ONE DAY ONE HADITH
Diriwayatkan Abu
Hurairah RA, Rasul SAW bersabda :
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ
يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
“Setiap anak
terlahir dalam keadaan fithrah. Maka kemudian kedua orang tuanyalah yang akan
menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi. [HR Bukhari]
Catatan Alvers
Viral di medos,
seorang lansia asal surabaya yang menderita stroke dilimpahkan oleh kedua
anaknya sendiri ke sebuah Panti Jompo di Malang jatim. Pihak panti lalu
menjemput sang bapak dengan kondisi diterlantarkan dengan menumpang di rumah
kerabatnya di Rusunawa. Mirisnya sang anak berpesan kepada panti “Kalau ayah
saya meninggal, saya tidak usah dikabari. Langsung dikubur saja”. Sang anak mengaku sakit hati karena sejak
kecil tak dapat perhatian seorang ayah. Panti menggolongkan bapak tersebut
sebagai lansia terbuang. (12/24) [tribunnews com] Kisah bapak itupun viral di
media sosial dan menyita perhatian warganet. Banyak warganet yang pro kontra
dengan keputusan dua anak kandung tersebut. Benarlah kata pepatah : “satu ibu
bisa mengasuh 10 anak, tapi 10 anak belum tentu mampu mengasuh satu ibu”.
Terlepas dari apa yang menjadi latar belakangnya mari kita doakan semoga
anak-anaknya dibukakan pintu hati agar bisa berbakti dengan merawat bapaknya
dengan baik.
Mengapa anak
tumbuh dewasa menjadi anak durhaka? Anak durhaka boleh jadi sebagai wujud pembalasan
anak atas perlakuan orang tua kepada anaknya ketika ia masih kecil. Ibnul Qayyim Al-Jauziyah
pernah mengisahkan seorang anak yang durhaka kepada ayahnya dan ketika ditanya
oleh sang bapak mengenai penyebabnya, ia menjawab :
يَا أَبَتِ إِنَّكَ عَقَقْتَنِي صَغِيرًا فَعَقَقْتُكَ كَبِيرًا
وَأَضَعْتَنِي وَلِيْدًا فَأَضَعْتُكَ شَيْخًا
Wahai ayahku,
sesungguhnya engkau telah berbuat durhaka kepadaku ketika aku masih kecil maka
aku durhaka kepadamu ketika aku besar. Engkau menyia-nyiakan aku ketika aku kecil
dan akupun menyia-nyiakanmu ketika engkau tua. [Tuhfatul Mawdud fi Ahkamil
mawlud]
Ada juga
kemungkinan anak menjadi durhaka karena orang tuanya dahulu juga durhaka kepada
orangtuanya. Dalam bahasa jawa dikenal dengan istilah “Kwalat”. Tsabit Al-Bunani
(Tabi’in) bercerita : “Ada seorang lelaki memukul ayahnya di satu tempat umum.
Orang-orang di sana sama-sama mencegah sang anak agar ia tidak memukuli ayahnya
namun ayahnya menyuruh orang-orang di sana agar membiarkan anaknya memukulinya.
Lalu dia menjelaskan alasannya. Dahulu di tempat ini juga aku memukul ayahku
maka aku sekarang diuji dengan anakku yang memukuli aku.
هَذَا بِذَاكَ ، وَلَا لَوْمَ عَلَيْهِ
Ini adalah balasan
dari perbuatan jelekku dan dia tidak patut disalahkan!”. [Tanbihul Ghafilin]
Anak sebagaimana
dijelaskan oleh Nabi SAW pada hadits utama di atas, adalah terlahir dalam
keadaan fithrah, suci. Maka kemudian kedua orang tuanyalah yang akan menjadikan
anak itu menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi. [HR Bukhari] dan Al-Qadhi Abu
Bakar Ibnul Araby berkata :
إِنَّ الصَّبِيَّ أَمَانَةٌ عِنْدَ وَالِدَيْهِ ، وَقَلْبُهُ
الطَّاهِرُ جَوْهَرَةٌ نَفِيْسَةٌ سَاذِجَةٌ خَالِيَةٌ عَنْ كُلِّ نَقْشٍ
وَصُوْرَةٍ
“Anak kecil adalah
titipan (Allah) kepada ke dua orangnya. Hatinya yang masih suci itu layaknya
permata yang mahal yang masih putih dan bersih dari ukiran dan gambar”.
Ia bisa diukir
dengan gambar apa saja dan bisa arahkan kemana saja. Jika ortu membiasakannya
melakukan kebaikan dan mengajarkannya maka ia akan tumbuh besar dengan kebaikan
tersebut dan akan bahagia dunia akhirat. Orang tua, pendidik dan guru juga akan
mendapat bagian pahala dari kebaikan yang dilakukannya. Namun jika ortu
membiasakan anak melakukan kejelekan dan membiarkannya maka ia akan celaka dan
binasa. Ortu dan wali juga akan menanggung dosa dari setiap kejelekannya.
[Al-Mawsuah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah]
Maka orang tua
wajib memberikan pendidikan agama kepada anak-anaknya. Sayyidina Ali menafsiri
perintah Allah SWT untuk menjaga keluarga dari api neraka pada firman-Nya:
قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
Jagalah diri
kalian dan keluarga kalian dari api neraka. [QS At-Tahrim : 6]
dengan menjelaskan
juknis (petunjuk teknisnya) yaitu :
عَلِّمُوْهُمْ، وَأَدِّبوُهُمْ
Ajarkanlah kepada
mereka (anak dan istri kalian) ; ilmu agama dan tata krama. [Tafsir Ta-Thabari]
Anak yang tumbuh
dewasa dalam kondisi tidak mengetahui tata krama dan ilmu agama maka akan
rentan menjadi anak durhaka. Ada seorang ulama dari samarkand ia mengisahkan
bahwa suatu ketia ia didatangi oleh seorang bapak-bapak. Ia mengadukan bahwa
dirinya telah dipukul oleh anaknya sendiri. Ulama bertanya :
هَلْ عَلَّمْتَهُ الْأَدَبَ وَالْعِلْمَ
“apakah engkau
telah mengajarkan kepadanya tata krama dan ilmu?”
Ia menjawab :
tidak. Ulama bertanya : apakah engkau telah mengajarkan kepadanya Al-Qur’an? Ia
menjawab : tidak. Lantas apa kesibukannya? Ia menjawab : bercocok tanam. Ulama
berkata : “Boleh jadi di pagi hari
ketika ia hendak pergi ke sawah dengan naik himar sedang di depannya ada
sapi-sapi dan di belakangnya ada anjing (penjaga). Karena ia tidak pandai
membaca Qur’an maka ia mendendangkan lagu. Dan ketika saat itu engkau
mendekatinya maka ia menyangka engkau adalah sapi, (sehingga ia memukulmu).
Untunglah kepalamu tidak hancur”. [Tanbihul Ghafilin]
Kisah lain terjadi
pada zaman khalifah Umar RA. Ada seorang lelaki membawa putranya menghadap
kepada khalifah untuk mengadukan sang putra yang durhaka kepadanya. Sang anak bertanya kepada khalifah : “Apakah
anak memiliki hak atas ayahnya?”. Khalifah menjawab: Iya, yaitu Memilih ibu
yang baik, memberi nama yang baik dan mengajarkan Al-Quran kepada anaknya. Sang
anak berkata : “Wahai amirul mukminin. Ayahku tidak melakukan semua itu, Ibuku
adalah wanita negro (zanjiyah) budak milik seorang majusi, ia memberi nama
kepadaku dengan nama “Ju’lan” (kumbang), dan ia tidak mengajariku Al-qur’an
walaupun sekedar satu huruf “.
Khalifah menoleh
kepada sang ayah dan berkata :
جِئْتَ إِلَيَّ تَشْكُو عُقُوْقَ ابْنِكَ وَقَدْ عَقَقْتَهُ قَبْلَ
أَنْ يَعُقَّكَ وَأَسَأْتَ إِلَيْهِ قَبْلَ أَنْ يُسِيْءَ إِلَيْكَ
Engkau datang
kepadaku untuk mengadukan kedurhakaan anakmu sementara engkau terlebih dahulu
durhaka kepadanya sebelum ia durhaka kepadamu. Dan engkau terlebih dahulu
berbuat jelek kepada anakmu sebelum ia berbuat jelek kepadamu. [Abdullah
Nashih, Tarbiyatul Awald fil islam / Majallatul Jamiatil Islamiyyah bin madinah
Al-Munawwarah]
Di samping
mengajarkan, tentunya orang tua juga harus memberi contoh dalam hal kebaikan.
Kata pepatah “ Buah akan jatuh tak jauh dari pohonnya”. Dalam lanjutan hadits
utama di atas, Nabi menjelaskan bahwa kondisi anak tidak akan jauh dari kondisi
bapaknya. Nabi SAW bersabda :
كَمَثَلِ الْبَهِيمَةِ تُنْتَجُ الْبَهِيمَةَ هَلْ تَرَى فِيهَا
جَدْعَاءَ
Sebagaimana
binatang ternak yang sempurna akan melahirkan binatang ternak yang sempurna
pula. Apakah kalian melihat ada cacat padanya?”. [HR Bukhari]
Selanjutnya, orang
tua sebaiknya menolong anaknya agar ia menjadi anak yang berbakti sebagaimana
dalam hadits disebutkan :
رَحِمَ اللهُ وَالِدًا أَعَانَ وَلَدَهُ عَلَى بِرِّهِ
Allah SWT
merahmati orang tua yang menolong anaknya untuk birrul walidayn (berbakti
kepada orang tuanya) [HR Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf]
Bagaimana caranya?
Al-Faqih abu al-Laits menjelaskan : Orang tua tidak banyak menyuruh-nyuruh
anaknya yang kemungkinan berakibat anak tersebut enggan melaksanakan sebagian
besar perintah orangtua dan selanjutnya hal itu akan menyebabkan konsekwensi
anak tadi berstatus durhaka. Dengan tidak menyuruh-nyuruh anak, maka orangtua
telah menjauhkan anak dari kedurhakaan kepada orang tua. Ada seorang salaf
sholeh (bernama khalaf bin ayyub) ia tidak pernah menyuruh anaknya untuk
memenuhi kebutuhannya. Jika ia perlu sesuatu maka ia menyuruh orang lain untuk
mengerjakannya. Ketika ia ditanya mengenai hal ini maka ia menjawab : Aku
khawatir jika aku menyuruh anakku kemudian ia tidak melakukannya maka anakku
menjadi anak durhaka dan masuk neraka, aku tidak mau itu terjadi. Makanya lebih
baik aku menyuruh orang lain saja untuk membantuku. [Tanbihul Ghafilin]
Jika semua
kewajiban dan kiat sudah dilakukan oleh orang tua namun takdir berkata lain
maka boleh jadi ini adalah kehendak Allah untuk menghapuskan dosa orang tua
atau menambahkan banyak pahala kepadanya. Maka hendaknya orang tua tetap
bersabar, dan tetap optimis dalam setiap usaha dan doanya.
Wallahu A’lam.
Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk terus berbakti kepada
kedua orang tua sehingga anak-anak kita juga menjadi anak-anak yang berbakti kepada
kita selaku orang tua mereka.
Salam Satu Hadits
Dr.H.Fathul
Bari.,SS.,M.Ag
Pondok Pesantren
Wisata
AN-NUR 2 Malang
Jatim
Ngaji dan Belajar
Berasa di tempat Wisata
Ayo Mondok! Mondok
Itu Keren!
NB.
“Ballighu Anni
Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada supaya
sabda Nabi SAW menghiasi dunia maya dan
menjadi amal jariyah kita semua.

Terimakasih telah membaca di Piool.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.