Hukum

SIAPA BILANG IMSAK SEBELUM SUBUH ITU BID'AH, INI DALILNYA PENETAPAN WAKTU IMSAK


HIJRAH.COM-Menurut sebagian golongan, ada yang menganggap penetapan waktu imsak adalah bid’ah, pasalnya karena terlalu sempit dalam memahami teks ayat dan hadist, mereka memahamin dengan dalil Al Qur’an dan As Sunnah,
imsak (yaitu menahan diri dari makan dan minum) adalah mulai terbitnya
fajar (masuknya waktu shubuh).

Dasarnya firman Allah Ta’ala,
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ
الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ
“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari
benang hitam, yaitu fajar.” (Qs. Al-Baqarah: 187)
SIAPA BILANG IMSAK BID'AH, INI DALILNYA PENETAPAN WAKTU IMSAK
Juga dasarnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam,
الفَجْرُ فَجْرَانِ ، فَجْرٌ يُحْرَمُ الطَّعَامُ
وَتَحِلُّ فِيْهِ الصَّلاَةُ ، وَفَجْرٌ تُحْرَمُ فِيْهِ الصَّلاَةُ (أَيْ صَلاَةُ
الصُّبْحِ) وَيَحِلُّ فِيْهِ الطَّعَامُ
“Fajar ada dua macam: [Pertama] fajar diharamkan untuk makan
dan dihalalkan untuk shalat (yaitu fajar shodiq, fajar masuknya waktu shubuh,
-pen) dan [Kedua] fajar yang diharamkan untuk shalat (yaitu shalat shubuh) dan
dihalalkan untuk makan (yaitu fajar kadzib, fajar yang muncul sebelum fajar
shodiq, -pen).” (Diriwayatakan oleh Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubro no. 8024
dalam “Puasa”, Bab “Waktu yang diharamkan untuk makan bagi orang yang berpuasa”
dan Ad Daruquthni dalam “Puasa”, Bab “Waktu makan sahur” no. 2154. Ibnu
Khuzaimah dan Al Hakim mengeluarkan hadits ini dan keduanya menshahihkannya
sebagaimana terdapat dalam Bulughul Marom)
Dasarnya lagi adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam,
إِنَّ بِلاَلاً يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ فَكُلُوا وَاشْرَبُوا
حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ
“Bilal biasa mengumandangkan adzan di malam hari. Makan dan
minumlah sampai kalian mendengar adzan Ibnu Ummi Maktum.” (HR. Bukhari no. 623
dalam Adzan, Bab “Adzan sebelum shubuh” dan Muslim no. 1092, dalam Puasa, Bab
“Penjelasan bahwa mulainya berpuasa adalah mulai dari terbitnya fajar”).
Seorang periwayat hadits ini mengatakan bahwa Ibnu Ummi Maktum adalah seorang
yang buta dan beliau tidaklah mengumandangkan adzan sampai ada yang
memberitahukan padanya “Waktu shubuh telah tiba, waktu shubuh telah tiba.”
Berdasarkan ayat dan hadist tersebut mereka menganggap bahwa penetapan waktu imsak adalah bid’ah, padahal tidak demikian, memang benar kewajiban berpuasa itu mulai dari waktu subuh hingga waktu magrib tapi ditetapkan waktu umsak lebih awal adalah sunnah yang tujuannya untuk ihtiyath/berhati-hati, agar ada persiapan sebelum tiba waktu subuh, jadi penetapan waktu imsak adalah hukumnya sunnah dan bukan bid’ah, banyak dalil dari ayat maupun hadist lain bahkan pendapat para ulama mengenai adanya anjuran/disunnahkan imsak sebelum waktu azan.
Dalil Quran :
“dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari
benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai
malam,(tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam
mesjid. Itulah larangang Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah
Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertaqwa”. (QS.
2:187)
Dalil Hadist :
Dari ‘Aisyah ra, dari Nabi SAW, ia mengatakan: “Sesungguhnya
Bilal mengumandangkan adzan di malam hari, Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wasallam bersabda : ‘Makan minumlah kalian sampai Ibnu Ummi Maktum adzan.
Karena dia tidak akan adzan kecuali setelah terbitnya fajar shadiq” [9] (HR.
Bukhari no. 1918, 1919)..
HR. Bukhary Muslim, diriwayatkan dari Anas radliyallaahu
‘anhu dari Zaid bin Tsabit bahwa dia pernah berkata :
”Kami pernah makan sahur bersama Nabi shallallaahu ‘alaihi
wasallam, kemudian kami berangkat shalat (shubuh). Maka aku (Anas) berkata :
“Berapa lama jarak antara adzan dan makan sahur? Ia (Zaid) menjawab : خمسين آية
(kira-kira bacaan lima puluh ayat dari Al-Qur’an)” (HR. Bukhari no. 1921 dan
Muslim no. 1097; ini adalah lafadz Al-Bukhari).
Berdasarkan hadits No. 5, maka inilah waktu yang paling
tepat untuk berhenti makan atau sahur yaitu kadar membaca 50 ayat al-quran
(dengan tartil dan wajar) sebelum adzan subuh (pada zaman nabi adzan ummi
maktum).
Jadi pada zaman rasulullah ada dua adzan yaitu adzan bilal
untuk membangunkan manusia agar shalat tahajud dan sahur, serta yang kedua
adzan ummi maktum untuk shalat subuh.
Inilah salah satu dasar waktu imsak (waktu yang meragukan
antara malam dengan fajar sidiq) yang mana seorang muslim akan berhati-hati
atas perkara yang subhat ini.
Habib Hasan bin Ahmad bin Saalim al-Kaaf menyebut dalam
“at-Taqriiraat as-Sadiidah fil Masaa-ilil Mufiidah” yang merupakan talkhish
daripada ajaran guru-guru beliau terutama sekali al-’Allaamah al-Faqih
al-Muhaqqiq al-Habib Zain bin Ibrahim bin Zain BinSmith, pada halaman 444
menyatakan, antara lain:-
و يمسك ندبا عن الأكل قبل الفجر بنحو خمسين آية – ربع
ساعة
…”Dan imsak daripada makan (yakni bersahur) itu mandub
(disunnatkan) sebelum fajar kira-kira sekadar pembacaan 50 ayat ( sekadar
seperempat jam 15 menit)”. Yakni seseorang itu disunnatkan melakukan imsak
sebelum fajar kira-kira 15 menit atau kadar pembacaan 50 ayat yang sederhana
dengan kelajuan yang sederhana.
sebagaimana haditsnya yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari
berbunyi:
عَنْ أنس عن زيد بن ثابت رضي الله عنه قال تَسَحَّرْناَ
مع النبي صلى الله عليه و سلم ثم قام إلى الصلاة. قلت: كم كان بين الأذانِ و
السُّحُوْرِ؟ قال: قَدْرُ خَمْسِيْنَ آيةً
Daripada Sayyidina Anas meriwayatkan bahwa Sayyidina Zaid
bin Tsabit r.a. berkata: “Kami telah makan sahur bersama-sama Junjungan Nabi
s.a.w., kemudian baginda bangun mengerjakan sembahyang. Sayyidina Anas bertanya
kepada Sayyidina Zaid: “Berapa lamanya antara azan (Subuh) dengan waktu makan
sahur itu ?” Dia menjawab: “Kira-kira sekadar membaca 50 ayat.”
Hadis ini menunjukkan bahwa jarak atau senggang masa antara
bersahurnya Junjungan s.a.w. dan adzan Subuh ialah kira-kira 50 ayat.
Sekali-kali maksudnya tidak membawa makna Junjungan s.a.w. makan sahur sehingga
berkumandang adzan Subuh, yang jelas ialah sayyidina Anas menyatakan bahwa
Junjungan bersahur dan berhenti kira-kira kadar pembacaan 50 ayat sebelum masuk
waktu Subuh. Inilah yang difahami oleh para ulama kita sehingga menetapkan
kesunnahan berimsak dalam kadar pembacaan 50 ayat tersebut yang dianggarkan
pada kadar 10 – 15 menit. Senggang masa antara sahur dan masuk fajar (adzan
subuh) yang dinamakan sebagai waktu imsak yang dihukumkan sunnat imsak (menahan
diri daripada perkara membatalkan puasa)
Inilah yang dimaksudkan oleh ulama kita sebagai waktu imsak
yang disunnatkan sebagai langkah berhati-hati dan mengikut sunnah Junjungan
Nabi s.a.w. Sedangkan imsak setelah masuk fajar (adzan subuh) adalah wajib.
Waktu subuh ditandai dgn fajar shodiq, waktu dzuhur ditandai
dgn condong matahari kearah barat, waktu maghrib dgn terbenamnya matahari dsb,
adalah gejala alam yang sejak lama sekali telah dapat diketahui melalui ilmu
falak [astronomi], sehingga untuk mengetahuinya tidak perlu melalui pengamatan
alam secara langsung.
Karena itu, penentuan waktu shalat kita, dan juga waktu
imsak puasa kita, selama ini secara keseluruhan memakai standar ilmu falak,
bukan melalui pengamatan alam secara langsung. Dan pada kenyataannya, penentuan
ini lebih akurat dan lebih bisa dipertanggungjawabkan ketimbang pengamatan
secara langsung tsb.
Ilmu Falak yang banyak berkembang di penanggalan kita masih
bersifat “taqdiry”, atau bersifat perkiraan, belum mampu menetapkan waktu
dengan keakuratan 100 %. Masih terdapat keragu-raguan sekitar satu hingga dua
menitan dari waku faktualnya. Karena itu, dalam penanggalan yang banyak
berkembang di negara kita, terdapat waktu “ihtiyath”, waktu preventif atau
jaga-jaga. Misalnya, waktu dzuhur: sesuai dengan ketentuan ilmu falak yang ada,
adalah jam 12:00. Akan tetapi karena keakuratannya belum mampu mancapai 100 %,
maka dalam penanggalan ditambahi lima menit. Jadi yang tercatat dalam
penanggalan adalah 12:05, dengan asumsi ada waktu preventif 5 menit. Begitu
pula waktu-waktu salat lainnya, ada penambahan antara tiga hingga lima menit
dalam catatan di penanggalan.
Dengan asumsi waktu preventif 5 menit, maka waktu subuh
[terbitnya fajar] yang mestinya jatuh pada jam 4:30 [misalnya], menjadi jatuh
pada jam 4:35 dalam pencatatan di penanggalan. Waktu yang sama, yakni terbitnya
fajar, jika digunakan untuk menentukan mulainya berpuasa, maka akan terjadi
pengajuan jam, dari jam 4:30 menjadi 4:20, dengan asumsi waktu preventif imsak
10 menit. Kalau waktu preventifnya adalah lima menit, maka waktu imsak
sebagaimana dalam penanggalan adalah 4:25.
Jadi imsak sebelum subuh bukanlah perkara Bid’ah…
Fatwa Sayyid ‘Allamah Abdullah bin Mahfudh bin Muhammad
al-Haddad al-‘Alawi dalam kitab al-Wajiz fi Ahkam as-Shiyam, menyatakan:

Pada dasarnya, seseorang berpuasa boleh makan dan melakukan
hal lain pada waktu malam sampai terbit fajar. Namun, dalam selebaran jadwal
waktu shalat yang biasanya banyak dibagikan gratis selama bulan Ramadhan di
Indonesia, ditetapkan sebuah waktu khusus yang tidak ada di bulan-bulan lain.
Waktu tersebut disebut “waktu imsak”. Waktu imsak ini ditetapkan beberapa menit
sebelum waktu shalat subuh (waktu fajar). Menyikapi masalah ini, untuk alasan
ihtiyadh atau kehati-hatian sudah sepatutnya kita mengindahkan seruan imsak
tersebut.
Dalam al-Qur’an, Allah Swt menyebutkan :
تلك حدود الله فلا تقربوها
Ayat ini mengindikasikan bahwa Allah membuat batas yang
harus dijaga antara malam dan fajar. Maka selayaknya bagi orang puasa untuk
menjaga batasan tersebut.
Jelas sudah bukan bahwa hukum imsak sebelum subuh tidaklah bid’ah, tapi hal tersebut adalah bagian dari syariah yang dihukumi sunnah, dengan berdasarkan dalil-dalil yang akurat meliputi Al-Quran, Hadits, Ilmu Falah (Ilmu astronomi) dan Fatwa Ulama.
Wallahua’lam bisshawab…….


Terimakasih telah membaca di Piool.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.


Comments

Paling Populer

To Top