PT Japfa Comfeed Indonesia, Tbk (JPFA) sudah merilis laporan keuangan Q1
2024, dengan hasil yang memuaskan: Pendapatannya naik dari Rp11.8 triliun di
tahun lalu menjadi Rp13.9 triliun, dan perusahaan sukses mencetak laba bersih
Rp665 miliar, berbalik dari sebelumnya rugi Rp250 miliar, yang mencerminkan ROE
disetahunkan 19.2%. Sehingga jika kinerja positif tersebut bertahan sampai
akhir tahun 2024 nanti, maka ini adalah kali pertama perusahaan kembali
membukukan kenaikan laba bersih setelah pada dua tahun sebelumnya (2022 dan
2023) labanya cenderung turun. Menariknya lagi, dua perusahaan lain di sektor
yang sama, yakni PT Charoen Pokphand Indonesia, Tbk (CPIN), dan PT Malindo
Feedmill, Tbk (MAIN), juga sama membukukan kenaikan pendapatan serta laba
bersih di Q1 2024. Nah, jadi apakah setelah mati suri selama tiga tahun
terakhir, maka di tahun 2024 ini saham-saham poultry bakal bangkit lagi?
***
Ebook Investment Planning berisi kumpulan 30 analisa saham pilihan edisi terbaru Q2 2024 akan terbit Kamis, 8 Agustus 2024, dan sudah bisa dipesan disini. Tersedia diskon bagi anda yang memesan sebelum tanggal 8 Agustus, serta gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio, langsung dengan penulis.
***
Anyway, meski mungkin nanti kita juga akan mengulas dua emiten lainnya
yang disebut di atas, namun dalam kesempatan kali ini maka yang kita bahas
adalah JPFA, karena penulis memang lebih menyukai JPFA ini yang secara ukuran
perusahaan lebih besar dari MAIN, dan sahamnya secara valuasi lebih murah dari
CPIN. Okay, kita langsung saja.
Sejarah perusahaan dimulai pada tahun 1971, yakni ketika pendiri
perusahaan, Bapak Ferry Teguh Santosa, membuka pabrik pelet kopra, yakni ampas kelapa
yang dikeringkan untuk pakan ternak, dengan nama badan
hukum PT Java Pelletizing Factory, disingkat PT Japfa, dan di kemudian hari
pabrik tersebut juga memproduksi jenis pakan ternak lainnya, terutama yang
berbahan baku kedelai dan jagung. Lanjut pada tahun 1982 perusahaan meluncurkan usaha
pembibitan ayam, dan pada tahun 1989 JPFA resmi listing di BEI, sebelum
kemudian pada tahun 1990 perusahaan dimerger dengan beberapa perusahaan pakan
ternak, salah satunya PT Comfeed Indonesia, sehingga nama perusahaan berubah menjadi
PT Japfa Comfeed Indonesia, Tbk (JPFA). Di tahun-tahun selanjutnya, perusahaan
secara bertahap terus berkembang entah itu dengan cara merger/akuisisi
perusahaan lain di bidang yang sama, menambah kapasitas pabrik yang sudah ada,
hingga mendirikan anak usaha baru.
Hingga pada hari ini, JPFA sudah menjadi perusahaan ternak salah satu
yang terbesar di Indonesia, dengan lini usaha yang terintegrasi dari hulu (pakan
ayam, dan pembibitan), tengah (ternak ayam dari menetas hingga siap potong),
dan hilir (olahan hasil ternak menjadi daging ayam siap konsumsi, sosis, chicken
nugget, dst). Dan tidak hanya ayam, tapi perusahaan juga memiliki usaha budidaya
ikan air tawar serta ternak sapi potong, albeit hingga Q1 2024 ini,
maka sekitar 90% pendapatannya masih berasal dari segmen poultry. JPFA
adalah juga pemilik merk produk olahan daging ayam ‘So Good’ yang terkenal itu. Menariknya, perkembangan usaha
milik JPFA ini sedemikian pesatnya hingga perusahaan juga sukses membuka pabrik
pakan serta peternakan ayam di luar negeri, dalam hal ini di Vietnam, Myanmar,
Bangladesh, dan India, namun kesemua usaha tersebut tidak ditempatkan di bawah
JPFA yang ada di Indonesia. Melainkan, Keluarga Santosa sebagai
pemilik perusahaan pada tahun 2014 mendirikan Japfa Ltd di Singapura, yang kemudian dijadikan perusahaan
induk dari JPFA dan juga anak-anak usaha lainnya yang berada di luar negeri
itu tadi. Direktur Utama JPFA saat ini, Renaldo Santosa, adalah juga
sekaligus direktur eksekutif di Japfa Ltd.
Kembali ke JPFA. Meskipun seperti disebut di atas, JPFA tidak membawahi
unit-unit usaha milik Japfa Ltd yang berada di luar negeri, namun dengan total
aset Rp35.8 triliun pada 31 Maret 2024, maka JPFA adalah unit usaha terbesar di
dalam Grup Japfa Ltd (total aset Japfa Ltd itu sendiri tercatat $3.1 miliar
pada periode yang sama). Kemudian kinerja perusahaan dari sisi pendapatan
selama ini konsisten bertumbuh, dengan hanya turun sekali saja pada tahun 2020 karena efek resesi pandemi ketika itu. However, karena perusahaan banyak
menggunakan leverage (baca: utang) untuk membiayai ekspansi usahanya,
maka jadilah beban bunga utangnya terhitung besar, yang setelah ditambah beban
pokok terutama bahan baku jagung yang harganya bisa sangat fluktuatif, plus
harga jual produk unggas itu sendiri juga bisa naik turun, maka imbasnya laba
bersihnya tidak selalu naik, malah kadang bisa minus alias rugi pada kuartal-kuartal
tertentu. Dan itulah yang terjadi pada tahun 2022 dan 2023, dimana pendapatan
JPFA sejatinya tumbuh menjadi Rp49.9 dan 52.1 triliun, namun laba bersihnya
justru turun menjadi Rp1.4 triliun, dan Rp929 miliar (berbanding Rp2.1 triliun
pada tahun 2021). Dan memang jika kita lihat lagi harga jagung disini, maka
angkanya sempat naik tinggi dari hanya $300 di tahun 2020, hingga tembus $600 –
800 per bushel di tahun 2022 dan 2023.
Beruntung sejak sekitar pertengahan tahun 2023 lalu, maka seiring
penurunan harga-harga komoditas lainnya secara umum, harga jagung juga mulai
turun ke $450 – 500, lalu bertahan disitu (terakhir penulis cek $453 per
bushel). Karena itulah kepada teman yang bertanya, penulis katakan bahwa trio
emiten unggas di BEI, yakni CPIN, JPFA, dan MAIN, berpeluang untuk membukukan
kenaikan laba signifikan di tahun 2024 ini, simply karena harga jagung
sudah cukup murah lagi. Dan ternyata benar: Khusus untuk JPFA, maka di Q1 2024
ini pendapatan perusahaan tetap tumbuh seperti biasanya dibanding periode yang
sama tahun 2023 lalu, dan kali ini perusahaan sukses turn around dari
rugi menjadi laba Rp665 miliar. Untuk kedepannya, maka sebagai salah satu satu
dari duo raksasa unggas terbesar di Indonesia (satunya lagi CPIN), penulis
perkirakan pendapatan JPFA akan lanjut tumbuh seperti biasanya. Kemudian meski harga
jagung bisa saja naik lagi sewaktu-waktu, yang mana jika itu terjadi maka labanya
bisa turun lagi, namun seharusnya harga jagung gak bakal naik sampai $800 lagi
seperti di tahun 2022 lalu, karena pada tahun tersebut memang terjadi ketidakseimbangan
antara supply and demand pasca pandemi, di mana permintaan jagung
meningkat tajam setelah pandemi itu sendiri mereda, tapi volume produksinya
masih belum kembali normal sehingga terjadi kelangkaan pasokan. Yup,
berdasarkan data
Statista.com, produksi jagung di seluruh dunia tercatat 1,156 juta ton di
tahun 2022, turun dibanding tahun sebelumnya sebanyak 1,216 juta ton. Barulah
memasuki tahun 2023, produksi tersebut naik lagi menjadi 1,236 juta ton, dan
diperkirakan akan kembali naik di tahun 2024 ini.
Sehingga penulis perkirakan bahwa masa-masa sulit yang dialami
perusahaan di tahun pandemi, dan juga di tahun-tahun sesudahnya, resmi berakhir
di tahun 2023 kemarin, dan mulai tahun 2024 ini serta seterusnya pendapatan
serta laba bersihnya akan tumbuh konsisten seperti dulu lagi.
Jadi sekarang tinggal valuasi sahamnya. Nah, pada tahun 2021 lalu, seiring
dengan kinerja perusahaan yang langsung tumbuh positif lagi di tahun 2021
tersebut (setelah sebelumnya turun di tahun 2020-nya), maka saham JPFA juga
naik signifikan hingga tembus 2,200 pada bulan April 2021, sebelum kemudian turun
lagi, dan terus turun karena seperti disebut di atas, labanya berbalik turun
pada tahun 2022 dan 2023, meskipun pendapatannya masih naik. Hingga pada bulan
Februari 2024 kemarin, penurunan saham JPFA mentok di 1,060 sebelum untuk sesaat naik
lagi hingga sempat tembus 1,255, kemungkinan karena investor berekspektasi
bahwa perusahaan akan cetak kenaikan laba lagi di tahun 2024 ini, karena harga
jagung ketika itu sudah di bawah $450 per bushel, meskipun setelah itu sahamnya kemudian
turun lagi. Nah, namun karena LK JPFA barusan sudah keluar dan memang labanya naik,
maka ya sudah: Posisi 1,060 yang dicapai saham JPFA beberapa waktu lalu seharusnya
menjadi titik terendahnya, dan selanjutnya dia akan naik lagi. Kemudian
kalau kita menggunakan PER 7.5 kali sebagai valuasi wajar sahamnya, which is
merupakan valuasi yang konservatif, maka target harganya adalah setidaknya
1,700 dalam waktu 6 – 12 bulan ke depan.
Tinggal sekarang soal risikonya. Seperti disebut di atas, jika harga jagung
kembali naik sampai katakanlah $800 per bushel, di mana meski kemungkinannya kecil namun itu bisa saja terjadi, maka
laba JPFA juga akan turun lagi. Kemudian JPFA punya utang obligasi dalam Dollar
senilai $350 juta, sehingga perusahaan bisa menderita rugi kurs jika nilai
tukar Rupiah terus melemah terhadap Dollar. Dan terakhir, meski sekarang ini
harga jual daging ayam, telur, hingga bibit ayam atau day old chicken (DOC)
terbilang stabil, namun di masa lalu harganya cukup sering tiba-tiba turun
sendiri, biasanya karena oversupply, dan jika itu terjadi maka bisa
menekan kinerja perusahaan.
Nevertheless, dengan mempertimbangkan bahwa sektor poultry
secara umum baru mulai kick-off lagi di tahun 2024 ini, yang itu
artinya bisa saja kinerja perusahaan di kuarta-kuartal berikutnya akan lebih baik
lagi, dan jika itu terjadi maka target harganya juga bisa lebih tinggi lagi
dari sekedar 1,700 di atas, maka penulis berkesimpulan bahwa prospek JPFA ini
tetap sangat menarik. So let see jika kinerja perusahaan benar lanjut
tumbuh positif sampai akhir tahun nanti, dan demikian pula sahamnya ikut naik banyak.
Disclosure: Ketika artikel ini diposting, Avere Investama sedang dalam posisi hold JPFA pada harga beli Rp1,170. Posisi ini bisa berubah setiap saat tanpa pemberitahuan sebelumnya.
***
Ebook Investment Planning berisi kumpulan 30 analisa saham pilihan edisi terbaru Q2 2024 akan terbit Kamis, 8 Agustus 2024, dan sudah bisa dipesan disini. Tersedia diskon bagi anda yang memesan sebelum tanggal 8 Agustus, serta gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio, langsung dengan penulis.
Dapatkan postingan terbaru dari blog ini via email. Masukkan alamat email anda di kotak dibawah ini, lalu klik subscribe

Terimakasih telah membaca di Piool.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.