nabi Shalallaahu Alaihi Wasalam: “Sesungguhnya Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman,“, menunjukkan bahwa hadits ini merupakan hadits qudsi (firman Allah S.w.t dengan redaksi dari Nabi S.a.w).
  • Barang siapa memusuhi wali-Ku,“, dalam riwayat lain barangsiapa yang menyakiti, dan dalam riwayat lain lagi barang siapa yang menghina. Wali berasal dari kata muwalah arti aslinya adalah kedekatan, sedang mu’aadah (memusuhi) arti aslinya adalah jauh. Yang dimaksudkan wali di sini adalah orang yang sangat dekat dengan Allah, senantiasa menjalankan ketaatan dan menjauhi segala maksiat.
  • Maka Aku maklumkan (mengumumkan) perang terhadapnya,“, yaitu Aku umumkan bahwa Aku memeranginya sebagai mana dia telah memerangi wali-Ku.
  • Tidak ada suatu bentuk taqarrub seorang hamba kepada-Ku yang lebih Aku cintai daripada (mengerjakan) apa yang aku wajibkan atasnya.“. Setelah Allah mnyebutkan bahwa memusuhi wali-Nya sama saja dengan memusuhi Allah, maka selanjutnya Dia menyebut kan ciri wali-Nya yang haram dimusuhi dan wajib berwala’ (cinta dan loyal) kepadanya. Disebutkan bahwa wali Allah adalah orang-orang yang senantiasa mendekatkan diri kepada Allah, dan yang pertama kali dikerjakan adalah menunaikan kewajiban-kewajiban.
  • Jika Aku mencintainya maka Aku menjadi pendengaran yang dia gunakan untuk mendengar, penglihatannya yang dia melihat dengannya, tangannya yang dengan tangan itu dia memukul dan kakinya yang dia gunakan untuk berjalan.“. Maksudnya adalah bahwa barang siapa yang yang sungguh-sungguh mendekatkan diri kepada Allah dengan mengerjakan kewajiban, kemudian nawafil (amalan-amalan sunnah) maka Allah akan mendekatkan orang itu kepada-Nya, dan akan mengangkatnya dari derajat iman ke derajat ihsan. Ia beribadah kepada Allah dengan rasa muraqabah (pengawasan) Allah, seakan-akan melihat-Nya. Hatinya penuh dengan ma’rifatullah, kecintaan terhadap-Nya, pengagungan kepada-Nya, rasa takut, jinak (tunduk/patuh) dan rindu kepada-Nya. Sehingga ma’rifat (mengenal) Allah ini menjadikan ia seperti melihat Allah dengan mata bashirah (mata hati). Maka kalau dia berbicara.. berdasar petunjuk Allah, kalau mendengar.. berdasar petunjuk Allah, kalau melihat.. berdasar petunjuk Allah dan jika memukul.. berdasarkan dengan petunjuk Allah S.w.t.
  • Jika dia meminta kepada-Ku niscaya Aku memberinya“…dan seterusnya. Bahwasanya orang yang dicintai Allah dan didekatkan kepada-Nya, dia memiliki kedudukan khusus yang menyebabkan ia selalu diberi oleh Allah apabila meminta, dilindungi Allah S.w.t jika memohon perlindungan dari sesuatu, dan dikabulkan jika berdoa.


Faidah Hadits

  • Seorang hamba hendaknya membiasakan untuk menjalankan ketaatan baik yang wajib maupun yang sunnah serta menjauhi segala maksiat baik kecil maupun besar agar termasuk wali Allah yang Dia cintai dan mereka cinta kepada-Nya, serta cinta kepada orang yang dicintai Allah. Allah permaklumkan untuk memusuhi siapa saja yang memusuhi, menyakiti, membenci dan mengganggu mereka. Allah juga akan melindungi dan menolong Wali-wali-Nya dan akan membela mereka.
  • Wajib wala’ (setia/loyal) kepada Wali-wali Allah dan mencintai mereka, serta haram memusuhi mereka. Sebaliknya wajib memusuhi musuh-musuh Allah dan haram berwala’ kepada mereka. Allah S.w.t berfirman, yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia.” (QS al-Mumtahanah: 1) dan Firman Allah S.w.t, yang artinya: “Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang.” (QS. [5]: 56).
  • Hadits di atas menunjukkan bahwa orang yang bertaqarrub kepada Allah itu ada dua macam:

    1). Orang yang mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan kewajiban-kewajiban, dan ini merupakan tingkatan paling ‘sederhana’ dari seorang hamba (yakni pas-pasan). Sayyidina Umar bin Khatthab R.a berkata: “Amalan yang paling utama adalah melaksanakan apa yang diwajibkan Allah dan menjaga diri (wara’) dari yang diharamkan Allah, serta niat yang jujur terhadap apa yang di sisi Allah (yakni ikhlas dalam beramal).“.

    2). Orang yang bertaqarrub kepada Allah, selain mengerjakan kewajiban, dia juga bersungguh-sungguh melaksanakan nawafil (sunnah-sunnah) dan menahan diri dari makruhat (sesuatu yang dibenci, namun tidak haram). Dan hamba yang demikian inilah yang berhak mendapatkan kecintaan Allah Subhannahu wa Ta’ala.

  • Orang yang telah dicintai Allah maka akan diberi kecintaan, kataatan, kesibukan berdzikir dan beribadah kepada-Nya, dan ia merasa betah mengerjakan amalan yang mendekatkan kepada Allah S.w.t. Maka akhirnya dia menjadi orang yang dekat kepada Allah dan memperoleh bagian yang besar dari sisi-Nya. Allah S.w.t berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah-lembut terhadap orang-orang mu’min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dihendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS [5]: 54).
  • Kecintaan Allah Subhannahu wa Ta’ala adalah tujuan yang amat penting dan bahkan paling penting. Siapa saja yang mendapatkannya maka telah memperoleh kabaikan dunia dan akhirat. Ini semua akan terwujud, di antaranya dengan cara-cara berikut:

    1). Melakukan kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan Allah S.w.t sebagaimana tersebut di dalam hadits di atas. Di antara kewajiban yang terpenting adalah bertauhid secara benar, shalat wajib lima waktu, zakat, puasa Ramadhan, haji bagi yang mampu, birul walidain, silaturrahim, berakhlak yang baik, jujur, tawadhu’, dan lain-lain.

    2). Menjauhi hal hal yang diharamkan baik berupa dosa besar maupun dosa kecil, dan menjauhi yang makruh semaksimal mungkin.

    3). Bertaqarrub dengan nawafil (amalan sunnah) baik shalat, puasa, shadaqah, amar ma’ruf nahi mungkar dan amal kebajikan lainnya, seperti: banyak membaca dan mendengarkan al-Qur’an dengan penghayatan terhadap isinya, menghafal yang mampu dihafal dan terus mengulanginya. Orang yang sudah sangat cinta kepada al-Qur’an maka baginya tidak ada yang lebih menyenangkan dibanding Kalam (firman) Allah yang ia cintai.

    4). Banyak mengingat Allah dengan hati dan lisan, Allah S.w.t berfirman: “Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu.”. (QS [2]: 152).

    5). Mencintai para kekasih Allah dan para wali-Nya karena Allah, dan memusuhi musuh-musuh Allah karena Allah.

  • Berdasarkan hadits di atas, maka seluruh cara atau jalan menuju Allah dan meraih cinta-Nya yang tidak pernah disyariatkan melalui lisan Rasul adalah klaim dusta dan bathil. Sebagaimana orang-orang musyrik yang beribadah kepada selain Allah dengan persangkaan bahwa hal itu dapat mendekatkan mereka kepada-Nya. (lihat QS az-Zumar ayat 3). Orang yahudi dan nashara juga mengklaim, “Kami anak-anak Allah dan kekasih-Nya,” padahal mereka terus menerus mendustakan para Rasul, melanggar larangan Allah serta meninggalkan kewajiban.
  • Setiap muslim berharap agar doanya terkabul, amalnya diterima, permintaannya dipenuhi, dan permohonan perlindungannya dikabulkan. Ini semua merupakan pemberian yang amat besar yang tidak akan didapat kecuali oleh orang yang dekat kepada Allah, mengerjakan kewajiban, nawafil dan sunnah dengan dibarengi niat yang ikhlas, serta mutaba’ah (mengikuti) Nabi Shalallaahu Alaihi Wasalam.
ﻭﺍﻟﻠﻪ ﺍﻋﻠﻢ ﺑﺎﻟﺼﻮﺍﺏ
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَاَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ


~ Syekh Nashir al-Syimali ~
Diterjemah dan diringkas dari makalah “Taqarrab Yuhibkallah

Baca juga: Bening Hati Berbalas Surga


Terimakasih telah membaca di Piool.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.


Comments

Paling Populer

To Top