LINGKUNGAN

The Unsung Heroes: Peran Masyarakat Adat dalam Menjaga Bumi


Udara segar yang masih bisa kamu hirup setiap pagi, makanan yang tersedia di meja makanmu adalah hasil dari peran masyarakat adat dalam menjaga bumi.” 

Rukka Sambolinggi
Peran Masyarakat Adat

Satu kalimat yang diucapkan Kak Rukka selaku bagian dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) cukup untuk membuat saya cukup tertampar. Kalimat singkat yang memiliki makna mendalam tentang masyarakat adat dalam menjaga bumi.

Saat mendengar Kak Rukka mengatakan hal itu, ada rasa penasaran yang bergejolak dahsyat di dalam dada. Ada sebagian rasa bersalah yang turut menyeruak keluar, mengingat pasti ada satu atau dua kegiatan dalam hidup yang justru merusak lingkungan. Ada banyak sekali pertanyaan yang turut berkecamuk di kepala, menjurus pada satu pertanyaan inti.

Dimana letak peran masyarakat adat terhadap udara yang saya hirup kemarin, hari ini, esok, dan seterusnya?

Siapa itu Masyarakat Adat?

Apa yang ada di dalam benak kalian saat pertama kali mendengar kata Masyarakat Adat? Mungkin sebagian besar auto membayangkan masyarakat pedalaman yang menolak pengetahuan atau sebagian besar lagi bakal membayangkan orang-orang primitif yang sering dianggap terbelakang. Bisa jadi sebagian besar juga menganggap masyarakat lokal suatu wilayah itu adalah Masyarakat Adat.

Nyatanya, Masyarakat Adat itu punya makna yang sangat dalam sebagai bagian dari bumi Indonesia. Masyarakat pedalaman, orang primitif, dan sebutan lain yang merendahkan itu hanyalah pelabelan untuk menurunkan citra Masyarakat Adat. Padahal, mereka adalah pelopor gaya hidup berkelanjutan yang saat ini banyak dilakukan oleh kia-kita juga.

Berarti, siapa yang terbelakang dan siapa yang lebih maju sebenarnya?

Istilah Global “Indigenous People”

Kebenaran memang kadang lebih pahit dari obat yang diresepkan oleh dokter. Seperti itulah fakta tentang Masyarakat Adat yang sebenarnya. Banyak sekali pihak yang masih melakukan pelabelan stigma negatif, diskriminasi, intimidasi, dan kekerasan terhadap Masyarakat Adat.

Mereka ini sudah ada di Indonesia sejak zaman penjajahan. Menurut kak Rukka, saat itu Belanda sudah memberikan istilah “Indigenous People” terhadap Masyarakat Adat di Indonesia saat itu. Setelah saya cari arti dari “Indigenous People” itu ternyata Orang Pribumi. Artinya, di zaman itu Masyarakat Adat juga dianggap sebagai penduduk asli Indonesia. Kenapa sekarang malah Masyarakat Adat seakan-akan dianggap berbeda dan dipandang sebelah mata oleh sesama Orang Pribumi?

AMAN sendiri mengambil istilah global Indigenous People untuk Masyarakat Adat agar mereka tak lagi mendapatkan stigma negatif atau pelabelan yang bersifat merendahkan seperti orang terbelakang, orang primitif, dan lain-lain. Omong-omong, Kak Rukka sebagai Sekjen AMAN sekaligus narasumber Gathering Online #EcoBloggerSquad kali ini juga bagian dari Masyarakat Adat, lo.

Berdasarkan istilah global Indigenous People, AMAN secara sederhana mendefinisikan Masyarakat Adat sebagai berikut:

Masyarakat Adat adalah kelompok masyarakat yang memiliki sejarah asal-usul, serta menempati suatu wilayah adat secara turun-temurun. Selain itu, Masyarakat Adat juga memiliki kedaulatan atas tanah maupun kekayaan alam, kehidupan sosial-budaya yang diatur oleh hukum adat, dan lembaga adat yang mempertahankan keberlanjutan kehidupan Masyarakat Adat sebagai komunitas adat.”

Pembeda Masyarakat Adat dan Kelompok Masyarakat Lain

Penyebutan Masyarakat Adat di Indonesia masih sering disamakan dengan masyarakat lokal, masyarakat tradisional, komunitas adat terpencil (KAT), dan penduduk asli. Sebab, Masyarakat Adat bisa saja bagian dari masyarakat lokal, tapi tidak semua masyarakat lokal adalah Masyarakat Adat. Misalnya saja, ada komunitas pendatang transmigran yang mendiami wilayah Kalimantan selama beberapa generasi. Mereka bisa disebut masyarakat lokal, tapi bukan Masyarakat Adat.

Lantas, apa yang membedakan Masyarakat Adat dengan kelompok lain? 

Dari definisi singkat Masyarakat Adat berdasarkan istilah global Indigenous People, bisa di break down kembali menjadi empat warisan leluhur atau asal-usul sebagai pembeda antara Masyarakat Adat dan kelompok masyarakat lainnya:

  1. Identitas Budaya yang Sama, mencakup bahasa, spiritualitas, nilai-nilai, serta sikap maupun perilaku yang membedakan kelompok sosial yang satu dengan yang lain
  2. Sistem Nilai dan Pengetahuan, mencakup pengetahuan tradisional berupa pengobatan tradisional, perladangan tradisional, permainan tradisional, sekolah adat, dan pengetahuan tradisional atauinovasi lainnya
  3. Wilayah Adat (Ruang Hidup), meliputi tanah, hutan, laut, dan sumber daya alam (SDA) lainnya yang tidak hanya dilihat sebagai barang produksi (ekonomi), tapi juga dilihat sebagai sistem religi dan sosial-budaya
  4. Hukum Adat dan Kelembagaan Adat, adanya aturan dan tata kepengurusan hidup bersama untuk mengatur dan mengurus diri sendiri sebagai suatu kelompok sosial, budaya, ekonomi, dan politik.

Sebaran Masyarakat Adat di Indonesia

Populasi Masyarakat Adat di Indonesia diperkirakan sudah mencapai 40-70 juta jiwa. Sekitar 20 juta jiwa bagian Masyarakat Adat dan 2371 komunitas Adat di Indonesia merupakan anggota AMAN. Dari 2371 Komunitas Adat tersebut memiliki sebaran di seluruh penjuru Indonesia.

Komunitas Adat paling banyak berada di Kalimantan dengan jumlah mencapai 772 Komunitas Adat. Wilayah lain di Indonesia seperti Sulawesi memiliki 664 Komunitas Adat, Sumatera mencapai 392 Komunitas Adat, Bali dan Nusa Tenggara sebanyak 253 Komunitas Adat, Maluku sebanyak 176 Komunitas Adat, Papua sebanyak 59 Komunitas Adat, dan Jawa sebanyak 55 Komunitas Adat.

Pengakuan Negara Terhadap Masyarakat Adat

Satu fakta lagi tentang Masyarakat Adat yang menurut saya masih belum banyak diperhatikan orang adalah dari awal Indonesia telah mengakui keberadaan Masyarakat Adat lewat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Pengakuan sekaligus penghormatan terhadap Masyarakat Adat tercantum di dalam Pasal 18B ayat (2) dan Pasal 28I ayat (3).

Negara mengakui dan menghormati kesatuan-­kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-­hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-­undang.”

UUD 1945 Pasal 18B ayat (2)

Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.”

UUD 1945 Pasal 28I ayat (3)

Jadi, sangat aneh sekali jika sampai saat ini belum ada Undang-Undang khusus yang secara hukum bisa melindungi Masyarakat Adat beserta wilayah adat mereka. Bahkan, berdasarkan penjelasan dari Kak Rukka, sudah lebih dari 10 tahun RUU tentang Masyarakat Adat belum juga disahkan. Kira-kira mau sampai ganti Presiden berapa kali, ya, RUU Masyarakat Adat ini baru disahkan?

Filosofi Hidup Masyarakat Adat: Jaga Bumi untuk Masa Depan Anak Cucu

Masyarakat Adat
Suku Dayak Iban (sumber: Yani Salon/Mongabay)

Masyarakat Adat memiliki filosofi hidup yang berjalan selaras dan  seimbang dengan alam. Salah satu contoh filosofi Masyarakat Adat yang pernah saya tulis adalah Masyarakat Adat Mahuze dari Papua. Mereka menganggap bahwa tanah wilayah adat adalah Mama (Ibu). Layaknya seorang anak yang menjaga ibu, mereka akan selalu menjaga tanah mereka beserta alam sekitar dari tangan manusia jahat yang ingin merusaknya.

Selain itu, banyak juga tradisi leluhur dari berbagai Masyarakat Adat di Indonesia yang pada intinya menjaga bumi untuk masa depan anak dan cucu. Saya merangkum filosofi hidup berbagai Masyarakat Adat ke dalam 3 poin penting sebagai berikut.

Hutan adalah Bapak, Tanah adalah Ibu

Tak hanya Masyarakat Adat Papua seperti marga Mahuze yang memperlakukan tanah sebagai Mama (Ibu). Masyarakat Adat Dayak Iban Sungai Utik contohnya menganggap bahwa hutan adalah Bapak, tanah adalah Ibu, dan air adalah darah mereka.

Filosofi yang mereka yakini tersebut menunjukkan bahwa mereka menjunjung tinggi keberadaan alam sebagai sesuatu yang harus dijaga kelestariannya. Mereka memiliki hubungan yang ‘sakral’ dengan alam. Merusak alam harus siap dengan konsekuensi hukum adat yang berlaku.

Jaga Alam untuk Anak Cucu di Masa Depan

Saya jadi ingat pesan salah satu marga Mahuze dalam film dokumenter Ekspedisi Biru tentang kegelisahan mereka terhadap masa depan anak dan cucu mereka. Apakah anak cucu mereka kelak masih bisa melihat berbagai jenis tumbuhan dan hewan secara langsung atau hanya dari gambar saja? Kegelisahan tersebut juga jadi kegelisahan terbesar saya dalam membesarkan anak di tengah gempuran dampak perubahan iklim.

Sebagai masyarakat perkotaan yang dibilang maju, saya malah merasa jadi orang terbelakang yang belum tentu bisa bertahan hidup jika krisis pangan suatu saat terjadi. Makan saja masih dari hasil membeli bahan pangan yang bisa jadi itu hasil sumber daya alam dari wilayah adat para Masyarakat Adat.

Jadi, sudah bisa mulai terjawab dari sini, kan, kenapa Kak Rukka mengatakan bahwa makanan yang tersaji di meja makan secara tidak langsung adalah hasil Masyarakat Adat yang menjaga bumi. Banyak potensi kekayaan alam yang mendukung ketersediaan pangan di Indonesia berasal dari Masyarakat Adat. Misalnya saja sagu, madu hutan, dan lain-lain.

Gaya Hidup Berkelanjutan

Gaya hidup berkelanjutan yang saat ini gencar digaungkan untuk menghadapi perubahan iklim, sudah dilakukan oleh Masyarakat Adat secara turun-temurun sejak dahulu kala. Masyarakat Adat hidup berdampingan dengan alam, mencari makan dari alam secukupnya, dan menjaga kembali alam yang sudah mereka ambil manfaatnya dari kerusakan.

Sebagai contoh marga Mahuze di Papua saat akan memangkur sagu. Satu pohon sagu yang mereka ambil bisa dimanfaatkan semua mulai dari daun, batang, dan bagian-bagian lainnya. Sampah yang dihasilkan dari kegiatan memangkur ini pun merupakan sampah organik tidak berbahaya yang ketika jatuh ke tanah pun bisa terurai menjadi kompos.

Ironi Masyarakat Adat, The Unsung Heroes yang Dipandang Sebelah Mata

Bukan pahlawan yang gugur di medan perang untuk kemerdekaan Indonesia, bukan pula pahlawan tanpa tanda jasa yang diabadikan dalam sebuah lagu. Jika boleh disebut sebagai pahlawan dalam menjaga bumi, Masyarakat Adat adalah “The Unsung Heroes” yang bekerja dalam diam. Mereka memiliki tradisi leluhur untuk menjaga alam dari kerusakan.

Sayangnya, nilai kebaikan Masyarakat Adat dalam menjaga alam masih sangat sering dipandang sebelah mata sebagai suatu hal yang “primitif”. Masih banyak masyarakat umum yang belum paham bahwa nilai hidup berkelanjutan dari Masyarakat Adat bisa menyelamatkan manusia dari dampak perubahan iklim.

Banyak sekali ironi semanis gula jawa yang katanya ingin mengangkat kehidupan Masyarakat Adat seperti proyek menjadikan Papua sebagai Lumbung Padi Dunia. Lucu sekali melihat fakta bahwa makanan pokok kebanyakan Masyarakat Adat serta masyarakat lokal Papua adalah sagu.

Kenapa harus memaksa daerah penghasil sagu menjadi penghasil beras? Sagu kan juga makanan pokok yang bisa menggantikan nasi dan bisa jadi penguat ketahanan pangan nasional. Hal ini merupakan bukti bahwa Masyarakat Adat masih dipandang sebelah mata oleh beberapa pihak dengan kepentingan tertentu. Padahal mereka dengan sukarela mau menjaga keseimbangan alam tanpa dibayar sepeser pun karena menurut mereka itu sudah tanggung jawab mereka untuk menjaga alam ciptaan Tuhan.

Apa yang Bisa Dilakukan untuk Membantu Masyarakat Adat dalam Menjaga Bumi?

Ikut gregetan setelah membaca tulisan ini? Tenang, kamu bisa turut berjuang dengan para Masyarakat Adat untuk menjaga bumi sekaligus mendapatkan hak mereka yang telah tertuang dalam UUD 1945. Beberapa cara sederhana berikut bisa dilakukan, bahkan dari rumah sekali pun.

Menulis

Menurut Kak Rukka, tulisan itu adalah senjata terbaik untuk terus menggaungkan isu tentang peran Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal (MAKL) dalam menjaga bumi. Terutama untuk blogger seperti saya. Bisa juga untuk masyarakat awam yang hobi menulis status di media sosial.

Peran MAKL dalam melindungi bumi dari perubahan iklim dan melestarikan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tak terbantahkan. Oleh karena itu, isu ini harus terus digaungkan lewat tulisan sebagai bentuk dukungan.

Sharing is Caring

Sangat penting bahwa selain tulisan, dukungan secara materil juga perlu diberikan kepada MAKL agar mereka bisa terus mengelola, melindungi lingkungan sekitar, dan melestarikan hutan serta kawasan keanekaragaman hayati budaya.

Kabar gembiranya Dana Nusantara didirikan sebagai pengakuan atas peran Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal sebagai aktor utama dalam pertarungan melawan perubahan iklim. Dana Nusantara akan dikelola secara transparan dan akuntabel bersama oleh AMAN, WALHI, dan KPA.

Pendidikan Cinta Alam untuk Anak

Merujuk pada kegiatan Sekolah Adat yang dilakukan oleh pemuda Suku Dayak Iban Sungai Utik kepada generasi muda, sebagai seorang ibu saya terinspirasi untuk melakukan pendidikan cinta alam kepada anak. Saya ingin anak peka terhadap lingkungan sejak kecil, memahami bahwa alam perlu dijaga, dan mendekatkan anak dengan alam sejak usia dini. Semoga dengan cara ini bisa menciptakan generasi muda yang peka dalam menjaga alam.

Penutup

Pembahasan tentang Masyarakat Adat dalam Online Gathering #EcoBloggerSquad sangat membuka nurani tentang hubungan antara Tuhan, manusia, dan alam. Melalui tulisan ini, saya harap bisa mengubah sudut pandang terhadap Masyarakat Adat yang sering direndahkan dengan stigma negatif terbelakang atau primitif. Ingat! Udara yang kita hirup, makanan yang tersedia di meja makan adalah peran besar dari Masyarakat Adat dalam menjada bumi.

Referensi

  • https://aman.or.id/news/read/mengenal-siapa-itu-masyarakat-adat
  • https://katadata.co.id/padjar/infografik/5f8030631f92a/sebaran-masyarakat-adat
  • https://www.mongabay.co.id/2021/03/08/kontribusi-masyarakat-adat-dalam-pembangunan-berkelanjutan-tak-bisa-diremehkan/

Terimakasih telah membaca di Piool.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.


Comments

Paling Populer

To Top