koleksi pribadi

Sofyan RH. Zaid: PAGAR KENABIAN


 

Data Kumpulan Puisi

 

Judul buku: Pagar Kenabian

Penulis: Sofyan RH. Zaid

Penerbit: Taretan Sedaya
Internasional (TareSI) Publiser, Bekasi.

Cetakan: II, April 2017 (Cet. 1:
Januari, 2015)

Tebal: xxi + 54 halaman (40 puisi)

Lukisan Cover dan Ilustrasi:
Muchlis Darma Putra

Desain cover: Ayoeb Arasmus dan
Apip R. Sudradjat

Layout: Indra Kusuma

ISBN: 978-602-72075-0-9

 
Pagar Kenabian terdiri atas 4 bagian, yaitu: Sabda
Kebenaran
(10 puisi), Sabda Kesunyian
(10 puisi), Sabda Kebijaksanaan (10
puisi) dan Sabda Kesselamatan (10
puisi).
 
Sepilihan puisi Sofyan RH. Zaid dalam Pagar
Kenabian
 

Kampung Bandan

 

pada pertigaan waktu#jalanan menjadi beku

dinding masjid bercahaya#ayat kesunyian terbaca

sawah luas terbentang#malaikat mendiami pematang

bulir padi menguning#dalam pertapaan hening

terdengar kecipak kali#katak memanggil pagi

 

aku lihat matahari terbit#dari kaki lain langit

kumbang berubah burung#kembang menjadi gunung

melengkung sebuah jembatan#serupa daun pandan

bercabang ke masa depan#harum kampung dalam ingatan

: sofyan dan Rumi berlari#menuju
halaman kitab suci

 

 

Sang Penempuh

 

sembilan kali hutan#sembilan kali
lautan

apa kau masih jauh#sejarak ruh
dengan tubuh

 

aku masih di persimpangan#di bawah pohon kehidupan

mengaji sepi mengeja diri#mencari alamat matahari

 

orang-orang mabuk di kedai#di antara tawa berderai

sebagian mengelus dada#larut dalam duka

 

aku kembali berjalan#tongkat kayuku kesabaran

kaki penuh duri#lelah mengikat diri

 

kekasih, bila aku tersesat#jatuh
berkali dan sekarat

jemput aku ke jalan#dengan
bisikan dan pelukan

 

2014-2017

 

 

Filsafat Agama

 

akhirnya kau pergi#melintasi batas mimpi

setelah lama bersama#dalam rumah sukma

suaramu yang serak#tersimpan dalam sajak

 

kau terus bernyanyi#di panggung sunyi

Paz membaca puisi#Daud meniup hati

kali darah berhenti#sejenak aku mati

 

Isa memberiku kursi#kepala bergoyang sendiri

Rene menuangkan anggur#aku bersulang luhur

di puncak tertinggi jiwaku#filsafat dan agama bersatu

 

sedang kenangan antara kita#berkubang abadi dalam dada

 

2014

 

 

Anak Pulau
Anak Rantau

 

membasuh kakimu dengan laut#kau memberiku sehelai rambut

mencium tanganmu khusyuk#kau memelukku mabuk

begitu dingin hawa hidup#saat ubun kau tiup

garam di mataku mencair#juga di matamu mengalir

kita berdamai dengan waktu#di dermaga pagi itu

 

pergi meninggalkanmu, Ibu#rindu dari langkah pertamaku

aku menaiki sampan#angin begerak perlahan

tiang layar berderit#rambutmu berubah celurit

tersimpan dalam dada#menebas rantas batas masa

 

aku mulai menjauh#gelombang kian gemuruh

meninggalkan hijau pulau#menuju tanah rantau

merah putih berkibar#berputar kawanan camar

aku melihatmu terakhir kali#walau samar dan nyeri

sebab sampai atau tamat#dua nasib yang berangkat

 

kita akan bertemu lagi#di dermaga lain pagi

setelah matahari dan bulan#berpendar dalam genggaman

namun bila sampan karam#dan aku mati tenggelam

tak perlu lara dalam larut#biarkan jasadku terkubur di laut

agar ruhku menjadi karang#memanggil namamu setiap petang

 

2014-2017

 

 

Puncak
Kebijaksanaan

 

sampai saat di pucak seperti ini#apa yang bisa diucap oleh sunyi

tidak perlu lagi kata dan suara#kita menyerah pasrah pada ada

biarkan mata memandang keluasan#lalu bersalam kepada ketinggian

jiwa mewujud dalam hening semesta#laut dan ladang terlihat tak berbeda

hujan dan juga panas adalah sama#hanya menyentuh ke muka kulit saja

 

di tiang yang tercipta dari cuaca#kita kibarkan bendera air mata

kita pejamkan mata memberi hormat#kepada maut sebagai penghianat

tersingkaplah hidup itu bentuk tubuh#sedangkan keabadian rahasia ruh

hingga angin pun lupa kepada dingin#angan akhirnya benci kepada ingin

duka meleleh seperti batang lilin#siang dan malam berganti jadi mungkin

 

kita bukan lagi cemburu dan cinta#segala benda menjadi sia-sia

di sini kita satu dan selamanya#tak butuh lagi surga atau neraka

 

 

Ratib Rindu

 

sudah lama kita tak saling bercakap#engkau kini jauh dan senyap

aku tak bisa mencium saat rindu#juga tak bisa memukul saat pilu

 

jarak dan waktu seperti melawanku#mereka seakan terus bersekutu

hari-hari pun alangkah menyedihkan#tangisku melebihi ribuan hujan

 

banjir kenangan menggenangi batinku#kehendak berlari mencari perahu

airmata mencipta lautan duka#aku menujumu berlayar ke surga

 

2015

 

 

Lembah Sembah

 

sudah bertahun silam#dalam kenangan tenggelam

menyebut namamu hari ini#aku masih berdebar sunyi

 

kau lebur larut bersenyawa#membelah dadaku jadi dua

darah yang mengalirkanmu#kembali hangat bertemu

peristiwa bahkan bencana#menyeret hatiku senantiasa

: segala suara menyebut
nama#semua benda memantul rupa

 

langit dan bumi berjumpa#lalu dipisah ujung dermaga

sungai dan segara bersatu#jadi muara di mataku

mimpi berlayar sendiri#menuju pulau nyeri

 

berulang aku hancurkan ingatan#tetap saja bangkit berjalan

mencarimu ke lembah#hingga batas sembah

: kau tahu aku penyair#selalu
hidup dalam getir

tunduk pada kenyataan#takluk pada
perasaan

 

aku gila dalam rahasia#beri sejenak aku lupa

 

2014

 

 

Nabi Kangen

 

bila kau lelah dan rindu#baca
sajakku di atas batu

apa yang pernah tertunda#hari ini
menjadi sabda

 

aku berlindung dari hujan#juga panas bumi penghabisan

terasa dalam dekap surga#tenang terjaga jiwa semesta

merenangi sungai susu#abadi bersulang wahyu

kau dan aku; kitab suci#tak pernah usai dibaca matahari

 

yang terlihat sebagai kau#aku simpan jadi pukau

majas menyembunyikan makna#dalam ungkapan rahasia

cukuplah Hallaj dan Jenar#entah salah atau benar

kau dan aku; kesunyian#bermukim di lembah kebijaksanaan

 

seperi ulat jadi kupu-kupu#aku masih kepompong waktu

bergantung di ranting sunyi#kosong diri dari nyanyi

Jibril senantiasa datang#melempar sekuntum kembang

kau dan aku: kebenaran#terus berjalan menuju keselamatan

 

bila kau lelah dan rindu#baca
sajakku di atas batu

apa yang pernah tertunda#hari ini
menjadi sabda

 

2014-2017

 

 

Langit
Terbakar

 

lampu padam bulan nyala#segala pulang pada semesta

 

gelap di kamar#kepalamu tumbuh mawar

dari ruang lain#kukirim nyala lilin

juga dari kepalaku#bertunas pohon jambu

 

jam berhenti sejenak#terdengar suara cecak

bersama denting ribuan logam#kau datang serupa kelam

aku lupa menutup pintu#aku luka melupa nafsu

perlahan kita jadi bisu#mawar dan jambu bercumbu

; jibril, di mana wahyu?#khidir,
di mana waktu?

 

di luar langit terbakar#kitab api jatuh berlembar

cahaya meledakkan harapan#mayat sepi berserakan

dari rimbun uban kita#berloncatan anak-anak Musa

 

2014-2017

 

 

Suluk Laut

 

engkau laut dalam diriku#ombak setia mendeburkan rindu

bulan bintang berenang#semesta berdiri sembahyang

malaikat mengepakkan sayap#menuliskan kitab ratap

kapal dari lain benua#berlayar dan melabuhkan doa

kawanan ikan menggelar tahlil#pasir cemburu beku menggigil

aku biarkan orang datang#semadi putih mencari tenang

sebab laut tak pernah takut#pada apa pun selain surut

 

engkau laut dalam diriku#ombak setia mendeburkan rindu

air mata jadi asin#suka dan duka berpilin

 

2014

 

 

Kepada

 

berkediplah padaku sekali saja#biar aku kenang sepanjang usia

 

2012-2014

 

 
Tentang Sofyan
RH. Zaid
Sofyan RH. Zaid lahir di Jenangger, Batang-batang,
Sumenep, 8 Januari 1986. Karyanya berupa puisi dan esai, tersebar di berbagai
media dan antologi. Secara intensif berproses kreatif saat nyantri di Ponpes
Annuqayah Lubangsa Guluk-guluk. Kuliah di Universitas Paramadina, Jakarta,
jurusan Falsafah Agama. Aktif sebagai editor dan konsultan. Pagar Kenabian
adalah buku puisi tunggal pertamanya dan masuk 15 besar nominasi Anugerah Hari
Puisi Indonesia (2015).
 
 
Catatan Lain
          Ada 2 tulisan Mukadimah dihidangkan
penyair di buku ini. Yang pertama berjudul Puisi
Nadhaman dalam Tanda Kutip
, bertanda Bekasi, 08 Januari 2015. Mukadimah II
berjudul Perjalanan Pagar Kenabian,
bertanda Bekasi, 08 April 2017.  Di
tulisan kedua, ada disebut bahwa penyair punya rencana jangka panjang untuk
membuat trilogi puisi pagar yang akan terbit tiap 5 tahun sekali. Dimulai
dengan Pagar Kenabian (2015), Pagar Cahaya (2020) dan Pagar Tunggal (2025). Begituh.   
          Di halaman kutipan, muncul nama Marina
Tsvetaeva (1892-1942): “Bukan untuk
mereka yang berjuta-juta, bukan juga untuk seseorang, bukan pula untuk diriku.
Aku menulis untuk karya itu sendiri. Ia menuliskan dirinya lewat diriku.

            Di sampul belakang
buku, yang menarik perhatian saya cuma logo Taresi Publisher, di bawahnya ada
tulisan Rumah bagi Sastra, Filsafat dan
Agama
, Sapta Pesona, Blok DV Nomor 17, Jatiasih, Bekasi, 17425. Demikian.


Terimakasih telah membaca di Piool.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.


Comments

Paling Populer

To Top