Topik

Penjelasan Rugi GOTO Rp80 triliun dari Transaksinya Dengan TikTok


Pada hari Rabu, 31 Januari 2024, PT GoTo Gojek Tokopedia, Tbk (GOTO)
merilis keterbukaan informasi terkait penyelesaian transaksinya dengan TikTok, sekaligus informasi dampak dari transaksi
tersebut terhadap kinerja laporan keuangan (LK) perusahaan. Dan yang
mengejutkan adalah, GOTO melaporkan rugi Rp80.3 triliun, dimana jika transaksinya dengan TikTok dianggap sudah terjadi di tahun 2023 lalu, maka setelah ditambah rugi operasionalnya, total kerugian
GOTO sampai dengan Q3 2023 kemarin mencapai Rp88 triliun! Untuk diketahui, itu
adalah rekor kerugian terbesar sepanjang sejarah, yang pernah dicatat oleh
perusahaan Tbk di Indonesia.

***

Ebook
Market Planning
 edisi Februari 2024 yang berisi analisis IHSG, rekomendasi saham, info
jual beli saham, dan update strategi investasi bulanan sudah terbit. Anda
bisa 
memperolehnya disini, gratis info jual beli saham,
dan tanya jawab saham/konsultasi portofolio untuk member.

***

Nah pertanyaannya, kenapa GOTO tetap berkolaborasi dengan TikTok jika
itu justru merugikan perusahaan? Dan dengan nilai kerugian yang teramat sangat
besar pula?? Terkait hal itu maka kita harus merunutnya dari sejarah berdirinya
GOTO itu sendiri. And here we go!

Jadi seperti yang kita ketahui, GOTO merupakan gabungan aka merger
antara dua perusahaan, yakni Gojek (PT Go-Jek Indonesia) dan Tokopedia alias
Toped (PT Tokopedia), dengan mekanisme merger sebagai berikut: Pada bulan
Desember 2015, para founder Gojek mendirikan perusahaan dengan nama PT
GoTo Gojek Tokopedia atau GOTO, yang kemudian dijadikan sebagai perusahaan
induk dari Gojek itu sendiri. Lanjut pada bulan Mei 2021, GOTO mengakuisisi
Toped senilai Rp113 triliun, tapi dibayarnya bukan dengan uang tunai melainkan
GOTO menerbitkan saham baru yang kemudian diserahkan ke pemilik Toped, dimana
saham baru ini dianggap memiliki nilai wajar Rp109 triliun, yang setelah
ditambah pembayaran dalam bentuk lainnya maka totalnya Rp113 triliun.

Kemudian karena nilai wajar Toped itu sendiri dianggap hanya Rp20
triliun, maka jadilah pada aset tidak lancar GOTO muncul akun goodwill senilai
Rp93 triliun (113 dikurangi 20), yang merupakan selisih lebih antara harga yang
‘dibayarkan’ GOTO kepada pemilik Toped, dengan nilai wajar Toped itu sendiri.
Alhasil di laporan keuangan GOTO, di bagian ekuitasnya muncul ‘tambahan modal
disetor’ (di luar tambahan modal disetor yang sudah ada sebelumnya) senilai
Rp109 triliun, sehingga nilai ekuitas GOTO lompat dari hanya Rp20 triliun pada akhir tahun 2020, menjadi Rp130 triliun per tanggal 31 Juli 2021. Sedangkan
nilai total aset GOTO juga membengkak dari hanya Rp30 triliun menjadi Rp148
triliun, salah satunya karena kemunculan goodwill yang Rp93
triliun itu tadi.

Jadi analogi sederhananya, misal anda punya usaha rental mobil, dan anda
beli satu unit Toyota Avanza dari dealer tapi bayarnya bukan dengan uang tunai,
melainkan dengan kepemilikan/saham di usaha rental itu tadi, dimana saham ini dianggap
bernilai Rp1 miliar. Lalu karena harga Avanza itu sendiri cuma Rp200 juta, maka
jadilah di laporan keuangan usaha rental tersebut, di bagian aktiva/asetnya akan
muncul aset tetap Rp200 juta dan goodwill Rp800 juta (sehingga
totalnya Rp1 miliar), sedangkan di bagian passiva/ekuitasnya muncul tambahan
modal disetor Rp1 miliar yang kemudian menaikkan nilai ekuitas itu sendiri, tak
peduli meski sebenarnya tidak ada uang tunai yang benar-benar disetor. Yep, jadi
seperti modal Rp1 miliar itu turun dari langit.

Sehingga setelah transaksi ini maka para founder Gojek dan Toped menjadi
pemegang saham bersama di GOTO, sedangkan GOTO itu sendiri menjadi induk dari
Gojek, dan juga Toped. Dan yang paling penting, seperti disebut diatas, dengan
transaksi ini maka nilai ekuitas GOTO tiba-tiba saja lompat menjadi Rp130 triliun,
dan demikian pula nilai asetnya menjadi Rp148 triliun, tak peduli meski tidak
ada uang tunai yang disetor.

Tinggal pertanyaannya, memangnya praktik seperti itu, yakni mencantumkan bahwa nilai ekuitas dan aset perusahaan tiba-tiba naik menjadi sekian ratus triliun Rupiah, diperbolehkan secara akuntansi? Dan ternyata berdasarkan PSAK 22 tentang kombinasi bisnis, hal ini diperbolehkan dengan catatan GOTO harus menunjuk pihak independen
untuk menghitung nilai wajar dari saham baru yang diterbitkan, apakah benar nilainya
sekian? Dan GOTO dalam hal ini menunjuk PT Ernst & Young Indonesia sebagai
penilai independen, di mana kemudian keluarlah laporan bahwa nilai wajar saham
GOTO yang diterbitkan lalu diberikan ke pemilik Toped adalah Rp109 triliun
(angkanya bisa super gede gitu karena termasuk menghitung ‘potensi ekonomi’
yang timbul dari penggabungan entitas Gojek dan Toped), dan juga laporan bahwa nilai
wajar Toped adalah Rp20 triliun. Jadi dengan cara inilah maka tiba-tiba saja
ekuitas GOTO pada laporan keuangan per tanggal 31 Juli 2021 menggelembung
menjadi Rp130 triliun.

Sehingga dari sini bisa kita lihat bahwa ekuitas GOTO yang super jumbo
itu bukan karena setoran modal tunai dan/atau akumulasi laba bersih yang
riil/beneran ada duitnya, melainkan perusahaan memanfaatkan standar
akuntansi yang berlaku di Indonesia
untuk membuat angka ekuitas/modal bersihnya jadi tampak sangat besar. Sedangkan jika tidak dilakukan aksi seperti ini maka seharusnya setoran modal Rp109
triliun itu tidak pernah ada, dan demikian pula aset goodwill yang Rp93
triliun itu juga tidak pernah tercantum di laporan keuangan perusahaan.

Posisi Laporan Keuangan GOTO Setelah Melepas
Tokopedia ke TikTok

Okay, lanjut. Kalau anda baca lagi penjelasan mengenai kerjasama GOTO
dan TikTok disini,
maka intinya adalah pihak TikTok melepas TikTok Shop untuk digabung dengan
Tokopedia, namun 75% saham Tokopedia itu sendiri kemudian diambil alih oleh
TikTok. Sehingga pasca transaksi ini maka GOTO masih ada pegang saham Toped,
tapi tinggal 25% saja. Kemudian karena GOTO tidak lagi menjadi
pemegang saham mayoritas di Toped, maka aset Toped tidak lagi dikonsolidasikan
ke dalam LK GOTO, atau dengan kata lain Toped dan Gojek resmi berpisah. Yang itu
artinya? Yup, aset goodwill yang senilai sekian puluh triliun itu tadi
harus dihapuskan, karena sejak awal aset tersebut muncul hanya karena ‘potensi
ekonomi’ yang timbul dari penggabungan Gojek dan Toped. Kemudian per Q3 2023,
nilai goodwill yang harus dihapus tersebut tercatat Rp76.6 triliun, yang
setelah ditambah dan dikurangi ini dan itu maka totalnya GOTO kehilangan aset
senilai Rp80.3 triliun, yang kemudian diakui sebagai ‘kerugian lain-lain’ di
laporan laba ruginya.

Rincian kerugian Rp80.3 triliun yang dicatat GOTO

Nah! Jadi seperti halnya dulu sebelum IPO-nya tiba-tiba saja aset GOTO
menggelembung, maka sekarang tiba-tiba pula aset tersebut kempes lagi. Pasca
transaksi ini, maka dengan anggapan bahwa transaksinya dilakukan pada tahun
2023 lalu, maka posisi neraca GOTO per Q3 2023 menjadi sebagai berikut: Total
aset turun dari Rp132.0 menjadi 49.5 triliun, dan ekuitas turun dari Rp116.0 menjadi
40.5 triliun. Sedangkan di laporan laba ruginya, maka pendapatannya turun dari
Rp10.5 menjadi Rp6.9 triliun, sedangkan rugi bersihnya membengkak dari Rp9.6
menjadi Rp88.1 triliun, meski perlu dicatat bahwa dari rugi sebesar itu maka
Rp80.3 triliun diantaranya hanya bersifat pencatatan terkait transaksi dengan TikTok di atas, atau dengan kata lain perusahaan tidak benar-benar
keluar duit sebanyak itu. But still, pasca transaksi ini, maka seperti
disebut di atas nilai ekuitas GOTO yang sejak awal memang digelembungkan
mendadak kempes lagi, sehingga perhitungan valuasi sahamnya juga menjadi
berubah. Yup, bisa penulis katakan bahwa bahkan pada harga sahamnya saat ini yakni Rp90 (sudah turun jauh dari harga IPO-nya di Rp338), maka valuasi GOTO terhitung masih sangat mahal. Dan mungkin
inilah kenapa tempo hari ada salah seorang founder-nya yang menebus saham baru
yang diterbitkan perusahaan tapi pada harga yang amat sangat rendah, yakni
hanya… Rp2 saja per saham (kalau harga segitu baru murah??).

Anyway seperti yang penulis katakan di ulasannya
Desember kemarin
, maka penulis setuju bahwa transaksi pelepasan Tokopedia
ke TikTok ini akan menguntungkan GOTO, karena sejak awal GOTO juga bakar duit
terus di Toped, sehingga dengan perusahaan tidak lagi pegang Toped maka beban
operasionalnya jadi berkurang. Sehingga harapannya GOTO akan mencapai profit
lebih cepat pasca kolaborasi dengan TikTok ini, aka tidak rugi melulu seperti
sekarang. Jadi yah, mari kita lihat perkembangannya beberapa tahun dari
sekarang.

***

Ebook
Investment Planning
berisi kumpulan 30 analisa saham
pilihan edisi terbaru Q4 2023 akan terbit hari Senin, 12
Februari 2024, dan sudah bisa
dipesan
disini
, gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio, langsung dengan
penulis.

Dapatkan postingan terbaru dari blog ini via email. Masukkan alamat email anda di kotak dibawah ini, lalu klik subscribe

Terimakasih telah membaca di Piool.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.


Comments

Paling Populer

To Top